Mohon tunggu...
Aulia Almita
Aulia Almita Mohon Tunggu... mahasiswi teknik informatika

Halo! Saya Aulia Al Mita, mahasiswa Teknik Informatika yang suka menonton film dan menulis hal-hal seputar teknologi serta tren media sosial. Lewat Kompasiana, saya ingin berbagi tulisan ringan tentang dunia digital dan hiburan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Buat saya, menonton bukan cuma hiburan, tapi juga cara untuk belajar tentang karakter, teknologi, dan kreativitas. Semoga tulisan saya bisa menginspirasi dan memberi pandangan baru buat kamu semua 😊

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Budaya Jadi Konten: Transformasi Tradisi di Dunia Digital

15 Oktober 2025   18:45 Diperbarui: 15 Oktober 2025   18:45 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi: penari membuat konten budaya tradisional

Coba buka media sosialmu. Dalam beberapa detik, kamu mungkin melihat seseorang menari menggunakan lagu daerah, ada pula yang memasak makanan tradisional, atau mengenakan pakaian adat dengan gaya modern. Semua itu bukan sekadar hiburan --- tapi potret nyata bagaimana budaya kini hidup dan berkembang di dunia digital.

Dulu, budaya diwariskan lewat lisan, pertunjukan, dan pertemuan antarwarga. Kini, budaya berpindah rumah: dari panggung ke layar, dari ruang komunitas ke ruang virtual. Era digital membuat penyebaran budaya menjadi lebih cepat dan luas. Melalui TikTok, Instagram, hingga YouTube, siapa pun bisa memperkenalkan tradisinya ke dunia --- cukup lewat satu unggahan singkat.

Fenomena ini membawa perubahan besar. Budaya kini bukan hanya diwariskan, tapi juga dikemas. Generasi muda tampil sebagai kreator, memadukan unsur tradisional dengan sentuhan modern. Misalnya, musik daerah yang digabung dengan beat elektronik, atau tarian adat yang disesuaikan dengan tren kekinian. Hasilnya? Budaya lokal tampil lebih segar dan mudah diterima oleh generasi baru.

Namun, di balik semaraknya tren ini, ada sisi yang perlu kita renungkan. Tidak semua budaya bisa disederhanakan menjadi "konten viral." Ketika budaya dikonsumsi dengan cepat, maknanya bisa terkikis. Banyak yang meniru tanpa memahami asal-usul atau nilai filosofis di baliknya. Inilah tantangan besar budaya digital: antara pelestarian dan komersialisasi.

Meski begitu, digitalisasi tidak selalu berarti kehilangan makna. Justru di tangan orang yang tepat, media sosial bisa menjadi sarana pelestarian budaya yang luar biasa. Kita hanya perlu lebih sadar dan bijak --- menikmati budaya bukan sekadar karena viral, tapi karena memahami nilai dan cerita di baliknya.

Budaya digital bukan musuh tradisi, melainkan jembatan antara masa lalu dan masa depan. Selama kita mau menghormati akar budaya, setiap "like" dan "share" yang kita berikan bisa menjadi cara baru untuk melestarikan identitas bangsa di tengah arus global.

---

### Referensi:

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2023). Budaya Digital dan Transformasi Sosial di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun