Mohon tunggu...
Abdullah Usman
Abdullah Usman Mohon Tunggu... Ilmuwan - sempat fakum, kini aktif kembali

Dosen agribisnis Unram, pengamat prilaku sosial keagamaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mitigasi Dampak Ritel Modern: Refleksi

23 Oktober 2022   22:45 Diperbarui: 23 Oktober 2022   23:00 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kehadiran ritel modern sampai ke pelosok desa, disinyalir telah merubah tatanan kehidupan, bukan saja tatanan ekonomi tetapi juga tatanan sosial kemasyarakatan.  TGH Zainul Mazdi (mantan Gubernur NTB dua periode) memaparkan pengalamannya, bahwa masuknya ritel modern, menaikan PDRB daerah.  Disisi lain, kehadiran ritel modern menyebabkan toko toko dan kios kios kecil banyak yang gulung tikar.  Sebelum hadirnya ritel modern, toko toko itulah yang menjadi donatur kegiatan masyarakat dan keagamaan.  Bankrutnya mereka ini, menyebabkan kegiatan sosial-keagamaan mengalami kemunduran, padahal kegiatan tersebut bisa menjadi wadah duduk bersama untuk memecahkan masalah sosial.  Akibatnya, banyak masalah kecil menjadi besar karena tidak ada media sosial ini.

Bagaimana solusinya?  Muncul dibenak bahwa perkara ini bersifat dilematis dan komplek.  Kios kecil, ditandingkan dengan supermarket, tidak fair, bagai mengadu kuda Sumba dengan anak kuda.  Secara logika, pasti dimenangkan oleh kuda Sumba.  Sebagian besar konsumen memilih mini market sebagai tempat belanja, karena harganya terjangkau, lokasi nyaman dan terasa lebih bergengsi.  Kios kecil menjadi sepi.  Terjadi perubahan struktur ekonomi.

Dikala terjadi perubahan, yang diperlukan adalah adaptasi.  Gagal adaptasi, maka terlempar dari sistem.  Skill dan IPTEK serta semangat ikut menjadi faktor penentu keberhasilan beradapsi.

Ada saran, agar pemerintah memberikan perlindungan kepada pengusaha kecil, supaya mereka bisa tumbuh berkembang sampai bisa berdiri sejajar dengan mini market, sehingga mereka bisa survive dan berkembang.

Idealnya demikian.  Pengalaman menunjukkan bahwa banyak bentuk perlindungan pemerintah diberikan, namun tidak menyelesaiakan masalah.  Pupuk subsidi, misal, didapatkan oleh masyarakat yang tidak mestinya mendapatkannya.  BBM subsidi juga dgunakan oleh rakyat mampu, termasuk Bantuan Langsung Tunai, sebagian didapatkan oleh orang mampu..  Saat bagi raskin, (kasus pada satu tempat), Ketua RW memungut uang Rp 20,000 kepada penerima, sebagai ganti transportasi, katanya.  Sebagian masyarakat yang tidak punya uang, membiarkan raskinnya tidak terambil, sehingga menumpuk di rumah RW.  Tidak mau ambil risiko, RW jual raskin dengan harga murah, dibeli oleh orang mampu.  Demikian kompleknya urusan melindungi rakyat.

Kedua, sejatinya, perlindungan dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada pengusaha golongan masyarakat ekonomi lemah untuk memperkuat diri sehingga bisa mandiri, dan tidak lagi perlu dilindungi.  Namun hal ini sangat jarang terjadi, bahkan terkesan dimanjakan. 

Ada yang berpikir, serahkan saja pada mekanisme pasar, yang tidak kuat bersaing akan tereliminasi dari sistem.  Saran ini, juga tidak tanpa masalah.  Kalau persaingannya sehat, bisa meningkatkan efisiensi. Namun yang sering dijumpa adalah persaingan kotor, menghalalkan segala cara untuk memenangkan persaingan.  

Dalam persaingan dalam bentuk perang harga, misal, harga diturunkan sampai rugi, pengusaha yang modalnya pas-pasan, memilih keluar sebagai pemain, sampai pada tingkat pengusaha dengan modal besar tampil sebagai monopolist.  Untuk mengembalikan kerugianya selama 'mengusir' pengusaha lain, kini monopolist menentukan harga tinggi, bisa jadi sampai meresahkan masyarakat.  Namun apa hendak dikata, masyarakat butuh barang, dan hanya monopolist yang punya barang tersebut.  Kita serahkan sistem ekonomi ke Persaingan kotor semacam ini? 

Pada saat yang sama, masyarakat diracuni prilakunya oleh iklan yang membuat masyarakat menjadi konsumen yang hedonik, belanja aneka barang, padahal banyak barang yang dibeli itu tidak merupakan kebutuhan.  Pinjaman online menambah dalam cengkeraman sistem, melumpuhkan masyarakat.  Awalnya dia nikmati kemudahan, namun tidak disadari diawal, pembayarannya yang mencekik leher.

Sistem apakah yang bisa mengatasi nasib golongan masyarakat ekonomi lemah?  Perkuat basis ekonomi rumahtangga.  Menahan diri dalam berbelanja, menyesuaikan dengan pemasukan; tidak tergoda mengikuti gaya hidup tinggi.  Sebagian kebutuhan dipenuhi sendiri, seperti sayur ditanam di pekarangan rumah, juga lakukan ternak ikan dan ayam.  Sederhnakan kebutuhan, perbanyak syukur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun