[caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="menangis/wallpaperstop.com"][/caption] Peristiwa itu kualami ketika masih kelas dua SD. "Kamu nyontek ya?" Pak guru tiba-tiba menuduhku menyontek, padahal aku tidak melakukannya. Mungkin waktu itu aku terlalu banyak bergerak waktu ulangan. Spontan saja aku menangis. Dan, pak guru itu jadi kelabakan sendiri, hehehe... Seperti halnya hitam dan putih atau gelap dan terang, demikian pula menyontek berlawanan dengan belajar. Keduanya merupakan kegiatan yang pada hakekatnya bertentangan. Yang namanya bertentangan, tentu saja tak bisa berjalan searah. Semua insan pendidikan tahu itu. Bahkan semua orang tahu itu. Itulah sebabnya, kegiatan menyontek atau membagikan jawaban kepada peserta ujian disebut sebagai sebuah kecurangan, lawan dari kejujuran. "Pendidikan tanpa nilai-nilai, seberapapun bergunanya, hanya akan menghasilkan orang jahat yang lebih pintar." Pernyataan ini dikeluarkan oleh C.S. Lewis, seorang akademisi dan pemikir Kristen dari Inggris. Pendidikan harus dibarengi dengan pengajaran nilai-nilai kehidupan yang baik. Pendidikan tak cukup diberikan dalam taraf kognitif saja. Guru bukanlah sekedar penyampai informasi tentang ilmu pengetahuan tertentu. Jika fungsi guru hanya untuk menyampaikan informasi, maka sekolah cukup menyediakan perpustakaan dan jaringan internet agar murid bisa tersambung dengan Google atau Wikipedia! Sayangnya, fenomena guru sebagai "mesin ilmu" ini makin merajalela di negeri ini. Guru hanya dihargai layaknya mentor pada lembaga pendidikan non-formal. Lebih parah lagi, banyak sekolah yang menekan para guru untuk memberikan jawaban ujian nasional kepada para murid. Tujuannya jelas, untuk menjamin tingkat kelulusan seratus persen sehingga nama sekolah "terselamatkan" dan bisa "menjaring" lebih banyak murid lagi di tahun ajaran berikutnya. Nilai-nilai pendidikan yang "mulia" itu untuk sementara digeser. Konsep kapitalisme tersebut, sadar maupun tidak, telah merasuk ke dalam benak para pemegang kebijakan di institusi pendidikan. Syukurlah, aku termasuk generasi pelajar sebelum era reformasi yang gemar bergonta-ganti kebijakan dalam pendidikan. Nilai-nilai pendidikan sangat kental diajarkan oleh guru-guru. Tiada ampun bagi tukang contek. Tiada ampun bagi tukang bolos. Tiada ampun bagi murid yang terlambat. Tiap pelanggaran pasti mendapat ganjaran. Rasa hormat kepada orang tua, guru, dan orang yang lebih tua juga sangat ditekankan. Meski mungkin ada murid nakal yang merasa "terzalimi" oleh kedisiplinan guru, namun ketika lulus ia justru akan berterima kasih atas nilai-nilai hidup yang diberikan oleh gurunya. Jika anda adalah seorang guru, ingatlah selalu hal ini. Jangan menyerahkan idealisme pendidikan kepada para kapitalis itu. Guru adalah pembentuk orang-orang yang nantinya bisa mempengaruhi negeri, bahkan dunia ini. Wahai guru, engkau adalah "rekan sekerja" Tuhan dalam merangkai sejarah, maka rangkailah sejarah yang indah dan kokoh sebagai pijakan untuk generasi-generasi mendatang. Salam pendidikan!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI