Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pentingnya Membantu Remaja agar Selalu Bahagia

10 Mei 2021   08:48 Diperbarui: 11 Mei 2021   15:05 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bahagia. Sumber: Kompas.com

Menjadi ibu dari anak perempuan yang beranjak remaja, harus tangguh, sabar dan pintar.

Ini kesempatan melindungi buah hati. Bukan lagi secara fisik seperti pada saat mereka masih kecil, tapi melindungi mental dan kejiwaannya sebagai remaja.

Seperti kejadian yang baru dialami si sulung. Saat ia merasa terdesak oleh permintaan seorang kerabat laki-laki.

Kalau mau dibilang, permintaan ini cukup sepele. Hanya meminta nomor handphone yang baru beberapa minggu dimiliki si sulung.

Menjadi istimewa, karena kerabat ini, pada pertemuan tidak disengaja, melontarkan kalimat yang membuat si sulung merasa bimbang bercampur kesal.

Bimbang, apakah dirinya sudah berbuat salah dengan tidak melakukan miscall seperti permintaan?

Kesal, karena semenjak ia masih kecil hingga sekarang, nomor handphone orang tualah yang digunakan untuk berkomunikasi. 

Semua keluarga yang memiliki keperluan atau sekedar menyapa, menggunakan nomor yang dipegang ibu. 

Dan bukankah tidak ada hal rahasia yang perlu disembunyikan dari ibu? Lalu untuk apa meminta nomor pribadi saya? Demikian sulung mengadu. Wajahnya ditekuk karena merasa kesal.

"Untung dulu Om tidak jadi belikan hp," timpal si kerabat dengan nada serius, pada pertemuan tersebut.

Rupanya si sulung merasa tak nyaman, dan merasa diperlakukan secara kasar. Menurutnya, seharusnya dengan bahasa dan penjelasan yang baik dengan memberikan alasan-alasan, dan seterusnya.

Di sinilah peran saya sebagai ibu diharapkan. Saya harus melindungi perasaan si sulung yang mulai terluka oleh orang dewasa. Saya perlu mengubah kecemasan di hatinya menjadi sebuah ketenangan. Biar bagaimana, ia sedang bertumbuh saat ini.

Sumber gambar: via idntimes.com
Sumber gambar: via idntimes.com

Mengapa kita perlu menyelamatkan mental remaja dari kesedihan?

Jangan lupa bahwa usia remaja adalah masa yang banyak menentukan. Ia bisa menjadi putih, dan juga bisa menjadi hitam, bermula dari kehidupan di masa remajanya.

Di fase ini, remaja tengah berkembang sifat-sifat kemandiriannya. Untuk itu, remaja memerlukan privasi dan kepercayaan orang dewasa. Adalah salah bila remaja selalu dikuntit dari belakang, diperiksa apalagi dicurigai. 

Cara yang bijaksana adalah dengan mengajak ngobrol layaknya dua orang sahabat. Ingat, remaja bukan balita yang masih perlu digandeng dan dituntun agar tidak terjatuh di jalan.

Kewajiban orang tua hanya sebatas menjadi pengawas. Itu pun tidak dilakukan dari jarak dekat. Lalu menyediakan fasilitas untuk mendukung kemajuannya berprestasi. Selebihnya adalah arahan serta support dari belakang yang kita kenal dengan tut wuri handayani.

Sumber gambar: images.bisnis-cdn.com
Sumber gambar: images.bisnis-cdn.com

Ada beberapa hal yang mempengaruhi stabilitas mental remaja, dan diharapkan orang tua tidak abai akan hal ini, yaitu:

1. Kesedihan, yang tentunya dapat mengurangi semangat berprestasi. Bisa disebabkan karena menyaksikan atau mendengar hal-hal yang tidak baik. Contoh: menyaksikan perceraian kedua orang tua, atau kehilangan sosok yang dicintai (ayahnya meninggal).

2. Kegagalan, yang bisa saja terjadi saat usianya masih belia. Gagal dalam ujian sekolah misalnya, atau gagal dalam sebuah kompetisi. Bila remaja tidak pandai mengelola suasana hatinya, ia bisa menjadi patah hati bahkan depresi.

3. Cemoohan/bullying, biasanya dilontarkan oleh orang di luar rumah. Hinaan atau ejekan bisa menyasar pada bentuk fisik, status ekonomi orang tua, maupun kemampuannya berpikir di bawah rata-rata. Cepat atau lambat, rasa percaya diri dan kebahagiaan remaja pun akan terusik karenanya.

4. Tekanan, bisa berupa banyaknya tugas di sekolah yang harus diselesaikan, serta target yang bertumpuk dan harus dicapai. Sebaiknya hindari memberi target yang tidak masuk akal untuk mencegah remaja mengalami stres.

5. Hormon, yang mulai berkembang dan belum stabil, yaitu masa pra menstruasi. Remaja akan menjadi sensitif, mudah tersinggung dan marah.

Ciptakan suasana rumah sehangat mungkin

Pada keluarga yang lengkap, ayah ibu tidak bercerai, kehangatan akan lebih mudah dibentuk. Dengan memperbanyak intensitas pertemuan, makan bersama, ngobrol, mencuci mobil bersama ataupun kegiatan berkebun di halaman.

Pada keluarga broken/bercerai, orang tua yang mendapat hak asuh, memiliki tanggungan lebih berat. Pertama masalah pembiayaan, dan kedua masalah non biaya seperti pendidikan, perlindungan, kasih sayang serta suasana kekeluargaan yang tidak hambar.

Rumah, tidak hanya berfungsi secara fisik. Untuk mandi dan beristirahat.

Bagi remaja, rumah bisa menjadi tempat yang penuh kenangan. Ia menemukan kasih sayang di sana, perlindungan dan hubungan/interaksi dengan anggota keluarga lain. Ayah, ibu, saudara bahkan mungkin nenek dan kakek.

Dengan kehidupan yang hangat di dalamnya, remaja akan merasa tenteram dan lebih produktif untuk berkarya atau berprestasi. PR dari sekolah dapat dikerjakan dengan konsentrasi, bahkan ide-ide kreatifnya dapat mengalir deras. Remaja seperti inilah yang nantinya dapat berkontribusi bagi masyarakat.

Selain mental yang sehat, diperlukan pula jasmani yang sehat dan kuat

Sumber gambar: img.beritasatu.com
Sumber gambar: img.beritasatu.com
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia raya....

Saya tidak pernah melupakan penggalan lirik lagu kebangsaan kita tersebut.

Setelah pola pikir, mental dan kejiwaan remaja dapat berjalan normal, yang tidak kalah penting adalah badan, fisik, tubuh yang terjaga. Nutrisi yang baik, olahraga dan berbagai aktivitas/latihan ketangkasan dapat membentuk remaja tumbuh sehat dan kuat.
Itu sebabnya, di sekolah-sekolah terdapat pilihan olahraga sebagai kegiatan ekstra kurikuler. Bisa basket, voli atau beladiri.

Negara yang kuat, pasti didukung oleh bangsa yang cerdas serta sehat. Ini tidak bisa ditawar. Sedangkan unsur-unsur lain merupakan pendukung.

Menulis di blog Kompasiana saja, bila sedang sakit gigi atau demam, apalagi ditambah dengan beberapa selang infus, pasti tidak akan terlaksana. Apalah lagi tugas generasi muda untuk memajukan bangsa secara bersama-sama.

Lalu, jawaban apa yang saya berikan pada si sulung, terkait kesedihan hatinya karena masalah remeh-temeh bagi orang dewasa ini?
Saya pun menimbang hal-hal penting untuk kecerdasannya sebagai berikut:

1. Remaja, sekalipun menolak, tetap harus menggunakan bahasa yang sopan dan santun
2. Remaja, harus mengerti hubungan kekerabatan tidak boleh rusak atau putus karena masalah kecil atau besar
3. Remaja, menggunakan peristiwa dalam hidupnya, sebagai media belajar bijak dan menemukan solusi
4. Remaja, harus paham karakter setiap orang tidaklah sama. Untuk itu diperlukan rasa sabar
5. Remaja, penting untuk bertumbuh secara mempesona, bukan mencari musuh

Sahabat Kompasianer, kebetulan, penolakan si sulung untuk memberikan nomor handphone pribadi kepada kerabat, tidak berupa kalimat apa pun. Hanya dengan tidak melakukan misscall sesuai permintaan.

Akhirnya saya berpesan kepada si sulung, jika ditanya melalui telepon atau saat pertemuan berikutnya, jawablah seperti ini:

1. Terangkan secara jujur bahwa ini adalah nomor privat, tidak banyak yang mengetahui kecuali teman terdekat yang jumlahnya bisa dihitung jari.

2. Terangkan bahwa handphone ini sebagai solusi kakak dan adik bertiga untuk bermain game, bukan sebagai alat komunikasi secara umum

3. Ingatkan, bahwa nomor handphone kita sekeluarga yang digunakan untuk berkomunikasi dan sebagainya, masih nomor lama yang dipegang ibu

3. Mintalah untuk dihargai keputusan dan privasi ini

Itulah jawaban sekaligus pengajaran saya kepada si sulung.

Mungkin, jawaban seperti ini tidak mudah diterima kerabat tadi. Memahami apa saja kebutuhan anak, orang-orang dewasa hafal seratus persen.

Tetapi memahami dan menghargai jiwa, rasa, pengalaman serta keinginan remaja, tidak semua orang tua memahaminya. Apalagi belum menjadi orang tua sama sekali.

Paling takut menjadi subjektif

Itu adalah saya. 

Sejak mempunyai anak pertama sampai ketiga, saya paling menjaga kesan subjektif atau membela anak sendiri.

Ini adalah sikap mental. Kebanyakan, masyarakat kita berani "berperang" dengan orang lain, atau pihak sekolah, untuk membela anaknya. Dengan keyakinan anaknya sudah dididik pula di rumah, tidak pernah macam-macam, patuh dan penurut.

Untuk menjernihkan hati, menghadapi permasalahan si sulung, saya mengingat -ingat dan menambah referensi di kepala. 

Siapa remaja itu?
Apa karaktetistik remaja?
Apa yang dibutuhkan remaja?

Beberapa lama ini, saya terus belajar parenting remaja. Saya mencoba menerapkan beberapa hal seperti: menghargai privasi, memberikan layanan, memberikan dukungan, pengawasan serta tentunya apresiasi.

Sumber gambar: st2.depositphotos.com
Sumber gambar: st2.depositphotos.com
Sebelum saya memberikan teguran atau menjatuhkan hukuman kepada ketiga anak saya, perlu terlebih dulu menimbang: besar kesalahan, penyebab kesalahan, dampak kesalahan, berapa usia, apa karakter anak.

Jadi, menghadapi dan mendampingi anak-anak, bukan dengan sim salabim. Bukan dengan sebelah mata atau setengah hati. Orang tua perlu memaksimalkan dan menerapkan berbagai metode yang sesuai.

Dasar saya belajar dan menerapkan hal-hal ini kepada anak adalah pesan dari suami. Bahwa anak akan memberikan pula, apa yang sudah kita berikan. Perlakukan dengan lembut, agar kelak anak-anak juga bersikap lembut kepada orang tua.

Demikian Sahabat Kompasianer, semoga Allah swt memudahkan kita, aamiin.

Salam santun, Ayra Amirah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun