Aku masih menunggumu di Taman Aria Kemuning. Taman lawas, yang sudah ditinggalkan banyak kerumunan orang.
 Bahkan malam minggu sekalipun. Paling hanya beberapa gelintir  pesepeda,plus  pe-skateboard saja. Apalagi ini malam jumat.
Nuning tak kunjung datang, padahal sudah jam 9 lewat. Biasanya pasangan tualang sepedaku itu, selalu tepat waktu. Tumben.
Makin malam makin sepi. Tinggal aku dan tukang sekoteng rasanya. Tapi turun naik di area skateboard sungguh mengasyikkan, aku jumping, dan melakukan aksi - aksi khas BMX tanpa ada penonton. Lupa waktu.
Makin seru aksiku, makin bergairah aku. Kemudian ada tiga sepeda abu abu datang kilat, ikut beraksi, silang menyilang dengan sepedaku si  merah.
Malam yang sepi jadi meriah, Â karena penuh aksi kami. Bedanya, aku masih berhitung.dengan kemungkinan cidera. Aku masih memakai pelindung sikut dan lutut, juga helm, Â sedang mereka tidak.
Ketiganya tidak pakai helm sama sekali, rambutnya gondrong - gondrong, matanya tajam, bertato dan kupingnya berlobang ala anak punk. Sepertinya mereka juga tidak bersendal dan sepatu. Aneh.
Lelah menggowes naik turun, aku rehat. Dan haus menyergap kerongkongan. Wah, ada wedang sekoteng. Pas !.
"Bang, minta sekotengnya !", teriakku sambil meminggirkan sepeda. Rehat sejenak,Â
Sementara tiga pengendara sepeda bergaya punk. Masih terus beraksi. Merasa satu komunitas sepeda, kutawari mereka dengan isyarat pertemanan. Semua mengangguk mau wedang sekoteng.
"satu, ya Gan ?",tanya si Mamang sekoteng mencoba meyakinkan. Aku menggeleng,Â