Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Benjang, Salah Satu Gulat Tradisional Kita

18 Oktober 2022   12:30 Diperbarui: 19 Oktober 2022   15:40 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benjang, bagi masyarakat Jawa Barat, tidak dikategorikan bukan sebagai olahraga beladiri murni, melainkan sebagai praktik seni budaya (Foto: Kompas/Rony Ariyanto Nugroho)

Waditra ini terdiri dari beberapa alat musik seperti 1 buah kendang, 1 buah Terompet, 1 buah Bedug, 1 buah Krecek dan 4 buah Terebang.

Arti nama Benjang ini merupakan singkatan dari kata sasamben budak bujang yang dapat diartikan sebagai permainan yang dilakukan oleh para anak muda bujangan di amben atau bale, dimana anak muda bujangan ini sendiri terkadang ada juga yang menafsirkan sebagai pekerja atau budak perkebunan. 

Apabila kita melihat dari awal kemunculannya pada abad 19 yang masa itu memang banyak dibukanya perkebunan di daerah Jawa Barat dan penamaannya yang dapat diartikan sebagai pekerja atau budak, bisa jadi asal mulanya olahraga Benjang ini dilakukan oleh para pekerja perkebunan dalam rangka untuk menghibur diri pada saat mereka istirahat setelah sekian lama lelah bekerja.

Dapat dikatakan kalau Benjang bisa jadi lahir bukan sebagai beladiri praktis seperti yang ada pada beladiri modern atau beladiri turnamen seperti yang memang diciptakan untuk para atlit olahraga. 

Akan tetapi beladiri gulat ini lebih condong mendekat sebuah pertunjukkan tradisional yang diadakan sebagai hiburan bagi masyarakat yang memang pada masa tersebut hiburannya tidak sebanyak seperti sekarang. 

Hiburan ini menjadi bertambah penting dikarenakan masyarakat tempat lahirnya Benjang adalah masyarakat buruh atau pekerja kasar yang tidak memiliki akses kepada hiburan memadai, sehingga dengan sumber daya seadanya yang dimiliki maka lahirlah pertunjukkan Benjang ini.

Kalau mau dicari mana beladiri yang mirip mungkin adalah Capoeira, mengapa dianggap mirip karena sama-sama dipraktekkan oleh pekerja atau buruh perkebunan di sela waktu istirahat mereka dengan tujuan untuk menjadi pertunjukan yang menghibur.

Ditambah lagi dengan keberadaan musik tradisional yang tidak pernah absen dalam mengiringi pertunjukkan kedua jenis olahraga beladiri ini, sehingga menambah atraktif dan menarik bagi yang menonton.

Namun dalam perjalanannya, seperti banyak bela diri lainnya yang terus berevolsi, Benjang kemudian tidak lagi hanya menjadi pertunjukan para pekerja perkebunan saja.

Hal tersebut tak lepas dari perkebunan di daerah Jawa Barat yang sudah tidak terlalu terkenal lagi dan berakibat tidak lagi membutuhkan banyak pekerja kasar untuk dapat diekploitasi tenaganya. Tidak menutup kemungkinan banyak mantan pekerja perkebunan berpindah tempat dan profesi menjadi petani yang telah memiliki dan membuka lahan pertanian di dusunnya sendiri.

Maka sejak 1923 Benjang tidak lagi menjadi hiburan bagi para pekerja atau buruh perkebunan, akan tetapi praktiknya berpindah ke masyarakat pertanian dengan bukti beralihnya praktik pertunjukan Benjang menjadi ajang silahturahmi antarwarga, yang kemudian diadakan di pekarangan rumah, tanah lapang, ataupun persawahan. Penamaannya pun bertambah menjadi Benjang Gelut, yang berarti lebih menitikberatkan kepada gelut atau berkelahi dengan gulat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun