Puas tidurku. Ketika terbangun lalu kubuka pintu kamarku. Aneh gagang pintunya, tidak berwarna perak modern. Justru hitam, perak berukir kuno. Siapa yang menggantinya, pikiranku belum.jernih benar.
Aku masih menguap cukup.lebar karena masih mengantuk, saat membuka handel pintu antik, kuno. Sebentar terasa ada aliran enerji dingin, membekukan jari tangan dan cepat mengalir ke seluruh lengan dan tubuh. Sekejap tubuhku terasa menggigil.
Pagi yang aneh. Saat pintu terbuka lebar. Baru kusadari ada ruang rumah berbeda yang kumasuki. Begitu handel pintu kuno.kulepas.keadaan makin aneh.ruang runahku berganti menjadi kuno.
Tidak ada TV layar datar, di.ruang tengahku, yang ada radio kayu besar dari kayu yang antik. Demikian juga, meja kaca, lampu neon irit enerji hilang, yang ada meja kursi kuno dari kayu jati dan jalinan rotan coklat. Lalu lampu tudung kristal  kuno dengan lengkung ukir, bahkan belum pakai listrik. Masih pakai minyak tanah.
Heran, rumah siapa ini sebetulnya.tak ada foto pemiliknya yang tergantung di dinding. Yang ada hanya satu lukisan besar, lelaki muda gagah naik kuda dengan topi putih ala Belanda.
Kupatut - patut, wajah berkumis yang ada di lukisan itu, sebenaenta amat mirip diriku, tetapj jelas bukan aku. Apakah ini rumah leluhurku ?
Seribu tanya, mengaduk - aduk kepala. Rasa haus, terasa bikin tenggorokan kering. Sementara di meja, ada secangkir kopi hangat di gelas kaleng berwarna loreng hijau putih dengan tutup yang terbuka.
Aroma kopi gunung dan kepulan asapnya sungguh menggoda imanku yang pecandu kopi, tergoda untuk.mencicipi.
Saat kuminum terasa aroma kopi gunung pahit robusta memanjakan lidah. Tidak.murni, terasa tumbukan jagung, beras, dan potongan kelapa yang diadon sedemikian rupa.
Saat aku sedang nikmat - nikmatnya minum kopi yang entah punya siapa. Kopi dengan cita rasa langka.
Dari luar rumah, terdengar derap kuda berlari mendekati rumah, dan ringkikan yang khas saat berhenti, terdengar.jelas. lalu terdengar langkah kaki.menggunakan sepatu lars, memasuki rumah ubin kuno ini.