Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Demi Ramadan Syahdu Merindu Petasan

15 April 2021   13:53 Diperbarui: 15 April 2021   14:00 1191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(tokopedia/adams maulana) 

Duuuuul...!

Ada masanya bunyi petasan  besar dinyalakan di masjid besar tepi alun alun, kota kelahiran. Saat tiba saat buka puasa. Suara dentum petasan besar itu tidak sekedar bunyi dor lagi,  tapi, duuuul!  

Saat itulah saat tersyahdu,  saat berbuka puasa di kota kretek,  kudus, kota kelahiran penulis. Menu buka seperti apapun terasa lezat dan mengenyangkan lahir batin.

Tak berhenti disitu,  karena dulu,  mesiu petasan di jual bebas. Serbuk abu abu,  sering penulis beli ramai ramai bersama teman kecil. Ditambah bahan lembaran kertas karton bungkus rokok yang afkiran. Plus sumbu dan lilin.  Lengkaplah bahan untuk bikin petasan.

Jaman itu,  bunyi dar der dor akrab mengisi kuping seisi kota. Mejelang magrib sampai jelang sahur, irama kejutan petasan berbunyi tanpa henti.  Memang menyebalkan buat yang terganggu dan tidak suka. Tetapi buat penulis dan kawan kawan kecil,  keriangan seru,  adalah perayaan yang tiada putus. Kami bebas menakut nakuti orang yang melintas.  Kali lain kami bisa perang petasan melawan kampung sebelah.

Terbayang kan,  masih memakai sarung tergulung dan peci yang memcang menconh di kepala,  lantaran sibuk main petasan. Tidak berhengi disitu,  penulis masih k5irang puas,  biasanya bermain petasan ramai ramai. Pulang,  di kebun luas,  rumah kami,  ada lubang sampah kotak di tanah.  Biasanya ada sampah daun kering menumpuk disitu,  lalu penulis bakar sampah itu. Maka menyalalah api besar disitu.

Sambil duduk. Menikmati kolak atau sisa cemilan buka tadi. Satu demi satu petasan, bikinan sendiri penulis. lempar ke dalam jogangan alias bungker sampah itu jadilah malam yang seru,  dengan bunyi petasan tiada habis. saling sahut menyahut dari satu kampung ke kampung lain. sepanjang malam.

Membuat Petasan
Buat milenial yang hidup setelah era petasan dilarang diperjualbelikan atau dibuat,  barangkali tidak memiliki kebahagiaan yang sempurna. Karena yang diperjualbelikan sekarang umumnya petasan kembang api. Atau petasan dengan roket peluncur . Melesat. Ke. Langit baru bunyi dor. Kalau jaman penulis kecil amat berbeda.

 Setelah semua bahan petasan terkumpul. Mulailah produksi petasan dimulai.  Dari satu lembar karton bekas pembungkus rokok,  digulung dengan hati hati,  sehingga berbentuk seperti pensil,  bulat kuat tapi tenganhnya kosong. Bolong.

Lalu bagian bawah dibalik,  dengan obeng atau alat khusus yang dibuat, . Ujungnya tajam buat mengupas bagian dalam xeeobong kertaa.  Bagian bawahnya setelah Tertutup kertas. selanjutnya dilapisi tetesan lilin.

Beres. Dibawah,  mesiu bubuk dimasukkan,  lalu diselipkan sumbu,  panjang pendeknya disesuaikan selera,  juga nyali pembakarnya nanti. Proses di bagian atas,  dilanjutkan sama dengan bagian bawah tadi. Bagian dalam kertas gulungnya dipadatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun