Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Masa Depan

7 Mei 2019   15:37 Diperbarui: 7 Mei 2019   15:52 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kereta pengangkut limbah nuklir lewat tengah malam -- yang seharusnya tidak ada yang tahu -- melintas diam-diam melewati rumah Maria sekali seminggu. Dia selalu terbangun oleh getaran lembut namun kuat yang mengalir melalui lantai keramik dan mengguncang ranjang.

Dan dia selalu merasakan kesemutan yang aneh setiap kali itu terjadi, membuatnya tidak bisa tidur hingga pagi. Maria menikmati momen-momen itu, meskipun besoknya seharian dia akan merasa lelah yang sangat.

Dia sadar bahwa dia bukan gadis cantik, tapi dia tidak bodoh. Secara resmi kereta itu tidak ada, tetapi jejak mereka muncul di internet. Dia sering melihatnya lewat di balik bayangan pohon-pohon yang melindungi jalur kereta api dari jendela kamarnya. Meskipun disamarkan dengan baik, dia melihat simbol radiasi pada lebih dari satu kesempatan, ketika ikatan terpal yang menutup gerbong lepas dan melambai-lambai.

Maria tidak keberatan dengan kereta api itu, justru sebaliknya.

Dia bukan salah satu dari para pengunjukrasa karena dia tahu bahwa tenaga nuklir adalah masa depan. Kereta api itu membuatnya merasa terhubung ke masa depan, membuatnya berwawasan ke depan, sementara hal lain dalam hidupnya berasal dari masa lalu. Kereta yang sedang menembus gelap malam melakukan perjalanan menuju esok.

Dia mengirimkan pesan kepada temannya di utara yang juga menyaksikan muatan beracun melewati rumahnya. Bahkan di siang hari bolong. Temannya merasakan hal yang sama dengannya: kebahagiaan menyaksikan kereta masa depan.

Dia meletakkan gawainya dan menyalakan televisi, mengeluarkan botol obat dari sakunya dan mengambil dua butir pil ke telapak tangannya yang lembab oleh keringat. Suatu hari, dia akan menunggu di dekat rel dan akan mencoba untuk melompat ke salah satu gerbongnya. Sungguh, dia ingin tahu tujuan terakhir kereta itu.

Di televisi, penyiar berita menyampaikan jumlah korban kecelakaan kereta api.

Maria menatap pil putih kecil di tangannya dan merasakan tumor di dalam dirinya -- janin dalam rahimnya yang merupakan salah satu korban kecelakaan tersebut -- menyebar beberapa milimeter lebih jauh lagi ke dalam raganya yang rapuh.

Bandung, 29 April 2019

Sumber ilustrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun