Artikel Bapak Drs. Study Rizal LK, MA tentang "Kemiskinan Moral dalam Komunikasi Politik" Menurut saya Bahasa Kasar, mencerrminkan  Miskinnya Moral Politik. Pernyataan anggota dewan yang nyeletuk, "Orang yang bubarkan DPR orang tolol sedunia," sempat bikin heboh dan jelas bikin publik panas. Buat kita sebagai mahasiswa, ucapan itu nunjukkin sesuatu yang lebih dalam: betapa miskinnya moral politik sebagian elit kita. Bahasa yang keluar dari mulut wakil rakyat seharusnya jadi jembatan komunikasi, bukan malah bikin jarak makin lebar.
Ketika pejabat ngomong dengan kasar, rakyat merasa dilecehkan. Demo yang awalnya fokus pada tuntutan bisa berubah penuh amarah gara-gara satu kalimat yang nggak dijaga. Ujungnya, bukannya masalah selesai, malah makin runyam. Di titik ini, yang hilang bukan cuma sopan santun, tapi juga kepercayaan publik.
Secara formal, mungkin mereka masih punya kursi di parlemen, tapi secara moral, wibawa mereka udah runtuh. Ini yang disebut kemiskinan representasi: wakil rakyat yang ada di atas kertas, tapi nggak lagi dianggap benar-benar mewakili rakyat. Demokrasi nggak akan sehat kalau komunikasinya miskin etika.
Karena itu, kita berhak menuntut wakil rakyat yang bukan cuma jago bikin undang-undang, tapi juga bisa jaga kesantunan. Bahasa adalah wajah kekuasaan. Kalau wajah itu dipenuhi makian, yang terlihat bukan wibawa, tapi kemiskinan moral politik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI