Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Penulis Milenial Lebih Dahsyat Dibanding Penulis "Kolonial"

1 Juli 2022   06:32 Diperbarui: 1 Juli 2022   06:34 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penulis milenial. Foto oleh Anna Shvets/ Pexels

Tentu yang dimaksud penulis kolonial adalah penulis lawas. Pada masa-masa mereka menulis dengan menggunakan mesin tik.

Tapi apa benar penulis milenial lebih dahsyat daripada penulis kolonial? Seharusnya, iya.

Pertama, cara mereka menggunakan alat tulis. Boleh dibilang hampir semuanya menggunakan laptop (komputer), atau setidaknya menggunakan gawai.

Ini amat memudahkan dalam menulis. Bermacam tipe dan ukuran huruf dapat digunakan. Kesalahan penulisan huruf atau kata begitu mudahnya dihapus. Takkan merusak susunan paragraf. Juga penggunaan huruf miring (italics) atau huruf tebal (bold), ukuran tipe huruf yang diinginkan, tinggal klak-klik.

Bagaimana dengan penulis kolonial? Hhh, ribet.

Selain kertas HVS, harus tersedia pula kertas karbon dan Tipp-Ex. Kertas karbon berguna untuk tindasan kalau nanti memerlukan naskah rangkap. Sedang fungsi Tipp-Ex adalah sebagai penghapus untuk huruf-huruf yang salah. Dia berbentuk cairan putih yang kita oles pada huruf yang salah. 

Kalau artikel yang ditulis 5 sampai 12 halaman folio, dapat dibayangkan berapa banyak belang-belang bekas tipp-ex. Apalagi ada koran -- Kompas, misalnya -- mensyaratkan naskah harus bersih dari coretan. Jadi kalau naskah penuh dengan olesan Tipp-Ex atau coretan, terpaksa diketik ulang. 

Yang paling nganu kalau mengikuti lomba menulis cerpen. Selain syarat naskah harus bersih, juga biasanya dikirim rangkap tiga (minimal).

Kalau rangkap tiga berarti harus ada 4 kertas HVS (satu untuk arsip). Ditambah 3 kertas karbon untuk tindasan, jadi jumlahnya ada tujuh. Dapat dipastikan kertas terakhir tulisannya tak begitu terang. Ini karena hentakan huruf pada mesin tik tak begitu kuat.

Huruf-huruf di mesin tik pun hanya satu tipe. Bila ingin sebuah kata (atau kalimat) dicetak miring, maka di bawah kata atau kalimat diberi garis. Kalau menginginkan huruf tebal, di bawah kata itu diberi garis dua. Semua redaktur koran atau penerbit tahu itu.

Adakalanya setelah naskah selesai, sering ditemui kesalahan huruf yang "loncat". Misal kata "makan" tertulis mak an. Untuk itu diberi garis penghubung -- atas dan bawah -- antara huruf "k" dan "a".

Atau ada yang tertinggal atau kelebihan huruf, atau kata. Biasanya penulis membetulkan dengan pulpen

***

Sekarang soal bahan baca.

Penulis kolonial harus rajin membuat kliping dari koran atau majalah, sesuai dengan bidang yang diminatinya. Atau, kalau cukup dana banyak membeli buku. Kalau tidak, ya, sering-sering mengunjungi perpustakaan.

Setelah semua selesai kirim lewat pos. Tunggu saja pemberitahuannya. Kalau artikel opini biasanya dalam seminggu sudah ada kepastian dimuat atau tidaknya naskah yang dikirim. Tak jarang hari ini dikirim (lewat email) sebelum deadline (biasanya kalau koran pukul 18.00), besok bisa dimuat. Tergantung siapa yang menulis, atau tema yang ditulis sedang menjadi pembicaraan. Karena artikel opini yang dinilai, selain sudut pandang dalam suatu peristiwa, juga keaktualan tema.

Sedang naskah sastra (puisi atau cerpen) rentang waktu 3 hingga enam bulan. Lewat dari itu berarti naskah kita tak layak muat.

Referensi penulis milenial? "Colek" aja Mbak Google, langsung lher. Semuanya terpampang apa yang kita inginkan.                                  

Mau kirim naskah juga begitu mudahnya. Lewat internet, "klik", tayang. Bisa di blog pribadi atau blog bersama semacam Kompasiana. Untuk blog semacam Kompasiana, selama tak melanggar aturan, artikel langsung tayang. Dengan aturan bahasa yang tak terlalu ketat.

Nah, dengan kemudahan-kemudahan seperti itu, penulis milenial seharusnya lebih dahsyat daripada penulis kolonial.

Seharusnya. Seharusnya ...!

***

Lebakwana, Juni 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun