Mohon tunggu...
Ayah Farras
Ayah Farras Mohon Tunggu... Konsultan - mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tulisan adalah bagian dari personal dan tak terkait dengan institusi dan perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Humor

Gara-gara Pak Menteri, Otong Rajin Menabung, Kenapa?

15 Desember 2020   12:39 Diperbarui: 15 Desember 2020   13:05 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tumben-tumbennya pagi ini Otong ikut emaknya ke pasar. "Pasti ada apa-apanya nih " Kata emak dalam hati.

Ada beberapa tempat langganan emak di pasar di antaranya warung sayur mpok minah, lapak daging mang Jaja, kios bumbu Uni Zahra sampai tempat terakhir kue pancong bang Udin.

Semua tempat langganan sudah disinggahi emak. Tapi Otong masih belum bilang mau apa. "Tong, emak habis dari kue pancong bang Udin terus kita pulang ya" Kata emak.

"Iya mak, tapi Otong mau mampir ke kios mbah mangun ya mak habis dari kue pancong bang Udin", kata Otong dengan nada maksa ke emaknya.
Kios mbah mangun biasa menjual tusukan sate, tempat panggangan sate, abu gosok, dupa tempat menyan, kembang orang meninggal dan tembikar. Tembikar adalah kerajinan tangan dari tanah liat yang bentuknya macam-macam mulai dari kendi (tempat minum) sampai celengan (tempat nyimpan atau nabung uang).

Selesai terima bungkusan kue pancong emak bergegas ke kios mbah Mangun. "Tong, kita sudah di mbah Mangun nih. Kamu mau cari apa? Kata emak sedikit agak keras nadanya mungkin karena hari sudah panas dan capek keliling pasar. Belum lagi waktu makin mendesak buat olah masakan bapaknya Otong. 

" Mak, Otong mau celengan yang bentuk ayam ya" Kata Otong ke emak. Mendengar apa yang dikatakan Otong, emak langsung sedikit adem deh. "Alhamdulillah kalau Otong sudah punya inisiatif bagus dari kecil semoga bisa buat bekal masa depan atau bisa bantu-bantu emak, " Gumam emak dalam hati

"Mbah Mangun coba saya minta satu celengan ayamnya ya yang paling besar" Pinta emak ke mbah Mangun.

Dipilihlah satu celengan ayam ukuran paling besar dan diserahkan ke emak.
"Gimana tong mau kan yang ini? " Rayu emak ke Otong. 

Tanpa diduga Otong menolak dan sedikit gusar bilang ke emak. "Emak gimana sih masa kecil amat celengannya? " Kata Otong.
"Otong, Ini sudah yang paling besar celengannya", kata emak yang mulai bingung. 

" Mbah Mangun adalagi ngga celengan yang lebih besar lagi dari ini", kata emak. "Ndak ada lagi cah ayu, itu sudah yang paling besar celengannya. Memangnya untuk apa le? Tanya mbah Mangun ke Otong.

"Ini mbah saya mau mulai nabung rutin 10 ribu setiap nyelengin", kata Otong yang mulai bikin senyum senang emak dan mbah Mangun.

"Otong denger-denger nabung 10 ribu bisa cepet kaya cepet alias miliuner dalam waktu hitungan bulan", lanjut cerita Otong.
Emak mulai garuk-garuk kepala walaupun rambut tidak gatal ketombe atau ada kutunya.

" Jadi celengannya mesti besar apalagi kalau sampe jumlah 17 miliar iya kan mak, iya kan mbah? Kebayang kan mak celengan nya seperti apa besarnya kalau sampai 17 miliar? "Tambah Otong.

"Otong denger atau tau dari siapa nabung 10 ribu dapat miliaran hitungan bulan? Tanya emak penasaran.

"Emak ketinggalan berita nih, tuh ada pak menteri nabung 10 ribu terus kumpulnya 17 miliar cuma sebentar. Kalo pak menteri bisa Otong juga bisa mak kalo cuma 10 ribu mah nabungnya", Otong ngotot bela pendapat.

Emak mulai elus dada sambil tarik nafas. "Tong, itu mah bukan nabung namanya tapi korupsi alias nyolong. Amit-amit deh kalau itu sih. Duit 10 ribu diambil per kardus dari bansos dikali ratusan ribu kardus jumlahnya sampai 17 miliar," Kata emak mulai gemes jelasin ke Otong.

"Lah kalau kita nabung 10 ribu buat sampai hasil miliaran keburu tua atau mati tong, " Emak mulai ngga tahan jelasin sambil jewer kecil kuping Otong.

Mbah Mangun ketawa apalagi Otong yang tanpa dosa cengar cengir  sambil ngambil bungkusan kue pancong bang Udin.

(Isk)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun