Mohon tunggu...
Ayub Al Ansori
Ayub Al Ansori Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penikmat tulisan. Peminum teh hangat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menziarahi Mahbub Djunaidi dan M Zamroni

11 Juli 2016   13:14 Diperbarui: 11 Juli 2016   13:42 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menziarahi Mahbub Djunaidi dan M Zamroni (Refleksi Harlah PMII ke-56)

Oleh: Ayub Al Ansori *)

Saat menulis catatan ini, dalam bayangan penulis, Mahbub Djunaidi sedang membaca koran seperti semasa hidup dulu dan M. Zamroni sedang lantang berorasi di atas podium atau di depan khalayak ramai. Tanggal 17 April 2016, kami kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) memiliki hajatan besar. Hajatan yang dulu pernah Mahbub Djunaidi dan M. Zamroni berikut sahabat-sahabat lainnya lakukan pula.

Tahun ini organisasi yang dulu pernah mereka berdua pimpin kini sudah berumur 56 tahun. Umur yang tidak lagi muda. Bahkan, sudah setengah abad lebih umur organisasi yang dulu pernah berjuang di era 60-an, hingga hari ini tentunya. Tepatnya tanggal 17 April 1960 dideklarasikan sebagai Hari Lahir (Harlah) PMII di balai Pemida Surabaya.

Menziarahi Mahbub Djunaidi

Bagi Mahbub Djunaidi, penulis yakin, jika beliau masih hidup, masih ingat betul suasana saat itu. Ditempat itu pula beliau didaulat menjadi ketua umum pertama PMII. Setelah disepakati oleh 13 orang pendiri PMII. Penulis ingin sekali rasanya mendengar susah senangnya merintis PMII kala itu. Juga gagasan-gagasan dan humor-humor yang selalu beliau sampaikan kepada khalayak. Penulis yakin, kerinduan tentang ide-ide beliau dalam bentuk tulisan serta humor-humor bukan hanya ingin didengar oleh penulis. Tapi, kader-kader PMII yang lain juga ingin mendengarnya.

Untuk mengetahui ide-ide dan gagasan beliau juga humor-humornya, kita hanya bisa membacanya lewat buku-buku dan beberapa artikel yang ada di situs internet. Misalnya dengan membaca tulisan-tulisannya yang pernah dimuat dalam koran kompas. Kini sudah menjadi buku yang judulnya Asal-Usul. Atau tulisan gaya humorisnya lewat novel Dari Hari ke Hari. Hanya lewat membaca tulisan-tulisan itu lah kita merasa berada dekat dengan Mahbub Djunaidi.

Seorang sahabat lamanya, Umar Said (Bendaraha Pusat PWI 1963) pernah menulis tentang Mahbub Djunaidi. Begini dia menulis: “Mahbub adalah aset berharga yang pernah dimiliki oleh NU. Banyak orang menemukan pada dirinya sosok seorang Muslim yang membawakan kehangatan sesama manusia, dan toleransi yang mengandung rasa saling menghargai. Ketika banyak orang masih takut berhubungan dengan para wartawan ex-tapol - atau bahkan memusuhi mereka – ia berani menggalang persahabatan dengan mereka. Ketika sebagian dari kalangan Islam masih bisa dipengaruhi dan digunakan oleh rezim militer Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaan Suharto dkk, ia sudah mengambil sikapnya sendiri, dan tidak mau diajak untuk ikut-ikut atas nama agama menginjak-injak ajaran agama, dan ikut-ikut menjadi penyulut rasa permusuhan di antara berbagai komponen bangsa. Waktu itu, Mahbub sudah tampil sebagai salah satu di antara berbagai sosok pembangkit dan pembaru bangsa,”.

Saat membaca tulisan di atas, penulis benar-benar merinding. Belajar dari Mahbub Djunaidi bahwa ia adalah sosok yang bisa berbaur dengan berbagai kalangan. Sosok yang siap memberikan kritik pada siapapun. Tak hanya kiritik saja. Tapi gagasan-gagasan besar juga tak lupa ditawarkan. Tak jarang beliau menulis dengan kritis, menukik, dan tajam namun humoris. Sehingga beliau mendapat julukan “Si Pendekar Pena”.

Bahkan, kita juga harus belajar pada sosok Mahbub Djunaidi yang berjiwa besar. Misalnya, saat Mahbub Djunaidi meminta pada Presiden Soekarno agar tidak membubarkan HMI. Saat itu beliau menemui Bung Karno di istana Bogor dan meminta agar HMI tidak dibubarkan. Padahal, saat itu beliau sedang menjabat sebagai ketua umum PMII. Ah, beruntung sekali kawan-kawan HMI saat itu organisasinya tidak jadi dibubarkan.

Menziarahi M Zamroni

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun