Mohon tunggu...
Azhar Zuanda
Azhar Zuanda Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dakwah dan Politik

24 Mei 2019   01:08 Diperbarui: 24 Mei 2019   03:37 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dakwah Islam merupakan suatu aktivitas komunikasi sehingga atas keberhasilannya tergantung kepada beberapa komponen yang mempengaruhinya, yakni seorang da'i yang tugasnya menyampaikan pesan, mad'u yaitu orang yang menerima pesan dari sumber, materi tentang dakwah sebagai pesan yang akan disampaikan, media dakwah sebagai suatu sarana yang akan dijadikan sebagai saluran dakwah, dan metode dakwah sebagai cara yang digunakan untuk berdakwah. 

Adanya semua antarunsur tersebut diharapkan agar tujuan dakwah bisa tercapai secara maksimal. Melihat perkembangan zaman yang semakin dewasa ini, komponen-komponen terhadap dakwah tersebut juga diharapkan mengikuti perkembangan zaman agar suatu aktivitas dakwah dapat diterima dengan baik oleh masyarakat sebagai satu elemen tersendiri bagi proses modernisasi. 

Dakwah menurut pandangan agama mengandung arti suatu panggilan dari Tuhan untuk semua manusia yang ada di bumi agar percaya terhadap ajaran Islam dan mau mewujudkan ajaran Islam dalam kehidupannya. Diyakini oleh seluruh umat Islam, bahwa tugas dari diciptakannya Nabi Muhammad adalah untuk mendakwahkan agama Islam. Dalam konteks tersebut, kegiatan dakwah dapat mengambil dua bentuk, yakni dakwah struktural dan dakwah kultural.

Dakwah kultural merupakan dakwah yang memiliki cara dengan mengikuti budaya-budaya kultur masyarakat setempat dengan memiliki tujuan agar dakwahnya dapat diterima dengan baik di lingkungan masyarakat setempat. 

Dakwah kultural dapat juga diartikan sebagai kegiatan dakwah dengan terfokus memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas dalam rangka menghasilkan kultur baru yang bernuansa Islami atau kegiatan dakwah dengan memanfaatkan adat, tradisi, seni dan budaya lokal dalam proses menuju kehidupan Islami. 

Dakwah sesuai ragam kehidupan keagamaan sebagai proses sosial budaya itulah yang disebut dakwah kultural. Perubahan dari dakwah ini dilakukan secara bertahap, sesuai kondisi sosial-budaya masing-masing orang dan masyarakat. Hal ini didasari atas pandangan bahwa kekaffahan Islamnya seseorang atau masyarakat itu mudah, menyenangkan, dan menggembirakan yang bisa dilakukan setiap orang selama masa hidupnya. Keberagaman sebagai proses sosial-budaya inilah, yang disebut sebagai Islam Kultural.

Dakwah struktural merupakan gerakan dakwah yang berada dalam kekuasaan. Aktivis dakwah struktural bergerak mendakwahkan ajaran Islam dengan memanfaatkan baik struktur sosial, ekonomi maupun politik guna menjadikan Islam menjadi ideologi Negara sehingga nilai-nilai Islam menyatu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Negara dipandang sebagai alat dakwah yang paling strategis. Dakwah stuktural memegang tesis bahwa dakwah yang sesungguhnya adalah ajaran Islam yang berusaha mewujudkan negara bangsa yang berdasar atas Islam, para pelaku politik menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dalam perilaku politik mereka, serta penegakan ajaran Islam menjadi tanggung jawab negara dan kekuasaan. Dalam perspektif dakwah struktural, negara adalah instrumen paling penting dalam kegiatan dakwah.

Dakwah dapat berlangsung dalam kehidupan manusia, termasuk dalam arena politik kenegaraan. Secara umum dapat dikatakan bahwa politik dakwah tidak lain dari segala jenis kegiatan manusia yang berkaitan dengan masalah kekuasaan. 

Dalam pandangan Islam, politik hanyalah salah satu medium untuk mencapai tujuan dakwah. Bukan sebaliknya, dakwah justru dijadikan medium untuk mencapai tujuan politik. Sudah sering konsepsi dakwah dirumuskan, bahwa dakwah diselenggarakan dan dilakukan untuk membantu da'i memahami tujuan dan metode dakwah yang tepat. Jelas bahwa dakwah dapat membicarakan masalah metode dan teknik dakwah maka al-Qur'an dan Sunnah adalah sumber utama untuk pedoman.

Para ahli sepakat bahwa perkembangan pemikiran politik mempunyai hubungan langsung yang tidak terpisah dengan perkembangan sejarah, hal ini dibuktikan dengan jelas dalam "Pemikiran Politik Islam" dimana sejarah Islam itu sendirilah yang membawa dan mencetuskan "Politik Islam" dengan "Sejarah Islam" sejalan dengan masing-masing saling menyempurnakan ibarat darah dan daging.

Dalam Islam politik pertama kali dilakukan oleh nabi-nabi, para nabi diutus oleh Allah Swt untuk membentuk manusia, mengadakan masyarakat dan ummat dengan tujuan untuk melaksanakan ajaran-ajaran dan perintah Allah Swt dalam satu lembaga yang berkuasa "Divine Sovereignity". Sebagai contoh yang dialami oleh Nabi Daud SA dan Nabi Sulaiman SA yang bertindak sebagai raja. Bukti lain yang tidak kalah mengagumkannya yaitu ketika Nabi Muhammad Saw sebagai Rasulullah mendirikan Negara Madinah yang dimulai dengan peringatan hijrah. Dimana menurut H.A.R gibb hijriah dapat dipandang pada umumnya sebagai satu titik perubahan yang memberi satu permulaan massa baru dalam hidup "Muhammad" dan akhlaknya.

Politik dalam Islam disebut siyasah, maksud siyasah yaitu untuk mengatur urusan ummat, yang dilaksanakan oleh Pemerintah ataupun ummat. Di dalam al-qur'an tidak tertulis secara terperinci tentang kata siyasah. Namun di dalam QS. An-Nisa: 58-59 terdapat pembahasan tentang penghormatan dan menyerahkan amanat kepada pemimpin.

Artinya:                              

58. Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukun di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.

59. Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An-Nisa: 58-59)

Dua ayat diatas yaitu ayat ke 58 dan 59 dalam Q.S. An-Nisa merupakan dasar sebagai pokok pertama dalam mendirikan suatu pemerintahan atau suatu kekuasaan, sekaligus untuk menaati pemimpin yang memimpin para umat.

Dalam menyerahkan amanat kepada ahlinya. Sebaiknya seluruh pelaksanaan dalam pemerintahan atau seluruh aparat pemerintah lebih baik diberikan kepada orang yang dipercaya bisa memegang amanat dan terutama orang yang ahli. Hak pertama ialah pada rakyat, atau dalam istilah agama, pada ummat pilihan utama puncak pimpinan Negara, yang juga bisa disebut dengan khalifah, sultan dan presiden. Yang kedua ialah pemerintah untuk menaati Allah Swt. Rasul dan Ulil amri (pemimpin), dengan syariat tidak bertentangan dengan hukum-hukum Allah Swt yang terdapat dalam al-qur'an dan al-hadist yang menjadi petunjuk hidup ummat Islam.

Secara umum politik selalu diidentikan sebagai sesuatu yang aktifitas yang penuh dengan tipu muslihat yang buruk dan bernilai negatif. Politik selalu berkaitan dengan kekuasaan dan sebagaimana dikatakan C. O Key. Ir. Seorang pakar ilmu sosial, politik terutama terdiri dari hubungan antar superiordinasi dan subordinasi, antara dominasi dan submisi, antar yang memerintah dan yang diperintah. 

Bagi seorang sekularis, pragmatis, suatu tindakan politik adalah baik bila dapat memberi "benefit" atau keuntungan praktis dan manfaat materiil, sedangkan bagi seorang muslim tindakan politik adalah baik bila tindakan tersebut berguna bagi seluruh rakyat sesuai dengan Rahmatan lil Alamin.

Allah SWT. Berfirman

Dan hendaklah ada diantara kalian sekelompok umat yang mengajak kepada kebajikan dan menyeru kepada ma'ruf serta mencegah dari yang mungkar. Mereklah orang-orang yang beruntung (Q.S. Ali -- Imran: 104)

Allah memerintahkan kaum muslimin agar di tengah-tengah mereka terdapat kelompok yang melakukan aktivitas untuk mengemban dakwah kepada Islam serat amar ma'ruf dan nahi mungkar. Kata umat pada ayat diatas ditujukan untuk jamaah (bukan sekedar jamaah atau sekelompok orang). Jadi tidak bisa diartikan sebagai jamaah secara mutlak. 

Sebab (kumpulan) manusia itu sendiri sudah merupakan jamaah. Mereka, pernyataan: waltakum minkum ummatun tidak memiliki arti lain kecuali sebuah perintah bagi kaum muslimin agar mereka mebentuk jamaah yang melakukan tugas ini (dakwah kepada Islam, amar ma'ruf dan nahi mungkar).

Hal ini membuktikan pula bahwa Allah memerintahkan untuk mewujudkan di tengah -- tengah kaum muslimin kelompok yang mengajak kepada Islam dan memerintah pada ma'ruf serta mencegah dari mungkar. Ayat ini juga merupakan dalil bahwa adanya kelompok tersebut adalah untuk mengemban dakwah Islam dan melangsungkan kembali kehidupan Islam. 

Dengan kata lain memerangi sistem hukum kufur beserta kekuasaannya dan mewujudkan sistem hukum Islam dan kekuasaanya adalah fardu bagi kaum muslimin. Sebab, dakwah kepada kebajikan adalah dakwah kepada Islam. Dalam tafsir jalalain dinyatakan "yad'una ilal khairi adalah Islam.

Sistem hukum ditengah-tengah kaum muslimin tidak sesuai dengan apa yang diturunkan Allah itu adalah bentuk kemungkaran yang sangat gamblang. Sedangkan mewujudkan jamah ditengah tengah mereka untuk melakukan tugas ini adalah dalil, bahwa Allah telah mengharuskan kepada kaum muslimin untuk mewujudkan partai politik yang mengemban dakwah Islam serta bekerja untuk melangsungkan kembali kehidupan islam. 

Ayat ini juga menjadi dalil hanya orang muslim saja yang berada dalam partai politik yang menyeru kepada islam. Berupaya menghancurkan sistem hukum kufur dan mewujudkan sistem hukum Islam adalah fardu, sama persis halnya wajibnya shalat. Sedikitpun tidak ada perbedaan antara keduanya. Haram hukumnya bagi mereka untuk tidak berada dalam kelompok (politik) tersebut.

Karena itulah, secara syar'i kaum muslim wajib berkelompok dalam partai-partai politik yang mengemban dakwah islam dan melakukan aktivitas untuk melangsungkan kehidupan islam. Dan mereka diharamkan untuk tidak melakukannya sebagaimana haram hukumnya mereka meninggalkan shalat.

Rasullah saw. bersabda:

Bani israil dahulu (urusannya) dipimpin oleh para nabi. Tatkala seorang nabi wafat, maka diganti dengan nabi baru, dan sesungguhnya tidak ada nabi lagi sesudahku, tetapi akan ada para khalifah yang jumlahnya banyak.

Menyibukan diri dalam politik, adalah memperhatikan kepentingan kaum muslimin, yaitu dengan cara menolak tindakan aniaya penguasa, serta mencegah serangan musuh terhadap kaum muslimin. Berdasarkan hal ini, yang fardu itu tidak hanya menyibukan diri dalam berpolitik didalam negeri saja, melainkan juga berpolitik luar negeri. 

Karena yang diwajibkan adalah menyibukan diri dalam berpolitik secara mutlak, baik politik dalam negeri maupun di luar negeri. Oleh karena aktivitas penguasa yang berklaborasi dengan negara - negara lain adalah bagian dari politik luar negeri, maka salah satu aktivitas berpolitik luar negeri itu adalah mengoreksi akivitas penguasa yang berkalborasi dengan negara -- negara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun