Mohon tunggu...
Ayumnah Mutmainah
Ayumnah Mutmainah Mohon Tunggu... Mahasiswa Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya seorang mahasiswa yang senang menulis tentang roda kehidupan sehari-hari. Bagi saya, menulis adalah cara untuk berbagi perspektif, membangun ruang dialog, dan menanamkan refleksi bagi siapa saja yang membacanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wajah Kekuasaan dalam Bahasa : Catatan Kritis atas Krisis Etika Politik

30 September 2025   20:02 Diperbarui: 30 September 2025   20:12 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Koran (Sumber: Pixabay.com)

Pada kesempatan kali ini, saya menyusun catatan mingguan yang merangkum serta memberikan refleksi atas tulisan Bapak Drs. Study Rizal L. Lontu yang dimuat di Kompasiana dengan judul "Kemiskinan Moral dalam Komunikasi Politik: Dari Wakil Rakyat ke Warga Negara." Tulisan tersebut mengangkat isu penting mengenai kondisi komunikasi politik di Indonesia yang semakin sering diwarnai dengan bahasa kasar, makian, serta pernyataan yang merendahkan. 

Tulisan Drs. Study Rizal yang berjudul Kemiskinan Moral dalam Komunikasi Politik: Dari Wakil Rakyat ke Warga Negara memberikan sorotan kritis terhadap kondisi komunikasi politik di Indonesia, khususnya ketika para elit politik gagal menjaga etika dalam penggunaan bahasa. Melalui contoh pernyataan keras seorang anggota dewan, penulis menekankan bahwa masalah komunikasi politik yang sarat dengan makian dan hinaan bukanlah hal sepele. Ia mencerminkan kemerosotan moral sekaligus krisis legitimasi yang lebih dalam. Bahasa yang semestinya berfungsi sebagai medium dialog antara wakil rakyat dan masyarakat justru berubah menjadi sumber perpecahan dan resistensi sosial.

 Tulisan ini memperlihatkan bahwa komunikasi politik memiliki kedudukan strategis dalam menjaga kualitas demokrasi. Demokrasi tidak akan berjalan sehat apabila komunikasi politiknya miskin etika. Sebaliknya, etika bahasa yang dijaga dengan baik dapat memperkuat legitimasi politik dan menumbuhkan kepercayaan publik. Pernyataan kasar seorang anggota dewan memang tidak serta-merta menggugurkan mandat konstitusionalnya, tetapi secara moral ia telah kehilangan salah satu modal terpenting, yakni kepercayaan masyarakat. Fenomena ini oleh penulis disebut sebagai poverty of representation atau kemiskinan representasi, di mana seorang politisi secara formal masih berstatus wakil rakyat, tetapi secara moral tidak lagi dianggap mampu mewakili kepentingan rakyat dengan bermartabat. 

Dari sudut pandang komunikasi kritis, bahasa yang kasar dan merendahkan dapat dipahami sebagai bentuk kuasa yang keliru. Alih-alih memperlihatkan kekuatan, retorika penghinaan justru mengungkap kelemahan nalar dan kemandegan imajinasi politik. Seorang wakil rakyat yang menggunakan kata-kata semacam itu sesungguhnya menunjukkan ketidakmampuannya membangun argumentasi yang sehat, serta kegagalannya mengedepankan empati dalam berkomunikasi dengan publik. Akibatnya, komunikasi politik kehilangan fungsinya sebagai ruang musyawarah dan berubah menjadi ajang saling merendahkan yang merusak hubungan antara penguasa dan warga negara. 

Resume dari tulisan ini menegaskan bahwa bahasa bukan sekadar sarana penyampaian pesan, melainkan wajah dari kekuasaan. Ketika wajah itu dipenuhi dengan makian, citra politik akan tergerus dan demokrasi pun terancam rapuh. Oleh sebab itu, sebagai warga negara, masyarakat memiliki hak untuk menuntut wakil rakyat yang tidak hanya cakap dalam menyusun undang-undang, tetapi juga berintegritas dalam menjaga kesantunan publik. Dengan kata lain, kekuatan sejati seorang politisi tidak terletak pada kemampuannya menguasai ruang dengan kata-kata kasar, melainkan pada kesanggupannya merangkul, membangun dialog, dan menjaga martabat rakyat yang diwakilinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun