Dalam keseharian, sering kali kita dihadapkan pada masalah yang terjadi dalam kehidupan, mulai dari masalah yang berkaitan dengan keluarga, pekerjaan, maupun hubungan interpersonal. Masalah-masalah tersebut bisa menjadi sebuah tekanan sehingga mengakibatkan stres bagi seseorang. Istilah stres sendiri mengacu pada perasaan yang umumnya dapat kita rasakan ketika kita berada di bawah tekanan, merasa kewalahan, atau kesulitan menghadapi situasi.
Pada era globalisasi seperti saat ini, istilah stres sudah menjadi konflik umum bagi setiap individu hampir di semua kalangan, tak terkecuali mahasiswa. Mengerecut ke dunia perkuliahan, stres di kalangan mahasiswa biasanya berhubungan dengan masalah akademik atau sering kita kenal dengan sebutan stres akademik. Stres Akademik adalah ketegangan dan tekanan yang dialami oleh mahasiswa sebagai respons terhadap tuntutan dan harapan dari lingkungan akademik mereka. Stres akademik ini sering terjadi di kalangan pelajar atau mahasiswa ketika menjelang ujian.
Penyebab stres akademik sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor penyebab stres akademik adalah :
- Faktor psikologis, seperti rendahnya self esteem, rendahnya self confidence, kesepian.
- Faktor akademik, yaitu prokrastinasi akademik, beban kerja akademis, hubungan negatif dengan guru/dosen/staf, kurang menguasai materi, dll.
- Faktor biologis, berupa kesehatan fisik, jenis kelamin, usia. Faktor life style, seperti kurang tidur, gangguan makan, kurangnya aktivitas fisik, dll.
- Faktor sosial, contohnya tuntutan keluarga, kompetisi kelas, kurangnya jejaring sosial yang suportif, dll
- Faktor finansial, berupa kemiskinan, rendahnya pendapatan keluarga, kurangnya dukungan finansial, dsb
Selain faktor penyebab, kita juga perlu memperhatikan dan meningkatkan faktor protektif, faktor protektif adalah faktor-faktor yang bisa membantu seseorang untuk menghadapi stres akademik. Faktor protektif, diantaranya: Penilaian seseorang terhadap kemampuan dirinya dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik, kemampuan beradaptasi, daya resiliensi, optimisme, kemampuan manajemen waktu, dukungan sosial, dan kesejahteraan spiritual.
Nah, perlu kita ketahui, bahwa tingkatan stres yang dialami oleh seseorang itu bergantung pada persepsinya terhadap sumber stres. Artinya satu situasi dapat dipersepsikan berbeda oleh beberapa orang. Oleh karena itu, kita tidak akan pernah berhasil menyamaratakan tingkat stres semua orang. Stres akademik sendiri bisa kita lihat dari dua sisi, yaitu Positif (Eustress), dan Negatif (Distress). Misalnya, seorang mahasiswa merasa stres dengan tugas yang diberikan oleh dosennya. Jika ia menilai sumber stres tersebut sebagai hal yang negatif (Distress), maka ia akan merasa terbebani dan motivasinya menurun. Namun, jika ia menilai sumber stres tersebut sebagai hal yang positif (Eustress), maka ia akan merasa semakin semangat serta tertantang untuk diuji.
Mahasiswa membutuhkan stres karena dari situlah ia belajar tentang adaptasi dan problem solving. Tentunya Seseorang yang mengalami stres bukan berarti tidak sehat jiwa, World Health Organization (WHO) menerangkan bahwa salah satu kriteria orang sehat mental adalah kemampuan dalam mengelola stres. Sehingga, keberadaan stres dapat dikatakan sebagai suatu hal yang wajar dan normal. Jadi sedikit banyaknya, stres juga ikut serta dalam memengaruhi performa seseorang. Jika seseorang memiliki sedikit stres, maka besar kemungkinan ia memiliki performa keaktifan yang rendah. Namun sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat stres yang tinggi, maka besar kemungkinan ia juga memiliki potensi kelelahan yang tinggi hingga berujung pada kecemasan. Oleh karena itu, Stres yang baik adalah stres yang berada pada tingkat optimum (sesuai kapasitas diri).
Pada umumnya, ada beberapa gejala atau tanda-tanda bahwa seseorang tersebut sedang mengalami stres akademik, diantaranya :
- Sering mengalami kesulitan belajar
- Sulit fokus atau perhatian mudah teralihkan
- Memiliki masalah tidur dan pola makan
- Mengalami keluhan somatik (sakit kepala, sakit perut,dsb)
- Merasa tidak puas dengan performa akademiknya
- Menghindari aktivitas akademik (sering absen kelas)
- Menarik diri dari lingkungan, dana
- Pelarian ke hal-hal negatif
Stres akademik jika terjadi secara terus-menerus tentunya akan berdampak buruk bagi mahasiswa, seperti menurunkan motivasi dan menghambat prestasi akademik. Ditahap kronis, stres akademik juga bisa meningkatkan perkembangan gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, depresi, masalah perilaku, masalah emosional (marah dan frustasi), dan pikiran bunuh diri.
Salah satu dampak dari stres akademik kronis yang baru-baru ini terjadi adalah kasus bunuh diri yang dialami oleh mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes) pada Selasa, 10 Oktober 2023. Dan mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Senin, 2 Oktober 2023. Para Korban Ini diduga mengakhiri hidupnya karena mengalami banyak tekanan sehingga mengakibatkan depresi dan gangguan mental. Kasus yang serupa juga pernah terjadi pada 31 Januari 2020 dimana seorang mahasiswa ditemukan meninggal bunuh diri di kamar kosnya diduga akibat stres dalam menyusun skripsi.
Berdasarkan kasus-kasus tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa stres akademik tidak bisa kita anggap sepele begitu saja. Bahkan World Health Organization (WHO) juga menerangkan hampir 350 juta penduduk dunia mengalami stres, sehingga menempatkan stres sebagai penyakit pada urutan ke 4 di dunia.Â
Lalu, bagaimana cara kita mengatasi stress akademik dan menjaga agar pikiran tetap positif ketika gunung-gunung tugas dan kesibukan lainnya menghantam?