Implementasi kebijakan merupakan proses pelaksanaan keputusan yang bertujuan mewujudkan program menjadi nyata dan melibatkan interpretasi, koordinasi, serta adaptasi di lapangan. Tahap ini penting karena menjadi penghubung antara pembentukan kebijakan dan hasil yang diinginkan.
Efektivitas implementasi dipengaruhi oleh kejelasan tujuan, sumber daya, komitmen pelaksana, koordinasi lembaga, serta dukungan dari target audiens.
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada awal tahun 2020 telah memaksa berbagai negara untuk mengambil langkah-langkah kebijakan yang cepat dan tepat. Indonesia, sebagai negara dengan populasi yang besar, menghadapi tantangan besar dalam menanggulangi penyebaran virus ini.
Pemerintah Indonesia merespon situasi darurat tersebut dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Regulasi ini menjadi tonggak penting dalam transformasi kebijakan publik di Indonesia selama krisis kesehatan.
Implementasi PP No. 21 Tahun 2020 tentang PSBB berlangsung dalam situasi darurat yang menuntut penyesuaian cepat terhadap keterbatasan waktu dan sumber daya. Kasus ini menunjukkan pentingnya fleksibiltas dalam menerapkan kebijakan nasional ke berbagai konteks lokal dengan kondisi yang beragam.
Studi implementasi PP No. 21 Tahun 2020 menunjukkan bahwa kebijakan publik dalam situasi krisis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Pengalaman PSBB mengungkap tantangan nyata implementasi, yang dapat menjadi pembelajaran penting untuk pengembangan teori kebijakan di tengah krisis.
PP No. 21 Tahun 2020 merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Landasan hukum ini memberikan legitimasi bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah pembatasan kegiatan masyarakat dalam upaya memutus rantai penularan COVID-19.
Implementasi PSBB mengubah secara drastis pendekatan kebijakan publik yang selama ini diterapkan di Indonesia. Perubahan ini ditandai dengan meningkatnya peran negara dalam mengatur kehidupan sehari-hari warganya hingga ke aspek paling mikro.
Transformasi kebijakan publik pertama terlihat dari sentralisasi Keputusan yang lebih kuat. Kementerian Kesehatan menjadi otoritas yang menentukan apakah suatu daerah dapat menerapkan PSBB atau tidak.
Paradigma ini menunjukkan pergeseran dari tren desentralisasi yang telah berlangsung sejak era reformasi. Dalam situasi krisis, pemerintah pusat mengambil peran koordinasi yang lebih dominan untuk memastikan keseragaman respons.