Energi marah apabila didiamkan saja, maka tidak akan berubah atau tidak akan menghasilkan apa-apa. Sebaliknya jika dilampiaskan kepada tindakan-tindakan yang sifatnya destruktif, juga tidak akan merubah keadaan, malah justru akan menyakiti dan merugikan diri sendiri.
Persoalannya juga, kadang kita mudah menganggap sesuatu itu salah, kemudian menuding penyebab kesalahan, namun tanpa pernah bisa menawarkan solusi atau jalan keluarnya. Maka pelajaran penting dari semangat kekerasan adalah bagaimana mengelola potensi “balas dendam” kepada hal-hal yang positif. Contoh kecil saja, mengapa energi dan kekuatan kelompok tidak disalurkan saja membantu masyarakat korban bencana, misalnya. Tentu akan lebih bermanfaat.
Kita tidak mungkin terus-terusan menyesali, meratapi dan menyalahkan keadaan. Kita juga butuh kreatif untuk mengatasi masalah. Mengatasi masalah dengan tidak menimbulkan masalah baru. Bagaimana jika ada anggota kelompok kita yang disakiti kelompok lain? Atau bagaimana jika masalah tersebut ditimbulkan oleh kelompok lain? Apa yang diharapkan? Membalas perlakuan yang sama? Kita akan membalas menggigit anjing yang telah menggigit kita? Tentu harus ada teknik, cara dan aturannya.
Jika kita melakukan hal yang sama, lantas apa bedanya kita dengan kelompok yang anarkis? Kita ingin menghukum orang yang dianggap salah namun dengan cara yang melebihi kesalahan orang tersebut. Seperti seorang Copet, kesalahannya hanya mencopet, namun kita lebih salah lagi karena membunuh beramai-ramai si Pencopet.
Maka, seburuk apapun sistem dan kinerja aparat hukum kita, saya butuh untuk percaya kepada sistem. Saya butuh mempercayai sesuatu, karena jika tidak mempercayai apapun yang terjadi adalah chaos, huru-hara, dan itu sangat-sangat merugikan, baik untuk diri pribadi, keluarga, kelompok maupun masyarakat kebanyakan. Semoga kita tidak termasuk ke dalam orang-orang yang merugi.