Mohon tunggu...
Andi W. Rivai
Andi W. Rivai Mohon Tunggu... Penulis - Penolog

Mengejar cinta Allah 'azza wa jalla www.navatour.co.id al Habsy Management

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

10.000 Bisa Berangkat Umroh

13 Maret 2018   12:01 Diperbarui: 13 Maret 2018   12:25 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar; Arsip Pribadi

Sebutlah namanya Nek Ijah. Beliau setiap hari meminta-minta. Ada satu tempat favorit beliau untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya tidak positif itu, yaitu ada pengajian yang membahas tentang sedekah. Saat ustadz mendoktrin jemaahnya untuk bersedekah, Nek Ijah tinggal duduk di depan dan bertugas sebagai alat praktikumnya.

Terlebih, dia selalu datang ke pengajiannya ustadz Yusuf Mansyur. Setiap selasa dan rabu di TPI (sekarang MNC Tv), Nek Ijah rutin datang dan mendapatkan panennya. Suatu hari ustadz Yusuf Mansyur memarahi beliau dan meminta untuk serius dalam mengaji dan bukan meminta-minta.

"kalau besok datang ingin minta-minta saya minta keluar ya, tapi kalau mau ngaji silakan," begitu kira-kira wejangan ustadz Yusuf Mansyur ke Nek Ijah.

Menyadari dirinya sudah ketahuan, akhirnya besoknya Nek Ijah datang lagi tapi berubah niat. Mati kita perhatikan prosesnya. Nek Ijah berpindah dari niat meminta-minta (roller coaster) menjadi niat mengaji (duduk di taman).

Akhirnya, Nek Ijah terus mengaji. Sampai suatu hari ada ustadz Yusuf, ada Nek Ijah, ada saya. Sang nenek terus mengoceh di depan ustadz, padahal ustadz Yusuf Mansur sangat sibuk tentunya. "Sudah nek, cukup...ini mau saya kasih duit 250 ribu, tapi bukan untuk nenek semua, 190 ribu bagi ke orang lain sebagai sedekah, 60 ribu untuk nenek sebagai ongkos bagikan sedekah. Paham?"

"Gak paham ustadz," jawab nenek terbata-bata. Ustadz Yusuf langsung saja bilang ke saya "Nas, terusin, gua banyak urusan," kata beliau.

Saya ulangi lagi penjelasan ustadz, mungkin tadi penjelasannya terlalu cepat, "Nenek, ustadz mau ngasih duit 250 ribu, betul kan ustadz?" seraya saya mencari-cari ustadz yang ternyata sudah tidak terlihat. Oh, saya baru sadar, ternyata kata ustadz "terusin" bukan hanya meneruskan penjelasan, tapi juga meneruskan action-nya untuk member uangnya....heheh...saya dijebak sama ustadz, tapi dijebak yang baik.

Di dompet saya ada uang 300 ribu. "Nek, ini ada uang 300 ribu, tapi bukan untuk nenek semua. 240 ribu bagikan ke orang lain sebagai sedekah, dan sisanya 60 ribu untuk nenek sebagai ongkos membagikan sedekah. Sudah paham nek?" Urai saya perlahan agar dia paham, tapi Nek Ijah jawab dengan lantang "Paham ustadz". Cepet sekali pahamnya, mungkin karena sekarang ada uangnya, sementara tadi gak ada uangnya..hehehe..

Dua minggu kemudian, saya bertemu lagi dengan sang nenek. Dia menangi terharu di depan saya. "Subhaanallah ustadz, Allahu Akbar ustadz..." serunya ke saya.

"Ada apa nek, cerita pelan-pelan" ujar saya.

"Itu uang saya sudah tukar uang-uang kecil ustadz. 2.000, 5.000, 10.000, tapi karena yang datang banyak, cepet habis. Eh, masih ada tiga orang yang datang, "Nek kok bagi-bagi uang saya gak kebagian" kata mereka, akhirnya karena saya didesak, saya ambil bagian saya 10.000 supaya mereka bagi tiga. "Udah abis ya, udah abis" kata saya. Begiat cerita Nek Ijah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun