Mohon tunggu...
Ayu Kusuma Pertiwi
Ayu Kusuma Pertiwi Mohon Tunggu... Peneliti - Puskaha Indonesia

Peneliti dan aktivis yang bekerja pada isu terkait lingkungan, hukum, dan hak asasi manusia.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bambu Lestari dalam Barisan Avengers Aksi Tanggap Iklim

5 Oktober 2025   21:05 Diperbarui: 5 Oktober 2025   21:17 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui sistem multikultur dan penerapan berbagai solusi iklim yang tepat, bambu dengan seluruh potensinya dapat menjadi bagian dari ekosistem yang berdaya.

Selama masa penayangannya di bioskop, Avengers: Endgame ditonton oleh 10.976.338 penonton di Indonesia dan menjadi film asing terlaris sepanjang masa di negara ini (CNN Indonesia, 2025). Film yang tayang pada 2019 tersebut merupakan bagian dari seri Avengers dalam Marvel Cinematic Universe yang diadaptasi dari komik Marvel karya Stan Lee dan Jack Kirby pada 1963. Avengers adalah kelompok pahlawan super yang dibentuk oleh Nick Fury, direktur S.H.I.E.L.D. Dengan beranggotakan para Earth’s Mightiest Heroes (pahlawan terhebat di Bumi), Avengers bertugas melindungi Bumi dari berbagai ancaman. Dalam Endgame, mereka untuk menghentikan Thanos, seorang Eternal–Deviant warlord (panglima perang dari ras campuran Eternal-Deviant) dari Bulan Titan, yang berencana melenyapkan setengah kehidupan di seluruh alam semesta.

Thanos meyakini bahwa kelebihan populasi adalah akar dari kerusakan semesta. Ia berkata, “semesta itu terbatas, sumber daya yang ada juga terbatas,” sehingga tidak mampu menopang pertumbuhan populasi yang melaju cepat. Menurutnya, hanya dengan pengurangan kehidupanlah keseimbangan dapat tercapai. Untuk mewujudkan niatnya, Thanos mengumpulkan enam Infinity Stones, batu berkekuatan kosmis yang mengatur berbagai aspek eksistensi. Ketika keenam batu itu disatukan pada sarung tangan yang disebut Infinity Gauntlet, satu jentikan jarinya cukup untuk memusnahkan separuh kehidupan di alam semesta.

Meski kekhawatiran Thanos terhadap ketidakseimbangan semesta relevan, cara pandang utilitariannya keliru. Solusi ‘cepat dan adil’ yang ia tawarkan hanyalah genosida atau pembantaian besar-besaran secara sistematis. Para Avengers menolak pandangan tersebut dan bersatu untuk menghentikannya.

Seperti semesta Marvel, Bumi hari ini juga menghadapi ancaman global besar, yakni krisis iklim. Krisis iklim adalah konsekuensi pemanasan global yang mengancam seluruh ekosistem dan kehidupan manusia (ICSP, 2023). Laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC, 2023) menegaskan bahwa peningkatan suhu global dan perubahan sistem iklim kini terjadi di seluruh wilayah dunia secara belum pernah terjadi sebelumnya dalam ratusan hingga ribuan tahun.

Dampak dari krisis iklim semakin mengkhawatirkan dan beberapa tidak dapat dipulihkan, seperti kematian massal terumbu karang, tenggelamnya pulau-pulau pesisir, meningkatnya suhu ekstrem, hingga percepatan emisi gas rumah kaca yang diperkirakan melampaui ambang 1,5°C sebelum 2037. Sebagaimana Avengers memerlukan strategi untuk melawan Thanos, umat manusia memerlukan eskalasi upaya mitigasi dan adaptasi untuk memastikan transisi berkeadilan menuju masa depan dengan emisi nol dan ketahanan iklim yang adil bagi semua.

Salah satu upaya itu adalah pemanfaatan bambu sebagai nature-based solution (NbS) sebagaimana direkomendasikan oleh Majelis Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu aksi untuk melindungi, memulihkan, dan mengelola ekosistem secara berkelanjutan guna menghadapi tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan (PBB, 2022).

Bambu memiliki potensi besar dalam mendukung ketahanan ekologis, sosial, dan ekonomi (Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, 2025). Tanaman ini mudah tumbuh di berbagai jenis tanah, termasuk lahan marginal, serta tidak bergantung pada musim. Secara ekologis, bambu berperan penting dalam menyerap CO₂, menghasilkan O₂, mencegah erosi, menjaga mata air, dan menyerap polutan. Beberapa keunggulan ekologis bambu antara lain mengikat CO₂ 1–2 kali lebih banyak dibanding kayu, tumbuh sangat cepat dengan mencapai usia dewasa dalam 3–5 tahun dan ukuran pertumbuhan hingga 1 meter per hari, sekitar 50% biomassa keringnya merupakan karbon, ringan namun kuat seperti baja sebagai alternatif kayu dalam konstruksi, menyimpan karbon di batang dan sistem akar (rhizome) secara ekstensif, dan mengurangi limpasan air, menahan banjir, dan mencegah erosi. Bambu yang ditanam di daerah aliran sungai dapat mengendalikan sedimentasi lumpur dan menjaga kualitas air.

Secara sosial, bambu juga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, simbol kearifan lokal, dan identitas budaya, seperti pada masyarakat adat Dayak di Kalimantan. Sedangkan secara ekonomi, bambu berpotensi menjadi kerajinan, mebel, konstruksi, alat musik, pangan fungsional, hingga bioenergi. Dengan demikian, bambu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperluas pasar hijau.

Indonesia secara khusus memiliki potensi konservasi dan pemanfaatan bambu tingkat dunia karena memiliki kekayaan bambu yang besar. Sekitar 175 dari 1.642 spesies dunia tumbuh di sini, dengan 50% di antaranya endemik (BRIN, 2024). Sehingga bambu menjadi Hasil Hutan Bukan Kayu unggulan nasional menurut Peraturan Menteri Kehutanan P.21/2009. Dalam konteks mitigasi iklim nasional, bambu berperan sebagai carbon sink dan sumber energi terbarukan. Bambu dapat diolah menjadi biochar, briket, syngas, bio-oil, hingga pelet yang dapat menggantikan batu bara (co-firing) di PLTU. Biochar bambu juga memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kesuburan, dan menyimpan karbon jangka panjang. Oleh karena itu, bambu menjadi bagian penting dalam strategi nasional menuju Net Zero Emission (emisi nol bersih) 2060, mendukung energi terbarukan berbasis biomassa, dan membuka peluang investasi hijau di sektor energi lokal (Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLHK, 2025).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun