Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Suku Anak Rimba dan Hak-hak Masyarakat Adat

4 November 2015   18:48 Diperbarui: 4 November 2015   19:11 3202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Asap mesiu masih belum lenyap dari ladang pembantaian kemarin. Pagi anyir darah, baru terang tanah, ketika anak-anak remaja dan balita Guarani meninggalkan tanah mereka dengan kano menyusur sungai, menjauh ke pedalaman rimba Amerika Selatan.

Adegan penutup film The Mission (1986) yang dibintangi Robert de Niro dan Jeremy Iron meninggalkan sebuah tanda tanya besar: Apa yang telah kita lakukan atas nama peradaban?

Guarani saat ini merupakan suku Indian yang bertahan di Brazil, Paraguay dan Argentina. Berabad-abad penjajahan dan perbudakan menjadikan mereka beradab. Tapi mereka mempertahankan kebudayaan mereka dengan harga diri yang tinggi. Bahasa Guarani menjadi bahasa sastra dan bahasa percakapan sehari-hari di tiga negara.

Tidak semua masyarakat adat (indigenous) seberuntung Guarani. Ekspansi, perang, kolonisasi, perbudakan, epidemi, asimilasi dan genosida telah melenyapkan beribu-ribu etnis berikut budayanya dari muka bumi. Di Brazil saja, lebih dari 1800 etnis tercatat telah punah. Di seluruh dunia, ribuan suku terancam lenyap karena berkurangnya populasi penduduk asli.

Pandangan Dunia Internasional Terhadap Isu Hak-Hak Masyarakat Adat

Persatuan Bangsa-Bangsa mendeklarasikan Hak-Hak Masyarakat Adat (Declaration on the Rights of Indigenous Peoples, UNDRIP) telah diadopsi  oleh Majelis Umum PBB pada sesi ke-61 di Markas Besar PBB di New York City pada 13 September 2007.

Meskipun Deklarasi Majelis Umum itu bukan instrumen yang mengikat secara hukum di bawah hukum internasional, menurut siaran pers PBB "mewakili dinamika perkembangan norma-norma hukum internasional dan mencerminkan komitmen negara-negara anggota PBB untuk bergerak ke arah tertentu".

PBB menggambarkannya sebagai pengaturan "standar penting untuk perlakuan terhadap masyarakat adat yang pasti dan akan menjadi alat yang signifikan mengatasi pelanggaran hak asasi manusia terhadap 370 juta masyarakat adat di planet ini dan membantu mereka dalam memerangi diskriminasi dan marjinalisasi."

UNDRIP dikodifikasikan sebagai "keluhan sejarah Adat, tantangan kontemporer dan aspirasi sosio-ekonomi, politik dan budaya" adalah "puncak dari generasi panjang upaya oleh organisasi adat untuk mendapatkan perhatian internasional, untuk menjamin pengakuan aspirasi mereka, dan untuk menghasilkan dukungan untuk mereka agenda politik."

Para pemerhati Masyarakat Adat berpendapat bahwa UNDRIP bergema kuat dengan masyarakat adat, sementara pemerintah negara-negara belum sepenuhnya berusaha memahami dampaknya.

Meskipun mendapat dukungan positif, deklarasi ini mendapat tanggapan yang beragam dari negara-negara anggota, terutama yang mempunyai masalah gerakan separatis dan hak-hak masyarakat adat dalam negeri. Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan beberapa negara Afrika meskipun ‘mendukung’ isi deklarasi, tapi menolak menjadikannya sebagai hukum Internasional.

Untuk meningkatkan kesadaran tentang masyarakat adat, Persatuan Bangsa-Bangsa menetapkan tanggal  9 Agustus sebagai Hari Internasional Masyarakat Adat Dunia.

Indonesia dan Hak-Hak Masyarakat Adat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun