Menurut data UNESCO, masyarakat Indonesia hanya memiliki 0,001% minat untuk membaca. Atau, 1 orang saja yang termasuk rajin membaca dari jumlah 1000 orang.
Lebih mengagetkan lagi, Indonesia juga berada di peringkat ke-60 dari 61 negara; yaitu di bawah Thailand, dan di atas Botswana, negara di Afrika bagian selatan (sumber).
Meriahnya lomba Pojok Baca Sekolah
Pojok Baca Sekolah merupakan sebuah langkah untuk meningkatkan minat baca di kalangan siswa. Diawali dari lingkungan pendidikan itu sendiri, lingkungan keluarga, lalu meluas ke masyarakat.
Bagi sekolah lanjutan, kegiatan tersebut dipersiapkan oleh siswa dan wali kelas. Tetapi di tingkat Sekolah Dasar, pihak sekolah bekerja sama atau mendapat dukungan dari orang tua siswa. Seperti yang saya dan teman-teman lakukan dalam sepekan terakhir.Â
Selaku pengurus paguyuban kelas, saya dan orangtua lainnya meluangkan waktu untuk ambil bagian menghias Pojok Baca semenarik mungkin.Â
Dipilihlah rumpun bambu untuk dilukis di dinding. Bilah bambu pula yang melengkapi properti untuk menyajikan suasana asri dan nyaman di sana.
Pojok Baca juga menampilkan hasil kreasi dan belajar siswa. Diharapkan dengan langkah demikian dapat memacu lagi semangat siswa dalam menimba ilmu di sekolah.
Pojok Baca jangan pernah padam
Sejujurnya, saya merasa sedikit pesimis apakah ke depannya perangkat sekolah mampu tetap menggalakkan ruang literasi ini?
Bukan sebuah pertanyaan dalam hati saja.
Di luar sana, beberapa mahasiswa bahkan memilih judul "Tingkat Keberhasilan Pojok Baca di Sekolah" sebagai bahan skripsi mereka.Â
Nah, ada apakah gerangan?
Tidak terlalu mengherankan, sebab bisa dikatakan hampir satu dekade berjalan, proyek Pojok Baca tidak memperlihatkan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Ditambah lagi dewasa ini masyarakat digempur dengan kemajuan teknologi bernama gawai. Beragam aplikasi menarik ditawarkan di dalamnya. Alhasil kegiatan membaca menjadi semakin terlupakan saja.
Lalu, adakah yang dapat dilakukan untuk menghidupkan semangat membaca seperti yang diharapkan? Berikut tiga kiat mempertahankan keberhasilan Pojok Baca Sekolah:
1. Menjadikan membaca 15 menit sebagai kebiasaan sebelum memulai pelajaran
Guru, yang sedianya memberikan materi pelajaran pada jam pertama, dapat memberi kesempatan sekaligus mendampingi siswanya.Â
Sebab tidak menutup kemungkinan siswa membutuhkan penjelasan lebih lanjut dari buku yang dibacanya. Hal ini sejalan dengan tujuan Pojok Baca yaitu meningkatkan pemahaman dan prestasi belajar siswa.
Tentunya kegiatan ini tidak memberatkan. Seperti halnya kegiatan ekstra kurikuler yang sifatnya sebagai tambahan, di luar jadwal mata pelajaran.
Juga tidak sampai menyita waktu ataupun mengurangi jumlah jam belajar setiap minggunya, yaitu hanya selama 15 menit di awal jam pelajaran pertama.Â
Bisa dengan mengatur waktu. Misal, dijadwalkan tiga kali dalam seminggu sesuai kebijaksanaan perangkat sekolah.
Artinya tidak harus setiap hari, tergantung kesepakatan atau ketersediaan buku bacaan, dan sebagainya.
2. Memperhatikan ragam buku dan menambah jumlah secara rutin
Umumnya, pada awal kegiatan euforia siswa diibaratkan seperti api unggun yang baru dinyalakan. Berkobar menyala-nyala dan menghangatkan.Â
Tapi apa yang terjadi beberapa waktu kemudian? Api mulai surut, mulai kekurangan kayu bakar dan pada gilirannya akan padam meninggalkan sisa abu belaka.
Untuk mengantisipasi "matinya" ruang literasi di sekolah, jauh-jauh hari hal ini perlu dipikirkan.
Dapat dipahami buku adalah "bahan bakar" Pojok Baca Sekolah. Maka perlu ditunjuk pengelola Pojok Baca yang tugasnya memantau perkembangan dan minat yang tengah ramai di kalangan siswa.
Di sekolah lanjutan tempat sulung kami belajar, dia ditunjuk oleh wali kelas bersama tiga siswa lainnya untuk mengelola Majalah Dinding (Mading) yang turut meramaikan Pojok Baca di kelasnya.
Secara berkala dilakukan penggantian (regulasi) karya di sana. Kebetulan cerpen saya turut diminta untuk ambil bagian mengisi kategori sastra.
Bagaimana dengan Pojok Baca di Sekolah Dasar?Â
Sekali lagi diperlukan peran aktif perangkat sekolah untuk mengelola program yang cikal bakalnya adalah lingkungan pendidikan itu sendiri. Salah satu yang terpenting adalah memperhatikan ragam buku dan menambah koleksi buku bacaan secara rutin.Â
Bisa pula dengan saling tukar (rolling) koleksi buku antar kelas. Dengan begitu, seluruh siawa di sekolah dapat membaca semua buku di sekolahnya secara bergantian. Hal ini sesuai dengan tujuan Pojok Baca yaitu memperluas cakrawala ilmu pengetahuan siswa.
3. Mengadakan kegiatan yang melibatkan semua kelas
Sekolah dapat mengadakan kegiatan (event) yang diadakan misal setiap akhir Semester.Â
Sedikit contoh misalnya lomba menulis cara hidup hewan, lomba menceritakan kembali di atas panggung, lomba mencipta puisi, lomba matematika, lomba pantun, dan lain-lain.
Wasana kata
Ingatlah bahwa anak-anak selalu menyukai permainan dan kegembiraan dalam menyelesaikan tantangan. Berbagai game yang terdapat dalam gadget mereka bukanlah hal yang bersifat kaku dan monoton.
Mari menciptakan suasana dan pilihan yang menyenangkan saat mereka harus menyukai membaca. Pihak sekolah dan orangtua, lagi-lagi dapat bekerja sama menciptakan budaya membaca di kalangan siswa.
Buku adalah jendela dunia; membaca adalah jembatan ilmu; sekolahku adalah gudang ilmu. Semoga ini tidak menjadi slogan kosong di masa-masa mendatang.
Salam literasi!
Kota Kayu, 27 September 2022
Ayra Amirah untuk Kompasiana
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI