Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kiat Menulis Cerpen, Sebaiknya Pengarang Jangan Masuk dalam Karangan

9 April 2021   20:00 Diperbarui: 9 April 2021   20:30 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Gambar oleh Anton Surkov (500px.com) via Pinterest 

Bagaimana cara bertutur. Mengambil orang pertama tunggal (aku, saya), atau bentuk orang ketiga tunggal (dia, atau diselingi dengan menyebut nama tokohnya). Tergantung nyamannya kita. Semuanya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. 

Untuk cerpen mungkin bentuk orang pertama tunggal (aku) lebih mudah (tetap tergantung kepada penulisnya). Sedang novel disarankan menggunakan bentuk orang ketiga tunggal (dia), karena kita bisa lebih mudah mengeksplorasi tokoh lain. Kita bisa menceritakan isi hati tokoh lain. Kalau dengan gaya "aku", tokoh "aku" hanya menduga-duga isi hati tokoh lain. Lagi untuk novel, kalau tidak terbiasa menulis, gaya bercerita dengan sudut "aku", di tengah jalan kita cepat kehabisan napas. Sekali lagi, ini tergantung gaya penulis masing-masing. 

Bagaimana dengan alur cerita. Alur maju a, b, c ..., dst, atau maju-mundur cantik (flashback), itu tetap tergantung nyamannya kita, dan kesesuaian cerita. 

Kemudian komposisi cara bertutur. Apakah semuanya berbentuk narasi, semuanya dialog, atau gabungan keduanya. Sebaiknya untuk pemula adalah gabungan keduanya, ada narasi dan dialog. 

Lalu, bagaimana menuangkan unsur intrinsik, ekstrinsik, metafora, dan segala 'hantu-hantu' penulisan? Halah, abaikan! Kita sedang menulis sebuah karangan, bukan menghadapi ujian bahasa. Atau sedang membedah sebuah karya sastra. 'Hantu-hantu' itu hanya akan menghambat proses penulisan. Biar itu menjadi bagian para pengamat sastra. 

Sekarang mengakhiri cerita. Terkadang ini mengalami kesulitan, sama susahnya saat mengawali cerita. Tetap fokuskan pada penyelesaian konflik, jangan bertele-tele. Apakah itu dengan akhir twist (kejutan), menggantung, atau datar saja, itu hanya pilihan. 

Dan catatan penting, di akhir cerita pengarang jangan 'masuk' dalam karangan. Yang dimaksud adalah jangan sampai pengarang menjadi juru dakwah, juru komentar, dan sebagainya. "Itu akibatnya kalau menggunakan narkoba...! Nah, ini yang terjadi kalau kita sering bersedekah...! Makanya jangan sering selingkuh, keluarga jadi berantakan...!" Dan sebagainya. Itu yang dimaksud pengarang masuk dalam karangannya.

Termasuk di dalamnya cerita anak. Kecuali kita dalam situasi membacakan cerita. Selesai bercerita, baru kita sampaikan makna atau kesimpulan cerita itu kepada anak-anak. 

Dalam sebuah cerpen tentu ada pesan tersirat maupun yang tersurat yang ingin disampaikan pengarang. Tapi jangan terlalu telanjang dalam menuturkannya. Itu menjadi ruang milik pembaca, terserah ia mau menafsirkan apa. 

Perlu diingat juga, dalam menulis harus jujur. Sebutkan kalau cerita yang kita tulis terinspirasi tulisan seseorang, atau dari sebuah puisi. Atau mengutip kata-kata, atau kalimat. Buat catatan kaki, dari mana sumbernya kalimat itu kita kutip. Dalam tubuh cerita biasanya ditandai dengan bintang (*), atau kalau lebih dari satu kutipan tandai dengan angka 1), 2), 3), dan seterusnya. 

Wajar-wajar saja karangan kita terpengaruh dari buku-buku yang pernah kita baca. Nanti dalam perjalanan waktu kita akan menemukan gaya menulis kita sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun