Mohon tunggu...
Azhopia MumtazIndratama
Azhopia MumtazIndratama Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa Ilmu Komunikasi / UMY

Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2022, giat dalam perfilman di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Film

Mengapa Ganja Masih Menjadi Tabu di Masyarakat Indonesia? Dari Film Dokumenter "Atas Nama Daun"

11 Januari 2024   00:23 Diperbarui: 11 Januari 2024   00:28 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Dokumenter "Atas Nama Daun" Antman Pictures

Ganja/ganja merupakan tanaman yang mengandung berbagai senyawa kimia dan tergolong narkotika golongan 1 di Indonesia. Ganja ini dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis maupun subtropis, dalam hal ini ganja dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, karena Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis. Ganja ini memiliki sejarah yang panjang, bahkan sejak zaman dahulu telah diidentifikasi digunakan untuk tujuan medis, keagamaan, dan rekreasi di Asia kuno. Ganja mulai muncul menjadi perdebatan pada tahun 1930-an ketika Amerika melarang penggunaan ganja dan menangkap orang-orang yang menggunakan ganja, dan pada saat itu terjadi diskriminasi di Amerika seperti di Washington, orang-orang yang mereka tangkap tidak lain adalah dari kalangan kulit hitam dan Hispanik. rakyat. Hal ini menyebabkan perdebatan mengenai Ganja menjadi tabu atau dilarang keras di negara lain.

Seiring berjalannya waktu, manfaat Ganja mulai terlihat dan mulai teridentifikasi, setelah Ganja melalui perjalanan panjang, Amerika yang menimbulkan kontroversi ini, perlahan beberapa negara bagian mulai melegalkan Ganja secara penuh, baik untuk keperluan medis maupun untuk rekreasi, Bahkan kini beberapa negara seperti Australia, Thailand, dan Malaysia mulai melegalkan ganja. Lalu apa yang membuat Indonesia tetap tabu terhadap ganja, namun masih belum memberikan ruang bagi ganja untuk bergerak dan bermanfaat? Faktanya, setiap orang yang terjerat kasus penggunaan ganja selalu dijebloskan ke penjara dan digambarkan oleh media sebagai orang jahat.

Jika kita melihat hal-hal terkait ganja di Indonesia, mayoritas adalah masyarakat yang mempunyai alasan kuat dan tidak mencari solusi dari Indonesia sendiri selain menggunakan ganja. Film dokumenter "Atas Nama Daun" menyoroti beberapa tokoh yang secara langsung maupun tidak langsung menderita karena hukum di Indonesia yang sangat tidak toleran terhadap penggunaan ganja. Angki Purbandono merupakan artis aduhai asal Indonesia, ia dijerat penjara 1 tahun pasal 127 KUHP dengan barang bukti 56 gram ganja. Angki mengatakan bahwa Ganja tidak pernah membuatnya menjadi orang jahat dan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya, dan bisa dibilang Ganja-lah yang membantunya dalam proses kreatif pembuatan karya seninya. Padahal saat di penjara seharusnya ia keluar dulu karena masa hukumannya hanya 6 bulan, namun ia menolak dan tetap melanjutkan hukuman 6 bulan penjaranya dengan menciptakan karya "PRISON ART" yang menampilkan potret jeruji penjara yang ia gunakan sebagai instalasi. Ketika hal ini terjadi, Indonesia mempunyai permasalahan yaitu 96% Lapas di Indonesia dipenuhi kasus narkotika [2], sehingga pemerintah saat itu menganjurkan sebaiknya orang yang terjerat narkotika hanya direhabilitasi dan tidak dipenjara. Hal ini menunjukkan bahwa ilegalitas ganja tidak hanya terjadi pada tataran legal saja, namun mengakibatkan ganja sendiri sangat tabu di masyarakat karena media Indonesia menggambarkan ganja sebagai sesuatu yang sangat buruk dan merugikan.

Antman Pictures
Antman Pictures

Fidelis Arie adalah seorang suami yang kehilangan istrinya yang menderita Syringomelia, yaitu menyerang sistem saraf pusat akibat kista yang tumbuh di tulang belakang. Fidelis kerap terus mencari obat mujarab karena selama di rumah sakit kondisi istrinya tak kunjung membaik, hingga akhirnya ia bersentuhan dengan seseorang di luar negeri melalui media sosial yang menderita penyakit yang sama dan mampu sembuh dalam waktu 8 bulan. untuk pengobatan dari ganja. atau lebih spesifiknya ekstrak Ganja (Cannibidiol) yang terbukti efektif untuk mengobati penyakit ini. Fidelis bahkan menanam ganja secara diam-diam di rumah dan membuat ekstrak Cannibidiol sendiri dari resep yang didapatnya dari orang asing. Ekstrak ini juga dikatakan sangat efektif, dalam waktu 6 bulan istrinya sudah bisa mulai bercerita dan perlahan mulai merasa segar kembali. Fidelis akhirnya memutuskan untuk mengajukan dispensasi ke BNN di wilayahnya, namun dispensasinya ditolak dan Fidelis ditangkap karena menanam ganja di rumahnya. Saat ditangkap, istrinya dikembalikan ke rumah sakit dan kondisinya kembali kritis. Fidelis berusaha meyakinkan BNN bahwa selama ini itu adalah hasil ekstrak yang dibuatnya dan dia tidak menggunakan ganja tersebut untuk hal-hal negatif, namun mereka tidak mempercayainya. Hingga akhirnya istri Fidelis meninggal, aparat terus menjaga ketat Fidelis. “Cannabinoid telah terbukti berpotensi menjadi analgesik pada model hewan yang menangani nyeri neuropatik.'9 Panel NIH menyimpulkan bahwa nyeri neuropatik merupakan masalah pengobatan yang mana analgesik yang tersedia saat ini, paling banter, hanya sedikit efektif.” [1]. Amerika pun telah menguji dan mengakui bahwa ganja atau ekstrak mariyuana mempunyai banyak manfaat, terutama dalam bidang medis. Di Yogyakarta bahkan terdapat 5.000 orang yang menderita Cerebral Palsy, dan ekstrak ganja terbukti mampu mengatasi gejala kejang akibat penyakit ini, dan Indonesia belum memiliki pengobatan tersebut.

Persoalan ganja di Indonesia masih banyak sisi positif dan negatifnya, di satu sisi pemerintah Indonesia tidak mau asal menentukan seperti apa ganja di Indonesia. Namun di satu sisi, ada pihak yang lebih diuntungkan jika ganja dilegalkan di Indonesia, karena persoalan ganja bukan lagi sekedar persoalan hukum, namun juga bagaimana masyarakat memandangnya, stigma masyarakat yang selama ini diusung oleh media mengenai hal tersebut. ganja sangat – sangat berpengaruh terhadap keputusan melegalkan ganja. Kebutuhan medis juga akan sangat terbantu dengan hadirnya ganja. Kesadaran masyarakat tentang Ganja inilah yang harus mulai dibangun dari sekarang, bahwa sebenarnya masih ada ruang bagi Ganja untuk berjalan beriringan dengan hukum dan kedokteran di Indonesia. Bahkan Amerika mengatakan, "Kami memeriksa karakteristik individu yang berkorelasi dengan dukungan pemilih terhadap – dan penolakan terhadap – legalisasi ganja rekreasional di Washington, yang telah menjadi garda depan dalam legalisasi ganja berbasis negara." [3]. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya suara masyarakat dalam hal seperti ini, sehingga pemerintah bisa mengambil langkah ketika masyarakat sudah siap. Sehingga masyarakat Indonesia bisa mulai meningkatkan kesadarannya mengenai masalah ini, dan benar-benar mempertimbangkan berapa banyak nyawa yang bisa diselamatkan jika ganja bisa dilegalkan. Stigma buruk yang harus kita lepaskan dan move on dengan melihat manfaat dari hal-hal yang selama ini kita anggap tabu.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun