Mohon tunggu...
Philip Ayus
Philip Ayus Mohon Tunggu... -

menjaga kewarasan lewat tulisan | twitter: @tweetspiring.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Awas, Pemerintah Melarang Peredaran Anjing dan Babi di Indonesia!

13 Januari 2011   09:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:38 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua hari yang lalu, perasaan saya campur aduk antara kaget, marah, dan geli, setelah membaca berita tentang sekelompok peternak anjing dan babi serta pedagang telur yang mengajukan permohonan uji materi atas undang-undang yang mewajibkan semua produk hewan yang dipasarkan di wilayah Indonesia agar disertai sertifikat halal. Yang lebih membuat kaget, marah, dan geli, adalah tanggapan dari pihak MK yang mewajibkan pemohon untuk mendefinisikan kata "halal" dengan jelas. (sumber: ini)

Saya baru tahu setelah membaca berita tersebut, bahwa di negeri yang katanya plural ini, terbit Undang-undang yang sangat tidak menghargai keragaman seperti itu. Undang-undang yang dimaksud adalah UU No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sedangkan pasal yang dipermasalahkan adalah pasal 58 ayat (4), yang berbunyi, "Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk diedarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal."

Memang, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, yang notabene mengharamkan pemeluknya untuk mengkonsumsi daging anjing dan babi, meski ada juga yang mengatakan boleh asal memang tidak ada sumber makanan lain. Akan tetapi, tidakkah penggagas, perancang, dan pembuat undang-undang (baca: Pemerintah dan DPR) mahfum, bahwa terdapat juga umat dari agama lain yang biasa mengkonsumsi daging anjing dan babi di negeri ini? Atau jangan-jangan, karena terlalu sering bepergian ke luar negeri (dan jarang mengunjungi daerah), mereka jadi lupa, bahwa di Indonesia ada Kristen, Katolik, Hindu, dan Konghucu? Mengapa semua peraturan harus mengacu pada hukum salah satu agama? Apakah umat lain hanya "numpang" di sini?

Dengan kewajiban memberikan label halal, secara tidak langsung Pemerintah melarang peredaran daging anjing dan babi di Indonesia. Padahal, di Indonesia ini hanya dua agama (Islam dan Budha) dari tujuh agama resmi yang mengharamkan pemeluknya mengkonsumsi daging (anjing/babi). Pemerintah telah melakukan kebijakan "gebyah uyah" (Jawa: penyamarataan, dalam konteks negatif).

Yang lebih aneh lagi, Ketua panel hakim, M Alim, malah meminta para pemohon untuk mendefinisikan kata halal, seperti memberikan PR tambahan. Padahal, bukankah seharusnya undang-undang lah yang memberikan definisi yang jelas mengenai tiap kata yang perlu dijelaskan dalam isinya?

Pengamatan saya, dalam Pasal 1 sama sekali tidak dijelaskan tentang kata "halal," sehingga dapat diasumsikan bahwa kata yang dimaksud sudah umum diterima, dan secara akademis dapat ditemukan artinya di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Coba lihat apa yang saya temukan makna halal itu di dalam KBBI Online:

ha·lal 1 a diizinkan (tidak dilarang oleh syarak): makanan ini --; 2 a (yg diperoleh atau diperbuat dng) sah: uang --; 3 ark n izin; ampun: menyembah minta -- akan segala pengajarannya;

sedangkan kata "syarak" diartikan sebagai berikut:

sya·rak n hukum yg bersendi ajaran Islam; hukum Islam: kawin menurut --; pembagian warisan menurut --

sumber: http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

Justru UU tersebutlah yang harus menjelaskan, berdasarkan pengertian KBBI tersebut, apakah yang dimaksud dengan kata "sertifikasi halal" adalah sekedar "diizinkan" ataukah "diizinkan sesuai syarak." Sayangnya, UU yang setahu saya belum pernah dibocorkan draf RUUnya dan tiba-tiba muncul sebagai polemik, sama sekali membisu tentang ini. Dan, jika yang dimaksud adalah izin menurut syarak, yang berarti mengacu pada ajaran Islam, itu berarti ayat tersebut harus disesuaikan lagi dengan "natur" Indonesia yang bukan negara Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun