Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cita-cita R.A. Kartini, Cahaya bagi Kaumnya di Masa Kini

3 April 2021   08:20 Diperbarui: 3 April 2021   08:22 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyebut nama R.A. Kartini, yang tergambar adalah cita-cita beliau tentang emansipasi terhadap pendidikan perempuan. Kartini menginginkan pembatasan hak mengenyam pendidikan di zamannya, dapat dihapuskan.

Alhamdulillah, kita tahu cita-cita itu sudah mewujud. Tidak ada larangan bagi anak perempuan yang ingin bersekolah. Di seluruh penjuru negeri, anak-anak perempuan mengimbangi anak laki-laki dalam jumlah maupun kualitas. 

Pekerja wanita pun, tidak melulu pada level bawah. Ada banyak wanita dengan posisi pekerjaan membanggakan, pun memangku jabatan bergengsi di tempatnya bekerja.

Dan, setelah saya mengingat-ingat, menelusuri apakah ada anak perempuan di sekitar lingkungan yang nekad bekerja sebagai asisten rumah tangga, agar saudara laki-lakinya dapat bersekolah? Jawabannya, tidak ada.

Kalaupun ada, anak perempuan yang "dikalahkan" oleh orang tuanya, sementara anak laki-laki diberi kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, itu saya pribadi, salah satunya.

Bukan apa-apa. Biaya kuliah, bahkan sampai saat ini, masih saja terbilang besar. Keluarga dari tingkat ekonomi pas-pasan, jelas terkendala untuk memberi kesempatan yang sama bagi seluruh anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan tinggi.

Saya memahami, hal ini merupakan keputusan yang sulit bagi posisi orang tua, dan terpaksa diambil untuk mewakili kepentingan seluruh keluarga. Akan lebih buruk, jika tidak ada satu pun anak-anaknya yang berhasil mengangkat serta mengharumkan nama keluarga.

Apakah saya merasa "dikorbankan"? 

Perasaan seperti itu jelas ada. Kami hanya dua bersaudara, dan adik saya itu laki-laki. Apalagi Bapak juga mengatakan alasannya saat itu. Kelak, seorang perempuan akan bermuara di dapur. Mengabdi pada suami dan anak-anaknya. Sangat tidak baik jika karir yang saya miliki, mengabaikan tugas utama saya kelak. Begitu kira-kira.

Tapi alhamdulillah, semangat saya untuk terus belajar, tidak padam sampai di situ. Sekalipun pendidikan akademik saya mentok pada jenjang Aliyah, saya terus saja berupaya mengembangkan diri dan belajar dari media yang ada saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun