Mohon tunggu...
aurellia salsabila
aurellia salsabila Mohon Tunggu... mahasiswa

topik sosial,politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maraknya LGBT

19 Oktober 2025   17:20 Diperbarui: 19 Oktober 2025   17:17 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MARAKNYA LGBT

AURELLIA SALSABILA

Pada saat ini masyarakat Indonesia sedang dihebohkan dengan isu yang sangat hangat diperbincangkan terkait keberadaan Lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau yang sering kita dengar dengan sebutan LGBT. Berdasarkan pengalaman pribadi saya yang sering menjumpai berita dalam akun media sosial yang membahas tentang LGBT, menjadikan saya ingin membahas lebih dalam tentang fenomena LGBT yang sedang marak dimasyarakat.

Keberadaan komunitas LGBT ini semakin menimbulkan rasa ketidaknyamanan dikalangan masyarakat. Kekhawatiran masyarakat muncul karena perilaku komunitas LGBT yang dianggap melanggar norma agama dan menggangu kestabilan sosial. Target mereka rata-rata para pelajar, remaja, dan mahasiswa yang secara piskologis sedang mengalami krisis jati diri dan memiliki jiwa yang sedang tidak stabil. Pada usia ini mereka masih membutuhkan sosok panutan yang dianggap cocok. Kebanyakan dari mereka masih belum memiliki pemahaman agama secara mendalam, sehingga menjadikan mereka sebagai sasaran empuk bagi komunitas LGBT.

LGBT (Lesbian, gay, biseksual, transgender). Lesbian merujuk pada wanita yang mengekspresikan keterkaitan seksualnya terhadap wanita lain, yang berarti wanita tersebut menyukai atau merasakan gairah seksual terhadap sesama jenis wanita. Pria yang memiliki keterkaitan terhadap sesama pria lain disebut dengan gay. Orang yang disebut dengan istilah bisekual yaitu merujuk pada seseorang yang memiliki keterkaitan baik secara seksual maupun emosional pada lebih dari satu jenis kelamin, baik pria maupun wanita. Istilah transgender digunakan untuk menyebut seseorang yang menunjukan tindakan, perasaan, pikiran atau penampilan yang berbeda dengan jenis kelamin yang telah diterapkan sejak lahir (Larasati & Muin, 2024, hlm. 954).

Zahra & Zalianti (2024) menganggap LGBT sebagai penyimpangan seksual yang selalu menimbulkan permasalahan yang dimana menjadi pertentangan dengan norma di masyarakat. Seperti halnya pilihan, orientasi seksual dapat didasarkan oleh penyimpangan psikis yang berasal dari lingkungan masa kecil maupun faktor yang bersifat biologis seperti genetik. Tetapi, disisi lain, di negara-negara liberal seperti Amerika, Paris, belanda dan negara lainnya mereka tidak menganggap LGBT itu sebagai penyimpangan seksual melainkan mereka menyebutnya sebagai kelainan orientasi seksual.

Menurut hasil survei dari berbagai Lembaga independen baik didalam maupun diluar negeri menyatakan bahwa sekitar 3% penduduk Indonesia termasuk dalam komunitas LGBT. Fenomena LGBT yang marak di Indonesia saat ini sangat berkaitan dengan tren dari negara-negara liberal yang memberikan pengakuan dan memberi ruang bagi komunitas LGBT dalam masyarakat. LGBT didefinisikan sebagai bagian life style masyarakat modern yang menganggap pandangan heteroseksualitas sebagai konservatif dan tidak berlaku untuk semua orang. Legitimasi muncul melalui pembelaan ilmiah dan teologis secara apriori untuk memperkuat klaim terkait eksitensi dan tujuan sosial mereka. Situasi tersebutlah yang kemudian memicu penyebaran gerakan LGBT secara cepat seperti epidemi sosial (Harahap, 2016, hlm. 224).

Menurut Harahap (2016) Dalam menanggapi fenomena maraknya aktivitas komunitas LGBT di Indonesia, secara umum dapat dipahami dari tiga perspektif utama yang menjadi fokus dalam perdebatan LGBT di Indonesia, yaitu perspektif agama, perspektif Hak Asasi Manusia, dan perspektif psikologi. Pertama, perspektif agama; Berdasarkan hukum pidana islam, homosesksual dikategorikan sebagai dosa besar karena bertentangan dengan norma agama, norma Susila, serta bertentanga dengan sunnahtullah, dan juga fitur manusia.

Dari yang kita ketahui sejarah gerakan LGBT bermula sejak zaman Nabi Luth, dimana sejumlah besar pengikutnya melakukan pelanggaran agama, terutama dalam bentuk perilaku homoseksual, yang kemudian diabadikan dalam turutnya surat Al-A'raf ayat 80-81 yang artinya:

"(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, "apakah kamu mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kamu di dunia ini?" Sesungguhnya kamu benar-benar mendatangi laki-laki untuk melampiaskan syahwat, bukan kepada perempuan, bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas" (QS. Al-a'raf: 80-81).

Kedua, perspektif Hak Asasi Manusia (HAM); bagi sekelompok orang yang mendukung LGBT mereka beragumen bahwa LGBT itu sebagai Hak Asasi Manusia dalam kebebasan memilih orientasi seksual. Sebagai hak asasi, mereka menuntut untuk dilindungi hak-hak asasi mereka. Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang secara kodrat melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapa pun. Dalam Mukaddimah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dinyatakan "Hak-hak manusia perlu dilindungi dengan peraturan hukum, supaya orang tidak akan terpaksa memilih jalan pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kelaliman dan penjajahan" (Harahap, 2016, hlm. 225).

Sebaliknya, menurut santoso (2016) pihak-pihak yang menentang LGBT berpendapat bahwa LGBT merupakan bentuk penyimpangan dan tidak termasuk dalam konsep HAM. Dalam hal ini, masyarakat dan negara harus berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan upaya preventif terhadap gejala muncul dan berkembangnya LGBT yang akan membahayakan generasi muda bangsa Indonesia. Itulah sebabnya, peran pemerintah yang strategis sangat dibutuhkan untuk mengatasi kontrovesi LGBT secara langsung agar tak terjadi perpecahan bangsa.

Ketiga, perspektif psikologi. Pada awalnya, dalam DSM I (Diagnostic and Statistic Manual of Mental Desorder) dan DSM II, homoseksualitas dianggap sebagai penyimpangan yang termasuk kedalam gangguan jiwa. Namun setelah beberapa kali menerima kritikan, pada tahun 1973 APA (American Psychiatric Association) dalam DSM III mengeluarkan homoseksual dari salah satu kelainan jiwa atau kelainan seks. Perubahan paradigma psikologi dalam melihat homoseksualitas ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap diskursus mengenai legalitas homoseksual dan LGBT secara umum. Setelah dikeluarkan olah APA dari DSM maka LGBT dianggap sebagai perilaku yang alamiah dan normal. Berbeda dengan versi APA tersebut, menurut psikiatri Fidiansyah (Wakil Seksi Religi Spiritualitas dan Psikiatri dari Perhimpunan Dokter Spasilalis Kejiwaan Indosenia (PDSKJI), bahwa LGBT termasuk penyakit gangguan jiwa, dan bisa menular kepada orang lain.  Fidiansyah membantah pendapat sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa LGBT bukan sebuah penyakit (Harahap, 2016, hlm. 225-226).

Maraknya LGBT saat ini yang terjadi di tengah Masyarakat memerlukan pemahaman dan kehati-hatian kita dalam menanggapi fenomena yang sedang terjadi ini. Dalam lingkungan Masyarakat Indonesiasaat ini, isu tentang LGBT menjadi topik yang hangat untuk diperdebatkan. Dari ketiga perspefik yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa adanya perdebatan tentang legalisasi LGBT di Indonesia yang masih multi tafsir antara pro dan kontra dalam masyarakat baik dari perspektif Hukum Islam, HAM dan Psikologi. Dalam tulisan ini saya membahas fenomena LGBT di Indonesia untuk mencari solusi yang terintegrasi secara multidisipliner dari ketiga perspektif tersebut yang berbeda.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun