GBKP atau Gereja Batak Karo Protestan merupakan salah satu dari Gereja kesukuan yang ada di Indonesia, Gereja menjadi tempat peribadahan bagi masyarakat suku Karo. Namun kalian tahu bagaimana sejarah panjang dari GBKP ini ketika mulai berdiri sendiri?
Â
Berdirinya Karo Kerk yang Akan Menjadi GBKPÂ
Berdirinya gereja ini tidak lepas dari campur tangan pemerintahan Belanda melalui Netherlandsch Zendelingenootschap (NZG) atau sering disebut sebagai zending yang melakukan penginjilan di Tanah Karo sekitar tahun 1890 sampai 1939.Â
Berdasarkan laporan di tahun 1901 salah satu penginjil yaitu Pdt. M. Joustra melaporkan beberapa kegiatan penginjilan dan juga Gereja di tahun 1899 dikarenakan peningkatan jumlah jemaat yang mengikuti ibadah yang membuat ruangan yang sering digunakan untuk melakukan ibadah menjadi sempit dan sesak.
Dengan sumbangan dana, atap ijuk, tenaga dan lain-lain, tepat pada tahun 24 Desember 1899 diadakan penahbisan Gereja oleh pendeta M. Joustra dilanjut oleh acara adat untuk memasuki rumah baru serta kebaktian perayaan natal di keesokan hari. Pada awalnya Gereja ini dikenal dengan sebutan Karo Kerk (Gereja Karo) karena pada saat pertama kali penginjilan dilakukan bagi Suku Karo yang dipelopori oleh Nederlandsch Zendelingenootschap (NZG).
Masa di Mana Masyarakat Karo Harus BerdikariÂ
Kemandirian Gereja GBKP di mulai sekitar tahun 1940 ketika Dr. Hendrik Kraemer yang merupakan konsul NZG datang ke Kabanjahe dan melakukan pertemuan terpisah antara masyarakat Karo dan Zending, hal ini dilakukan Dr. Kremer berlandaskan pemikirannya agar GBKP dikelola oleh masyarakat Karo itu sendiri dan tidak ketergantungan terhadap Zending. Pemikiran Dr. Kraemer ini didasari oleh kekhawatirannya terhadap sikap pemerintah yang mungkin akan lepas tangan terhadap penginjilan zending di Tanah Karo dikarenakan meletusnya Perang Dunia II pada 1 September 1939.
Walaupun mendapat respons positif dari tokoh masyarakat Karo dan Zending, GBKP sebenarnya masih belum mampu untuk mandiri karena tidak memiliki bekal apapun baik itu ilmu, daya, dan dana. Walaupun begitu, pengurus sinode GBKP memilih dua orang guru agama yang bernama Thomas Sibero dan Palem Sitepu untuk diberangkatkan mengikuti pendidikan di Seminari Sipoholon pada tahun 1939. Thomas Sibero dan Palem Sitepu diberangkatkan mengikuti pendidikan di Seminari Sipoholon agar mereka memiliki latar belakang pendidikan teologi dan mampu memimpin gereja GBKP.
Walaupun pada tahun 1939 gereja GBKP belum siap untuk mandiri, namun pada tahun 1939 perkumpulan pemuda gereja sudah mulai berkembang. Perkumpulan ini dibagi menjadi dua, pertama Christelijke Meisjes Club Maju (persatuan remaja diberu Karo) untuk perempuan, kedua Bond Kristen Dilaki Karo (persatuan remaja dilaki Karo) untuk pria. Kedua perkumpulan ini kemudian menyatu dan menjadi benih lahirnya perkumpulan pemuda gereja yang dikenal dengan sebutan Persadan Man Anak Gerejanta (Permata).
23 Juli 1941 diadakan Sidang Sinode I GBKP di Sibolangit dan pada saat itu ditahbiskan Pendeta pertama GBKP yaitu Pdt. Th. Sibero dan Pdt. P. Sitepu. Selain Pendeta pada saat itu sudah ada 35 orang Guru Agama.  Pada  Sidang Sinode yang pertama ini juga, dipilih pengurus sinode GBKP pertama yang diketuai Pdt. J. van Muylwijk. Tata Gereja pertama memakai bahasa Belanda dibuat pada Sidang Sinode ini dan diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1942. Dengan demikian terjadilah peralihan dari pelayanan NZG menjadi pelayanan gereja yang beraliran Calvinis. Pada saat itu GBKP diharapkan menjadi gereja yang mandiri.