Mohon tunggu...
Ayu Ariani
Ayu Ariani Mohon Tunggu... Universitas Mercu Buana

Nama : Ayu Ariani | NIM : 43223010085 | Mata Kuliah : Sistem Informasi Akuntansi | Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr. M.Si.Ak | Program Studi Akuntansi | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Diskursus Cyborg Manifesto Mekanisme Sibernetik Donna Haraway

23 Juni 2025   09:58 Diperbarui: 23 Juni 2025   09:56 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paradoks ini digambarkan dalam situasi yang Haraway sebut sebagai “paradox, competition, domination”. Teknologi menawarkan pluralitas, tetapi dalam kerangka sistem yang tetap mendikte apa yang layak dilihat, didengar, atau dipercaya. Inilah bentuk kontrol baru yang tidak tampak sebagai kekuasaan represif, melainkan kuasa algoritmik dan estetika simulasi yang bekerja secara diam-diam dan tersebar.

Kunci dari perubahan ini adalah mekanisme sibernetik, yaitu sistem umpan balik (feedback loops) yang menempatkan manusia tidak hanya sebagai objek pasif, tetapi juga sebagai subjek aktif dalam jaringan informasi. Dalam konteks ini, cyborg adalah wujud manusia yang sadar akan posisinya dalam sistem digital, dan yang memiliki kapasitas untuk merekayasa ulang struktur sosial, budaya, bahkan dirinya sendiri.

Haraway menekankan bahwa yang terpenting bukanlah koneksi itu sendiri, tetapi bagaimana koneksi tersebut dibangun dan dibongkar. Cyborg menjadi strategi epistemologis untuk menggugat sistem dominasi, serta membuka jalan menuju dunia tanpa totalisasi identitas, tanpa dikotomi tegas antara manusia dan mesin, antara laki-laki dan perempuan, antara pusat dan pinggiran.

Dengan demikian, cyborg bukan hanya metafora teknologi, melainkan cara berpikir baru tentang manusia, bahwa identitas adalah sesuatu yang dibentuk, dinegosiasikan, dan bisa diprogram ulang, baik secara biologis maupun digital. Inilah pergeseran paradigma dari struktur biner menuju pluralitas yang bermartabat, dari dominasi menuju koeksistensi dalam jaringan afinitas politik dan sosial.

KESIMPULAN

Dalam A Cyborg Manifesto (1985), Donna Haraway menghadirkan cyborg sebagai gagasan transformatif, bukan sekadar fiksi ilmiah, tetapi kompas filosofis dan politik yang menuntun kita memahami kondisi manusia modern yang hibrida. Cyborg merepresentasikan identitas yang melewati batas antara manusia dan mesin, laki-laki dan perempuan, serta alam dan budaya. Istilah ini menghantarkan kita pada kesadaran: manusia kontemporer bukanlah entitas alami yang utuh, melainkan bagian dari sistem sibernetik terbuka, seperti tubuh dan pikiran yang dimediasi oleh sensor, algoritma, perangkat digital, dan jaringan informasi.

Pada dasarnya, Haraway mengambil istilah cybernetic organism dari Manfred Clynes dan Nathan Kline yang merujuk pada makhluk biologis yang disempurnakan teknologi. Namun dia mengerahkan gagasan ini ke ranah politik dan filosofis, menunjukkan bahwa kita semua, hari ini, adalah cyborg. Manusia telah melebur menjadi medium informasi dan data, dengan teknologi menjadi bagian integral dari eksistensi kita. Dari implan retina hingga wearable device, hingga representasi-avatar di media sosial, ini semua mengonfirmasi bahwa tubuh telah menjadi ruang modifikasi dan rekonstruksi.

Haraway menggarisbawahi bahwa teknologi tidak netral. Sebaliknya, ia sarat dengan struktur dominasi patriarki, kapitalisme, dan rasialis, apa yang disebutnya sekadar grafik “informatika dominasi” (informatics of domination) . Era teknologi membawa sistem kontrol algoritmik yang terus menerus mengkategorikan dan memberi nilai terhadap badan, suara, dan gagasan kita. Misalnya, representasi teknologi “maskulin” seperti mobil dan senjata vs teknologi “feminin” seperti kompor dan mesin jahit, bukan sekadar stereotip, melainkan penegasan hubungan dominatif dalam masyarakat. Dengan memperkenalkan cyborg, Haraway meretas struktur ini dan menuntut agar teknologi diposisikan kembali sebagai alat narasi dan resistensi, bukan alat penaklukan .

Dalam esainya, Haraway menyatakan bahwa identitas cyborg adalah modular, cair, dan provisional, ia bisa “dipasang-lepas” dan di-redesain sesuai konteks sosial dan teknologi. Hal ini relevan dalam era media sosial dan virtual reality, di mana seseorang bisa memiliki berbagai persona digital yang berbeda, mencerminkan kondisi identitas yang “partial, ironic, intimate, and perversely engaged”Identitas bukan lagi sesuatu yang ditulis dalam tubuh biologis, melainkan sebuah konfigurasi teknologi yang dieksplorasi dan dipertukarkan, menanti rekonstruksi ulang.

Lebih lanjut, Haraway menyelami politics of affinity, sebuah mode solidaritas yang tidak berbasis identitas biologis atau esensial, melainkan atas nilai-nilai dan tujuan bersama. Ia menolak wacana feminismesensialis yang mencari kesamaan berdasarkan “kodrat perempuan”, melainkan mengusung coalitional politics, solidaritas yang terbuka, cair, dan inklusif. Cyborg menjadi simbol post-gender, di dunia di mana batas laki-laki dan perempuan sudah tidak mengikat lagi; gender menjadi spektrum dan konteks, bukan kewajiban biologis atau sosial .

Namun, Haraway mewaspadai paradoks digital. Dunia post-truth memungkinkan fakta direkayasa melalui algoritma dan filter platform. Identitas digital bisa dipilih, tetapi bisa juga dihapus atau disensor. Inilah realitas “paradox, competition, domination” dalam dunia sibernetik . Teknologi menawarkan kebebasan simbolik, namun kebebasan ini berada di dalam logika platform kapital digital yang tetap mengatur, ia dapat menentukan apa yang dilihat, didengar, dan dipercayai.

Kesadaran ini mendorong kita untuk menjadi cyborg aktif dan kritis: bukan hanya pengguna teknologi, tetapi perancang ulang sistem sosial dan identitas. Haraway menyatakan “The cyborg is the self feminists must code”. Bukan hanya menulis narasi alternatif, tetapi menulis ulang konstruksi teknologi dan kebudayaan. Coding di sini bukan hanya soal software, tetapi merujuk pada penulisan politik, teleologi rekayasa ulang relasi sosial, etika, dan rasa kemanusiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun