Dibanyak wilayah di Indonesia terutama di Kalimantan, Sumatera, dan Sebagian Sulawesi, Masyarakat telah hidup selama puluhan tahun di atas Lahan Basah, wilayah yang sering tergenang air, memiliki tanah gambut, rawa, dan Sungai yang berkelok-kelok. Ironisya, Ketika mereka ditanya apa itu lahan basah, banyak yang kebingungan. Mereka tidak mengenal istilah tersebut, tetapi jika diberikan contoh seperti rawa, gambut, atau daerah berair yang tidak bisa dijadikan lahan bangunan kokoh, mereka lalu mengangguk dan berkata " Oh....tempat seperti itu kami tahu" sama seperti salah satu pengalaman saya mewawancarai salah satu warga di daerah Telaga Biru, Banjarmasin Barat Kalimantan Selatan  Ketika saya bertanya tentang hal diatas, padahal mereka sudah hidup dari puluhan tahun lalu diatas Lahan Basah itu sendiriÂ
Fenomena ini menunjukkan adanya kesenjangan pengetahuan di Tengah Masyarakat. Mereka memahami secara realitas lingkungan dari pandangan nyata mereka sehari-hari namun tidak mengenal istilah ilmiahnya. Istilah lahan basah memang lebih sering digunakan dalam konteks akademik, kebijakan lingkungan, dan perencanaan tata ruang, sehingga jarang muncul pada percakapan Masyarakat umum, saya juga mewawancarai seorang anak berusia 16 tahun dan dia juga tidak mengenal apa itu Lahan Basah, ranah Pendidikan disekolah pun tidak memberikan sebuah pembelajaran mengenai apa itu Lahan Basah.
Padahal, mereka hidup di atas lahan basah setiap hari. Rumah mereka terdiri diatas tiang, aktivitas ekonomi bergantung pada air seperti mencari ikan, menanam padi rawa, atau memanfaatkan gambut untuk pertanian. Air bukan hanya sekedar unsur lingkungan, tetapi bagian dari identitas dan cara hidup kita. Namun banyak darri kita tidak menyadari bahwa wilayah tempat kita hidup ini adalah bagian dari ekosistem lahan basah yang sangat penting bagi keseimbangan lingkungan.
Pengelolahan sumber daya alam dan lingkungan, lahan basah adalah ekosistem yang tergenang air secara permanen atau musiman, baik alami maupun buatan, yang berperan penting dalam menyimpan air, menyerap karbon, dan menjadi habitat keanekaragaman hayati.
Tetapi ketidaktahuan terhadap istilah "lahan basah" bukan berarti Masyarakat tidak memahami lingkungannya. Mereka sebenarnya sangat mengenak sekitar mereka, dari karakter tanah, pola air, serta cara beradaptasi dengan genangan. Mereka tahu kapan air pasang akan dating, jenis ikan yang muncul dimusim tertentu, dan bagaimana membangun rumah agar tetap aman saat banjir. Artinya mereka memiliki pemahaman akan ekologis tradisional, hanya sajatidak dengan Bahasa ilmiah yang sering digunakan pemerintah maupun akademik.
Maka penting untuk menghubungkan Bahasa ilmiah dengan Bahasa local. Edukasi lingkungan tak selalu harus rumit. Cukup dengan menjelaskan bahwa "lahan basah adalah tempat seperti rawa, gambut, atau tanah yang selalu berair" Masyarakat pasti akan segera memahami dan mungkin bahkan bisa memberi tambahan pengetahuan berdasarkan pengalaman mereka. Namun saying Ketika saya mencari responden akan kuisoner lahan basah saya jarang diantara mereka yang benar benar berhubungan langsung dengan lahan basah itu sendiriÂ
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan lokal dan pengetahuan ilmiah perlu dijembatani. Masyarakat sebenarnya "tahu tanpa tahu" mereka mungkin saja mengetahui fenomenanya tapi tidak dengan Bahasa ilmiahnya. Mereka hidup di lahan basah, bekerja diatasnya, membesarkan keluarga diatasnya, namun masih terasa asing dengan konsep lahan basah itu sendiri.