Mohon tunggu...
Ayda Farichatul Laila
Ayda Farichatul Laila Mohon Tunggu... -

Hidup dan nasib, bisa kelihatan misterius,fantastis,berantakan,sparadis. setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik yang sempurna. menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dear Pemerintah, Kami Butuh Keadilan

28 Juli 2015   15:12 Diperbarui: 11 Agustus 2015   20:51 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dear pemerintah otonomi penampung segala suara hati dan aspirasi

Dengarlah cuatan batin kami. Sebagai rakyat jelata kami hanya bisa tunduk dan mengikuti peraturan dan wewenangmu. Berharap petinggi dan penguasa seperti anda semua memperlakukan kami dengan adil dan selalu mensejahterakan segala lapisan masyarakat. Kami yang menggantungkan hidup dari berjualan di pasar, menaruh harap dan doa dengan berdagang agar kelak menjadi tabungan di masa tua, saat ini sedang tersiksa. Kami tak tahu kemana lagi kami harus lari dan berkeluh kesah kalau bukan kepada kalian yang berjas dan berdasi. Kami hanya ingin secuil keadilan dan perhatian untuk sambungan hidup anak cucu kelak.

Dengarlah wahai petinggi, dengarlah jeritan kami. Hari-hari kami berada di tempat penuh dengan bau amis ikan, sampah yang berserakan dengan cucuran keringat yang mengalir deras dikala siang. Kami terganggu dengan kehadiran pasar-pasar berpintu kaca, berlangit-langit lampu yang terang, berhias pendingin ruangan yang begitu memanjakan para pembeli. Membuat mereka merasa betah dan nyaman dalam memenuhi segala kebutuhan.

Kami tidak mengatakan kehadiran mereka sebagai gangguan, tidak juga mempermasalahkannya sebagai suatu persaingan. Kami selalu bersaing antar pedagang, untung, rugi, laku, basi sudah hal yang biasa bagi kami. Masing-masing penjaja dan penjual mempunyai rejeki yang berbeda, semua sama dalam mencari nafkah.

Kami sedikit terusik dan terganggu ketika kehadiran mereka memonopoli pembeli kami, menguasai lahan yang berdekatan dengan tempat kami berjualan. Itu menyebabkan pembeli kami yang dulunya menyemut sekarang perlahan mengurang. Mereka lebih memilih ke tempat yang sedap dipandang, yang dingin menyejukkan, wangi menentramkan, dan tidak berdesak-desakan. Memang, kami tidak bisa memaksa orang untuk datang ke pasar maupun ke swalayan, semua itu adalah pilihan, kemana keinginan mereka untuk berbelanja.

Namun, sebagai rakyat yang hidup bernaung di bawah payung peraturan Negara, kami hanya bisa memelas, mengerang meminta sedikit kebijaksanaan. Pasar kami dan pasar mereka berbeda jauh, kami menang dalam harga tapi tidak dengan fasilitas dan kenyamanan. Sedang mereka menarif harga di atas rata-rata namun sepadan dengan jasa pelayanan yang diberikan.

Dear pemerintah, sekali lagi dengarkan permohonan dan suara isak tangis kami. Kami hanya ingin didengar dan diperhatikan, bukan meminta hak yang mutlak dipenuhi atau sebuah kewenangan pribadi. Jadikan pasar tradisional tetap ramai dikunjungi dan sebagai suatu pilihan. Bersikap adillah agar tidak ada yang tekucilkan dan mendominasi dalam mengelola diantara keduanya, baik kami para pedagang, maupun para pramuniaga di toko swalayan.

Bersikap tegas dan berlakukan kami dengan adil dan bijaksana sesuai undang-undang yang berlaku. Tinjau kembali atas semua pembangunan pasar modern beserta ijin-ijinnya. Harga-harga barang yang dipatokkan, serta jarak minimal kedekatan antar pasar di dalam sebuah lingkungan.
Kami berharap suara kami didengar lalu melihat ketegasan anda dalam suatu tindakan dan penanganan yang nyata. Kami berharap juga tidak ada yang dirugikan maupun diuntungkan. Semoga kita menjadi masyarakat yang patuh terhadap peraturan, agar tercipta suasana yang kondusif, aman dan sejahtera.

Note : Pesanan dari sanggar film sudah siap di dabblingkan ke dalam film documenter yang sedang digarapnya. Ceritanya kemarin dua teman datang ke rumahku untuk sekedar meminta bantuan agar bersedia membuatkan surat untuk pemerintah. Surat yang berisikan tentang jeritan rakyat jelata atas maraknya pasar modern yang ada di Jepara. Karena semakin hari, semakin mencemaskan nasib pasar tradisional yang ada. Ketiadaan peran pemerintah (autopilot) dan menjamurnya pasar modern, menambah daftar persoalan baru bagi masa depan pasar tradisional.

Kehadiran pasar-pasar modern hanya akan memperkaya perorangan atau kaum pemodal. Berbeda halnya dengan pasar tradisional yang memberikan penghidupan kepada banyak rumah tangga yang berjuangan mengandalakan hidupnya dari berjualan di pasar. Pemerintah tidak boleh berpihak kepada pemodal dan meninggalkan rakyat kecil. Pemerintah diharapkan menjadi “penengah” dan mengemban amanah untuk berpihak kepada “wong cilik”.

Jepara
Aydandelion – Galileo

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun