Mohon tunggu...
Aulia Sefa Irfanna
Aulia Sefa Irfanna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa semester 1 yang suka ngefangirl

Selanjutnya

Tutup

Financial

China Bangkit Pasca Pandemi

8 Desember 2022   10:00 Diperbarui: 8 Desember 2022   10:04 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pada tahun 2020, Tiongkok mengalami pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 merupakan wabah penyakit yang berasal dari Wuhan, Tiongkok. Virus ini bernama SARS-CoV-2, sebutan lain dari virus ini adalah Corona. Corona merupakan virus yang sangat cepat berevolusi, sehingga menjadi salah satu virus mematikan di dunia. 

Awalnya pandemi ini hanya mengjangkiti warga Wuhan, karena cepatnya penularan menyebabkan virus menyebar sampai ke wilayah China. Pandemi terjadi karena kebiasaan warga yang tidak menerapkan hidup bersih dan rumornya masyarakat Wuhan sering mengonsumsi daging kelelawar liar. Akibatnya, banyak warga Wuhan yang mengalami gejala awal yang disebabkan dari virus Covid-19, antara lain pusing, batuk, pilek, dan demam. Hari demi hari banyak korban yang berjatuhan, setelah ditelusuri corona virus bersifat menular. 

Penularan yang begitu cepat membuat negara China kewalayahan dalam mengatasi corona virus. Kasus corona kian meningkat. Oleh karena itu, negara tirai bambu mengambil kebijakan agar virus ini tidak menyebar ke negara lain dengan cara menutup berbagai akses dari dalam maupun luar. Namun, kebijakan ini sangat berisiko untuk perekonomian suatu negara khususnya bagi negara China.

Negara yang sering dijuluki Negeri Panda ini sedang mengalami masalah ekonomi akibat lockdown. Lockdown adalah salah satu cara untuk mengendalikan penyebaran virus. Dampak dari kebijakan lockdown sangat banyak. Dampak dari kebijakan ini membuat roda perputaran ekonomi China anjlok. Akibatnya, banyak pertokoan, hotel, tempat wisata, perusahaan ekspor-impor tutup sementara sampai waktu yang belum ditentukan. Selain itu, banyak pelaku usaha besar dan kecil gulung tikar akibat sepi pembeli yang membuat penurunan pendapatan. Lockdown membuat kegiatan warga terbatas. Hal ini tentu sangat berat karena masyarakat China hanya berdiam diri di rumah, mulai dari sekolah daring, bekerja dari rumah, berbelanja via online, dan sebagainya. Selama pandemi warga China menerapkan kebijakan Stay at Home.

Penerapan kebijakan Stay at Home membuat masyarakat melakukan segala kegiatan dari rumah guna menekan laju penularan Covid-19. Kebijakan di rumah saja dapat dikatakan sukses karena tingkat penularan mulai menurun. Kebijakan ini belum diketahui sampai berapa lama tergantung dengan perkembangan  kasus. Sebenarnya, ajakan untuk berdiam diri di rumah dilihat dari segi memutus penularan Covid-19 sangat efektif, tetapi tidak bagi segi perekonomian negara. Selain Stay at Home, Pemerintah China juga menerapkan kebijakan Work from Home. Kebijakan ini hampir sama dengan kebijakan Stay at Home yang melakukan pekerjaan kantor dari rumah. Hal ini membuat perkantoran dan perusahaan membatasi segala aktivitas. Ditambah kondisi negara yang menghadapi pandemi, maka perkantoran dan kegiatan ekonomi lainnya mengalami penurunan pendapatan yang signifikan, sehingga mau tidak mau para atasan perusahaan melakukan PHK massal. Peristiwa ini membuat warga resah.

PHK massal sangat dikeluhkan oleh masyarakat. Para pekerja diberhentikan secara paksa tanpa adanya aba-aba yang membuat mereka frustasi untuk mencari pekerjaan baru di tengah kondisi krisis ekonomi akibat pandemi. Mereka tidak mempunyai bekal apapun untuk menyambung hidup di hari esok. PHK massal membuat rakyat miskin menjadi miskin. PHK massal dilakukan karena perusahaan tak sanggup membayar gaji karyawan. Namun,  tak hanya karyawan saja yang diberhentikan, banyak kegiatan ekonomi yang tutup permanen. Hal ini disebabkan karena adanya resesi.

China menjadi tumpuan ekonomi terbesar kedua di dunia. Akan tetapi pada 2020, perekenomian Tiongkok mengalami penurunan ekonomi akibat resesi yang tinggi. Resesi adalah turunnya pendapatan ekonomi dalam waktu stagnan dan lama, bisa sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.. Hal ini menjadi sorotan besar bagi negara lain karena China merupakan negara kawasan produksi terbesar. Resesi seakan-akan menggeroti setiap dinding pertahanan ekonomi China karena pandemi yang tidak usai. 

\Resesi terjadi disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya adalah guncangan ekonomi yang tidak stabil akibat adanya pandemi Covid-19 yang mengakibatkan adanya inflasi yang tak terkendali. Keadaan ekonomi China pada tahun 2020 sangat kacau dampak dari resesi yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan pendapatan perusahaan menurun drastis. Akibatnya, meningkatnya angka pengangguran dan upaya pemerintah dituntut membuka lapangan pekerjaan sebanyak mungkin. Alhasil, utang pemerintah meroket tajam.

Pemerintah China mempunyai utang negara yang begitu besar saat pandemi Covid-19. Utang ini berasal dari upaya pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya yang dilakukan pada kondisi perekonomian yang tidak stabil. Faktor penyebab utang China yang meroket tajam dikarenakan ketidakpastian lingkungan ekonomi global saat pandemi dan ekonomi domestik yang tidak stabil dan merata. Negara yang memiliki kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia saat ini sedang berjuang untuk menstabilkan kembali ekonomi di tengah terjeratnya utang dalam situasi pandemi. Dikabarkan tingkat utang negara tirai bambu sedang melonjak. Sebenarnya, negara yang mencatat pelonjakan utang pada pandemi bukan hanya China. Tercatat negara dengan sebutan Negara Adidaya, seperti Amerika Serikat (AS). Jepang, dan Eropa diprediksi mengalami pelonjakan utang ketika pemerintah meningkatkan pengeluaran untuk memulihkan sektor bisnis dan rumah tangga dalam mengatasi pandemi. Namun, Negara China menjadi penyumbang utang terbesar di antara Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Meskipun demikian, China dapat membuktikan bahwa perekonomian negara semakin membaik seiring terkendalinya pandemi. 

Setelah melewati kurun waktu selama dua tahun, perekonomian China berangsur pulih. Ditunjang dengan menurunnya kasus Covid-19 membuat roda ekonomi China berjalan normal. Berbagai sektor ekonomi terus menerus ditingkatkan agar menstabilkan laju perekonomian saat pandemi pada dua tahun yang lalu. Pemerintah China membuka kembali kerjasama antarnegara di dunia, memberlakukan kembali ekspor-impor, membuka akses negara dari dalam ataupun luar, meningkatkan produksi barang atau jasa, dan aktivitas perkantoran serta kegiatan ekonomi sudah dbuka. Hal ini membuat pendapatan dan devisa Negara China meningkat. Tak perlu waktu lama untuk membangkitkan kembali perekonomian China. Banyak upaya yang telah dilakukan sampai China dapat bangkit kembali dari keadaan terpuruk.

Upaya China dalam menghidupkan laju ekonomi negara pasca wabah melanda bukan perkara yang mudah. Saat Covid-19 menurun. Pemerintah China mengambil langkah cepat dan matang sehingga laju ekonomi pulih serta bangkit dari keadaan terpuruk. Hal ini membuat negara lain meniru langkah China dalam mengatasi masalah ekonomi saat pandemi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun