Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjalanan

14 September 2022   10:39 Diperbarui: 14 September 2022   11:01 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjalanan|Photo Journal: Interiors

"Kabut itu berupa partikel, Bunda?" tanya anak kita. 

Kami terus menerobos lapisan udara putih di jalan. Rasa dingin tidak sepenuhnya bisa diatasi dengan jaket. Semua pori-pori seakan menjadi pintu masuk yang terbuka lebar saat ini.

Semalam saat anak-anak kita tidur lelap, kau sempat mengatakan penunjuk suhu di atas meja membentuk angka dua puluh tiga derajat. 

Tapi kondisiku yang kurang sehat membuatku tidak merasakan apakah saat itu memang cukup dingin. Akhirnya aku hanya diam.

Kuarahkan ujung ban sepeda motor dengan hati-hati. Memilih tanah padat dan menghindari longsoran kecil. Sesekali memilih pecahan batuan yang kasar untuk menyelamatkan perjalanan. 

Kubayangkan saat ini kau sedang merasakan nikmat kopi hitammu yang tinggal setengah, mengisap gulungan tembakau yang katamu kualitasnya tumben sedikit apak, sambil melanjutkan membaca cerita ksatria kesukaanmu dari layar ponsel.

Baca juga: Karena Kopi Saja?

Kondisi jalan yang licin di daerah terpencil seperti ini, bagiku bukanlah yang terberat untuk ditaklukkan. Alur menanjak dan meluncur di tanah becek sisa hujan yang mengaduk-aduk nyali, selalu berhasil kami lalui tanpa perlu terlempar jatuh. Tetapi hubungan kita yang naik-turun lah yang kadang menguras air mata.

Sudah tiga hari aku tak bersemangat seperti biasanya. Ada luka menganga di hatiku karena kata-katamu akhir-akhir ini. Seakan kita tidak saling menyayangi dan tidak butuh menghabiskan waktu bersama-sama saat tua. Kau menginjak harga diri wanita sepertiku hanya karena sebuah ego.

"Bukan, Nak," sahutku. "Kabut adalah molekul air. 

Pada malam hari, suhu udara yang turun dari langit terlalu dingin. Menjelang pagi dia bersentuhan dengan air (embun) atau tanah yang suhunya panas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun