Tanah liat yang cocok untuk produksi batu bata dan genting diangkut dari desa-desa tetangga yang memiliki jenis tanah lebih liat, padat, dan elastis. Truk kecil dan pik-up setiap beberapa hari masuk ke pekon, membawa muatan tanah basah berkarung-karung. Tanah ini kemudian ditumpahkan ke halaman, dicampur air, diinjak-injak hingga kalis, lalu dicetak.
Setiap proses adalah bentuk perlawanan terhadap keterbatasan alam. Ketika desa lain bisa langsung menggali tanah sendiri, warga Jati Agung harus membayar lebih ; baik waktu, uang, maupun tenaga. Namun mereka tak mengeluh.
Batu bata dan Genting yang diproduksi di sini memiliki kualitas yang tak kalah dari hasil pabrik. Bahkan, Kerpus; hiasan genting dekoratif menjadi produk unik yang tidak semua desa miliki. Bentuknya lebih presisi, warnanya alami, dan kekuatannya telah teruji di banyak proyek perumahan, sekolah, hingga bangunan ibadah di berbagai wilayah Lampung dan Sumatera Selatan.
Hasil dari tangan-tangan yang setiap hari bergulat dengan tanah dari luar desa, menjadikan produk ini bukan sekadar material bangunan tapi warisan keterampilan dan keteguhan hati.
Pemerintah Pekon: Kepemimpinan yang Membumi
Sejak tahun 2016, Jati Agung dipimpin oleh Kepala Pekon yaitu Bapak Paryono, yang dikenal masyarakat sebagai sosok pekerja keras dan dekat dengan warga. Salah satu prioritasnya adalah pembangunan yang menyentuh kebutuhan nyata, seperti pengadaan air bersih dan pemberdayaan ekonomi berbasis potensi lokal.
Pemerintah desa juga aktif membangun BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), yang saat ini sudah memiliki armada transportasi desa. Truk BUMDes digunakan tidak hanya untuk logistik kegiatan desa, tapi juga untuk kebutuhan warga seperti mengangkut hasil panen, mengantar hasil produksi bata ke pembeli, atau bahkan mengantar jenazah semua dilakukan secara gotong royong.
Musyawarah dusun dilakukan rutin. Bukan sekadar formalitas, tapi ruang untuk menyampaikan suara, dari ibu rumah tangga, pemuda, hingga pengrajin. Inilah demokrasi desa dalam bentuk terbaiknya di mana suara warga menjadi arah kebijakan pekon.
Ekonomi Mikro yang Tangguh: Memproduksi dari yang Tidak Dimiliki
Setiap hari, dari pekarangan rumah dan halaman luas di Jati Agung, ratusan hingga ribuan batu bata dicetak, dijemur, dibakar, dan disusun. Ada sekitar puluhan keluarga yang aktif memproduksi, dan sebagian besar dilakukan secara mandiri dan tradisional.