Setiap orang tentu mendambakan kebahagiaan, namun tidak semua orang memahami dari mana kebahagiaan itu berasal. Sebagian mengukurnya dengan materi, sebagian lagi menemukannya dalam ketenangan batin. Dalam falsafah Hindu di Bali, ada konsep yang dapat menjadi pegangan untuk menata hidup agar lebih bahagia, yaitu Tri Hita Karana, tiga penyebab kebahagiaan yang menekankan harmoni antara hubungan dengan Tuhan (Parahyangan), sesama manusia (Pawongan), dan alam semesta (Palemahan). Nilai ini tidak hanya menjadi warisan spiritual, tetapi juga panduan praktis untuk menata pikiran, tujuan hidup, dan kerja.
Pikiran adalah sumber awal dari segala sesuatu. Apa yang kita tanam dalam pikiran akan memengaruhi ucapan, tindakan, dan bahkan nasib hidup kita. Ketika pikiran dipenuhi rasa syukur, optimisme, dan niat baik, maka hidup terasa lebih ringan dan bermakna. Namun sebaliknya, pikiran yang penuh prasangka, iri hati, atau kecemasan hanya akan membuat beban hidup semakin berat. Oleh karena itu, menjaga kejernihan pikiran merupakan langkah pertama menuju kebahagiaan.Â
Selain pikiran, manusia juga memerlukan arah yang jelas dalam hidup. Tanpa tujuan, seseorang mudah terjebak dalam rutinitas yang hampa makna. Dalam ajaran Hindu dikenal Catur Purusartha, yaitu empat tujuan hidup: Dharma (kewajiban moral), Artha (kesejahteraan yang diperoleh secara benar), Kama (kebahagiaan lahiriah), dan Moksha (kebahagiaan spiritual tertinggi). Ketika tujuan hidup dijalani dengan seimbang, manusia tidak hanya memperoleh kepuasan duniawi, tetapi juga ketenangan batin yang mendalam.
Kerja pun tidak bisa dilepaskan dari kebahagiaan. Lebih dari sekadar mencari nafkah, kerja adalah wujud nyata dari karma, dharma, sekaligus pengabdian. Dengan bekerja tulus dan penuh dedikasi, kita tidak hanya menafkahi diri dan keluarga, tetapi juga memberi manfaat bagi sesama dan menjaga harmoni dengan alam. Kerja yang dimaknai sebagai ibadah akan melahirkan kepuasan batin yang jauh melampaui penghargaan materi.
Ketika pikiran, tujuan hidup, dan kerja dijalankan dalam kerangka Tri Hita Karana, tercipta harmoni yang utuh: hubungan dengan Tuhan semakin dekat, relasi sosial semakin sehat, dan alam tetap terjaga kelestariannya. Kebahagiaan pun hadir, bukan sebagai sesuatu yang semu dan sementara, melainkan sebagai keseimbangan hidup yang nyata. Pada akhirnya, kebahagiaan sejati bukanlah hidup tanpa masalah, melainkan kemampuan untuk mengelola pikiran dengan bijak, menapaki hidup sesuai tujuan, dan memaknai kerja sebagai ibadah sekaligus kontribusi. Dari sinilah kita belajar bahwa kebahagiaan sejati selalu lahir dari dalam diri, ketika harmoni dengan Tuhan, sesama, dan alam senantiasa terjaga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI