Media sosial dan manusia dizaman ini rasanya seperti dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ketika dua manusia baru berkenalan, setelah menanyakan nama pasti yang ditanya berikutnya adalah username. Entah instagram, twitter, atau media sosial yang lainnya.
Media sosial. Sebuah media untuk bersosialisasi, pada awalnya. Namun semakin kesini rasanya fungsinya semakin bergeser. Fungsinya semakin kesini malah menjadi sebuah patokan status sosial. Status dan posisi yang disematkan dengan melihat angka. Angka jumlah followers, likes, comment, atau subscribe. Semuanya dilihat hanya berdasarkan angka-angka itu. Tanpa menyadari bahwa tak semua hal di dunia ini dapat dinilai berdasarkan angka.
Popularitas.
Statuta sosial.
Parameter kebahagiaan hidup.
Semua bisa didapatkan dengan begitu mudah di media sosial. Semua seolah digantungkan pada media sosial itu. Apa yang dilakukan manusia, jika tak dilihatkan di media sosial maka seringkali dianggap tak melakukannya.
Aneh sekali melihat betapa media sosial sudah seperti nadi manusia, yang tanpanya manusia merasa seakan tak bisa hidup.
Bukan salah keberadaan media sosialnya. Sebab ia hanyalah seonggok benda mati yang sesungguhnya diciptakan untuk memudahkan manusia.
Ini salah kita, manusia yang memiliki akal. Yang masih sering salah mengartikan, memaknai keberadaannya.