Mohon tunggu...
Ayu Hendranata
Ayu Hendranata Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nasionalist and Social Media Influencer

Financial planner & Enterpreneur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi Hari Raya Galungan

30 Mei 2018   15:41 Diperbarui: 30 Mei 2018   15:54 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Umat hindu hari ini tengah menyambut hari sakral nya yaitu hari raya Galungan. Hari Galungan yang dirayakan setiap 210 hari, dengan menggunakan dasar perhitungan kalender bali memiliki makna kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).

Sehari sebelum hari raya Galungan, umat hindu biasanya melakukan upacara yang disebut "penampahan" yang berasal dari kata "Nampa" artinya 'Menyambut'. Ritual "Penampahan" ini biasanya disibukkan dengan kegiatan membuat "Penjor" sebagai rasa syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah, penjor terbuat dari batang bambu melengkung yang kemudian di hias dan menjadi wajah khas setiap sudut rumah di bali menjelang hari raya sakral ini. 

Selain itu melakukan kurban juga menjadi ritual utama dimana nantinya binatang kurban yang dagingnya akan digunakan sebagai pelengkap upacara, kurban ini mengandung makna simbolis untuk menghilangkan segala hawa nafsu yang tidak baik dalam diri manusia. 

Memotong kurban juga berarti ketidaktahuan (avidya). Setelah ketidaktahuan dipotong dengan kedalaman konsentrasi (samadhi), dan setelah itulah perjalanan spiritual dimulai. Kepercayaan umat hindu pada umumnya, pada hari Penampahan ini para leluhur yang telah meninggal dunia akan mendatangi sanak keturunannya yang ada di dunia, karena itulah umat hindu juga membuat suguhan khusus berupa sesajen ataupun sejenisnya.

Hari raya Galungan memberikan refleksi tersendiri juga bagi umat hindu untuk setiap saat menanamkan kebaikan dalam diri , melawan segala kejahatan yang sejatinya ada dalam diri manusia itu sendiri , serta menyembuhkan jiwa jiwa yang telah luka menjadi jiwa jiwa yang indah. Semua putaran kehidupan (yang baik maupun buruk, yang menjengkelkan maupun yang menyenangkan) adalah sebuah ritme kehidupan yang harus dijalani. Terkadang Pikiran manusia lah yang selama ini menentukan dan menjadi pengendali atas semua langkah.

Lingkungan saat ini begitu banyak menanamkam bibit-bibit kekerasan dalam jiwa setiap insan. Sehingga ,tidak memberikan pilihan lain selain mengimbangi bibit-bibit kekerasan ini dengan bibit-bibit kedamaian. 

Dan rasanya tidak usah menunggu agar uang cukup,menunggu sukses dahulu atau faktor lainnya agar bisa damai. Belajar menemukan kedamaian di setiap langkah kehidupan bisa dimulai dengan hal hal kecil yang dimulai dari diri pribadi, mulai saat kita bekerja, saat beraktivitas apapun, dan bahkan mungkin seperti di era digital saat ini, kita perlu belajar bagaimana menggunakan sosial media dengan bijaksana, dapat menghargai pribadi satu sama lain dengan keberagaman yang ada ,dan tentunya melihat sisi-sisi damai dari setiap pengalaman kekinian. 

Karena Sejatinya jiwa jiwa yang indah lah yang dapat membawa kita semua kedalam kedamaian yang penuh rasa syukur, dan pahlawan kedamaian tidak mengenal senjata kemarahan, yang ada hanyalah cinta dan kasih,sehingga apapun keseharian yang kita jalani, dari bekerja hingga berdoa, mengingatkan kita selalu untuk menuangkan beberapa sendok cinta ke dalamnya.Karena setiap sentuhan cinta dan kasih akan memancarkan cahaya kedamaian bagi setiap umatnya.

Selamat Hari Raya Galungan Semeton Sami!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun