Mohon tunggu...
Aulida Dwi Yola Dinata
Aulida Dwi Yola Dinata Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

saya menyukai liburan, traveling, membaca buku atau novel, menonton drama

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Qa'idah Fiqhiyyah dalam Pembaharuan Hukum Islam

17 April 2024   15:35 Diperbarui: 17 April 2024   15:39 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

NAMA: AULIDA DWI YOLA DINATA
NPM: 2121010071
KELAS: HKI C

Qa'idah Fiqhiyyah Dalam Pembaharuan Hukum Islam

Lima kaidah pokok yang dihasilkan oleh Abu Sa'ad al-Harawi al-Syafii dari Abu Thahir al-Dabbas penyusun kaidah fikih pertama dalam seja-rah perkembangan teori hukum dalam Islam. Pada dasarnya, ga'idah fighiyyah amatlah banyak, namun pada intinya berasal dari lima kaidah pokok, yaitu:
1. Al umuuru bimaqaa shidihaa "segala sesuatu sesuai dengan maksudnya"
2. addhoraru yuzaalu "kemudaratan harus dihilangkan"
3. al yaqiinu  laa yuzaalu bisyaki "keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan"
4. al masyaqqatu tajlibuttaysiiru "kesulitan mendatangkan kemudahan"
5. al 'aadatu al muhakamatu "adat dapat dijadikan (pertimbangan dalam menetapkan hukum)"

a)Lafaz al-umur adalah bentuk jamak dari al-amr yang sifatnya umum bagi seluruh perbuatan dan perkataan atau berlaku umum untuk setiap ucapan, tindakan dan tingkah laku. Dengan demikian, al-umur adalah seluruh urusan. Sehubungan dengan tema kaidah fikih, ilmu fikih itu sendiri memba-has tentang hukum sesuatu dan tentang zat atau materi sesuatu, maka makna dari kaidah di atas ialah hukum yang menyertai urusan hukum itu menyertai apa yang dimaksudkan pelakunya dari urusan itu. Ali Hasbalah menegaskan bahwa baik atau buruk, halal atau haramnya suatu perbuatan tergantung pada niat pelakunya, bukan pada keuntungan, manfaat atau bahaya, kerugian yang mungkin dapat ditimbulkan.
b)Keyakinan dan keraguan merupakan dua hal yang berbeda, bahkan bisa dikatakan saling berlawanan. Hanya saja, besarnya keyakinan dan keraguan akan bervariasi tergantung lemah-kuatnya tarikan yang satu dengan yang lain. "Keyakinan itu tidak dapat dihilangkan dengan keragu-raguan." Kaidah ini kalau diteliti secara saksama, erat kaitannya dengan masalah akidah dan persoalan-persoalan dalil hukum dalam syariat islam. Namun demikian, sesuatu yang diyakini keberadaannya tidak bisa hilang kecuali berdasarkan dalil argumen yang pasti (gath'i), bukan semata-mata oleh argumen yang bernilai saksi/tidak qathi. Keyakinan (al-yaqin) adalah kepastian akan tetap tidaknya sesuatu, sedangkan keraguan (al-syak) adalah ketidakpastian antara tetap tidak-nya sesuatu. Asumsi kuat (dhann) yang membuat sesuatu mendekati makna yakin dari segi tetap atau tidaknya, menurut syariat dihukumi sama seperti keyakinan. Keyakinan dan keraguan merupakan dua hal yang berbeda, bahkan bisa dikatakan saling berlawanan. Hanya saja, besarnya keyakinan dan keraguan akan bervariasi tergantung lemah-kuatnya tarikan yang satu dengan yang lain. "Keyakinan itu tidak dapat dihilangkan dengan keragu-raguan." Kaidah ini kalau diteliti secara saksama, erat kaitannya dengan masalah akidah dan persoalan-persoalan dalil hukum dalam syariat islam. Namun demikian, sesuatu yang diyakini keberadaannya tidak bisa hilang kecuali berdasarkan dalil argumen yang pasti (gath'i), bukan semata-mata oleh argumen yang bernilai saksi/tidak qathi. Keyakinan (al-yaqin) adalah kepastian akan tetap tidaknya sesuatu, sedangkan keraguan (al-syak) adalah ketidakpastian antara tetap tidak-nya sesuatu. Asumsi kuat (dhann) yang membuat sesuatu mendekati makna yakin dari segi tetap atau tidaknya, menurut syariat dihukumi sama seperti keyakinan.
c)"Kesulitan itu dapat menarik kemudahan." Lafaz al-masyaqgah dalam bahasa Arab ialah sinonim dari lafaz shu'ubah yang berarti kesulitan. Sedangkan lafaz taisir sinonimnya adalah al-takhfif yang berarti kemudahan atau keringanan. Dengan demikian, kaidah di atas berarti setiap kesulitan memberikan jalan kemudahan dan keringanan. Maksud al-masyaggah (kesulitan) yang membawa jalan kemudahan di sini adalah kesulitan yang pada taraf yang menyebabkan mukalaf meninggalkan kewajiban syariat, seperti kondisi perjalanan sakit, kondisi terancam, kondisi bodoh, bencana umum, lupa dan gila.
d)"Mudarat itu dapat dihapus." Lafaz al-dlarar menurut al -Khusyaini berarti sesuatu yang tidak bermanfaat bagi seseorang tapi membawa bahaya bagi orang lain. Dengan demikian, kaidah di atas mempunyai arti bahwa seluruh yang menimbulkan bahaya harus dilenyapkan. Maka kaidah ini sangat penting dalam membangun hukum Islam. Kaidah ini berlaku secara luas dalam berbagai objek kajian fikih. Tidak terhingga banyaknya ketetapan hukum fikih yang menerap-kan kaidah ini, baik ketetapan hukum mengenai pemeliharaan manfaat maupun penolakan kerusakan atau bencana, bahkan termasuk juga peme-liharaan kemaslahatan dlaruriyat, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, nasab, harta dan kehormatan. Pada dasarnya kaidah ini kembali pada upaya mewujudkan tujuan hukum yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan dengan menolak segala kerusakan atau bencana, bahkan kerusakan atau bencana yang bakal ditimbulkan oleh hal-hal yang bermanfaat sekalipun termasuk dalam cakupan yang harus ditolak.
e)"Adat kebiasaan itu menjadi hukum." Secara bahasa al-adat berarti yang berulang-ulang, sedangkan secara istilah, adat adalah perilaku yang sesuai dengan tabiat suatu masyarakat tertentu dan berlaku secara terus-menerus dalam praktik kehidupan tanpa adanya penolakan."
Contoh dari kaidah ini adalah:
1. Seseorang menjual sesuatu dengan tanpa menyebutkan mata uang yang dikehendaki, maka berlaku harga dan mata uang yang umum dipakai.
2. Batasan sedikit, banyak dan umumnya waktu haid, nifas, dan suci bergantung pada kebiasaan (adat perempuan sendiri).
3. Di desa-desa sudah biasa orang yang ke warung untuk mengambil jajan semaunya dan sesukanya, baru kemudian setelah itu pembeli memberi informasi bahwa ia telah mengambil beberapa makanan dan kemudian dibayarnya. Keadaan yang demikian telah lama dilakukan oleh masyarakat kita dan tidak pernah ada masalah dan para ulama juga tidak ada yang mempermasalahkannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun