Meski status belum dinaikkan, namun evakuasi penduduk berisiko tinggi kembali dilakukan. Mereka harus mengungsi lagi. Sampai kondisi benar-benar aman. Semua berharap peristiwa dahsyat tahun 2010 tidak terulang kembali. Pengalaman selama ini "ndledek" lebih aman daripada meletus.
Bagi masyarakat lereng Merapi, ancaman bencana tahun ini memang istimewa. Selain ancaman penularan covid 19, mereka harus siaga dengan Merapi yang sewaktu-waktu bisa erupsi. Namun mereka sudah sangat akrab dengan kondisi ini. Pihak pos lapangan di kecamatanpun selalu sigap dengan berbagai persiapan. Laporan aktifitas Gunung Merapi ter-update setiap satu jam. Sehingga keputusan apakah penduduk harus diungsikan kembali, segera bisa dieksekusi.
Namun di tengah berbagai ancaman yang menghadang, mereka tetap survive, karena hidup harus terus berjalan. Keterpurukan ekonomi akibat pandemi sudah cukup menjadi ujian berat bagi mereka. Harga hasil pertanian yang anjlok, sementara harga pupuk dan obat-obatan pertanian merangkak naik. "Ra cucuk" kata mereka. Artinya imbang alias cenderung rugi. Tapi, saya akui petani adalah sosok tangguh. Apapun yang terjadi, mereka tetap menanam.
Ancaman Merapi menjadi paket komplit bagi mereka. Lahan siap tanam sudah terbentang, namun mereka memilih menunda menanam. Harapan mereka Merapi segera diturunkan statusnya. Sehingga mereka bisa menikmati kehidupan seperti biasanya. Meski ancaman pandemi masih saja mengintai.
Merapi adalah saksi ketangguhan dan kegigihan mereka. Hidup damai dengan hawa nan sejuk. Bercocok tanam di sawah dan ladang, memelihara binatang unggas dan ternak. Saling asah, aslih asuh. Guyub rukun dan saling tolong menolong. Namun mereka tetap selalu waspada terhadap bahaya Merapi yang masih mengintai. Tetep eling lan waspada.  Karena Merapi tak pernah ingkar janji.