Mohon tunggu...
Auliya Ahda Wannura
Auliya Ahda Wannura Mohon Tunggu... Penulis

Seorang Penulis freelance dan solo traveler.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cara Otak Eksakta dan Non-Eksakta Mengolah Informasi: Sebuah Perbandingan Kognitif

12 September 2025   21:36 Diperbarui: 22 September 2025   15:41 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, ketika dihadapkan pada materi non-eksakta seperti psikologi lingkungan, analisis kebijakan, atau valuasi ekonomi, mereka sering merasa seperti "otak nge-bug" karena tidak ada hukum pasti yang bisa diikuti.

Sebaliknya, anak non-eksakta bisa dengan mudah menghafal teks sejarah, memahami konteks budaya, dan menceritakan kronologi peristiwa dengan rinci. Namun, jika diminta memecahkan soal matematis atau melakukan pemodelan data, mereka cenderung mengalami kesulitan karena pola logis dan perhitungan bukan habitat alami mereka.

Sebagai contoh pribadi, saya, yang lahir dan besar dengan basis eksakta, mengalami kesulitan ketika mempelajari Psikologi atau Antropologi.

Walaupun saya nyaman dengan rumus, pemodelan, dan analisis numerik, saya perlu waktu ekstra untuk memahami narasi perilaku manusia, interpretasi kebijakan, dan konteks sosial yang fleksibel.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dominasi Eksakta atau Non-Eksakta

Dominasi satu gaya berpikir tidak sepenuhnya ditentukan oleh pendidikan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor biologis dan lingkungan. Genetika, pengalaman belajar sejak dini, dan stimulasi otak memainkan peran penting.

Beberapa studi menunjukkan bahwa konektivitas neural dan lateralitas otak bisa mempengaruhi preferensi seseorang terhadap eksakta atau non-eksakta.

Anak yang sering dilatih menyelesaikan problem logis sejak kecil cenderung menguatkan jalur neural untuk berpikir eksakta. Sebaliknya, stimulasi berupa membaca naratif, bermain peran, atau kegiatan sosial memperkuat jalur untuk berpikir interpretatif.

Selain itu, faktor budaya dan sosial juga berperan. Di lingkungan keluarga yang menekankan prestasi eksakta, anak cenderung terbiasa dengan logika, angka, dan efisiensi. Sebaliknya, di lingkungan yang menekankan empati, komunikasi, dan pemahaman manusia, anak lebih cepat menguasai non-eksakta.

Implikasi dan Pentingnya Integrasi Keduanya

Kedua tipe berpikir ini memiliki kekuatan masing-masing, namun justru ketika digabungkan, hasilnya menjadi luar biasa. Dalam konteks studi lingkungan, misalnya, kemampuan eksakta memungkinkan pengukuran kualitas air, pemodelan risiko, atau analisis statistik.

Kemampuan non-eksakta memungkinkan interpretasi perilaku masyarakat, strategi komunikasi pro-lingkungan, dan penyesuaian kebijakan agar diterima publik.

Integrasi ini juga penting dalam pendidikan modern. Kurikulum yang memadukan eksakta dan non-eksakta menyiapkan siswa untuk menghadapi dunia nyata yang kompleks, di mana solusi teknis harus selaras dengan aspek sosial dan manusiawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun