" Pemikiran dan Kritik Agus Hermanto: Â terhadap Hak dan Kewajiban Suami Istri Perspektif Hukum Islam"
Agus Hermanto adalah salah satu dosen disebuah Universitas Uin Raden Intan Lampung, dalam artikelnya beliau mengkritik bahwa perempuan masa kini telah melampaui batasan ruang gerak domestik semata. Â Partisipasi aktif mereka dalam berbagai aspek kehidupan menjadi bukti nyata tuntutan zaman yang dinamis. Tafsir-tafsir klasik, walau merefleksikan kondisi sosio-kultural masa lalunya, harus diinterpretasi ulang. Mengingat ajaran Islam yang relevan di setiap zaman dan tempat (shlihun fi kulli zamn wa makn), maka pemahaman keagamaan kontemporer perlu disesuaikan dengan realitas sosial budaya terkini. Keengganan untuk melakukan penyesuaian tersebut akan menghambat kemajuan dan keadilan bagi perempuan.
Stereotipe gender merupakan bentuk penindasan yang sistemik dan merugikan. Pelabelan yang bias terhadap kelompok tertentu, khususnya perempuan, menciptakan ketidakadilan dan menghambat potensi mereka. Â Stereotipe laki-laki sebagai pencari nafkah utama, misalnya, Â mengorbankan kontribusi perempuan yang seringkali dipandang sebagai pekerjaan sampingan, meski pendapatan mereka bisa jauh lebih besar. Â Pandangan ini mengabaikan realitas di mana perempuan memainkan peran krusial dalam perekonomian rumah tangga dan bahkan masyarakat luas. Oleh karena itu, memperbaiki persepsi dan menghilangkan stereotip gender menjadi penting untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan yang sejati.
Menurut Agus Hermanto beban ganda yang dipikul perempuan dalam rumah tangga merupakan realitas yang tak dapat diabaikan. Tanggung jawab domestik, mulai dari memasak hingga mengasuh anak, menciptakan beban kerja yang jauh lebih berat dibandingkan laki-laki. Meskipun keluarga menengah mungkin mempekerjakan pembantu rumah tangga, ironisnya, pekerja ini yang umumnya perempuan sering kali kurang terlindungi secara hukum. Keluarga miskin menghadapi situasi yang lebih berat lagi, perempuan tidak hanya menanggung beban domestik, tetapi juga harus bekerja di sektor publik untuk menambah penghasilan keluarga. Akibatnya, waktu dan tenaga perempuan terkuras habis, mereka menjadi yang terakhir tidur dan tercepat bangun, Â menunjukkan jam kerja yang jauh melebihi laki-laki. Keadaan ini menuntut perhatian serius untuk menciptakan kesetaraan gender dan meringankan beban perempuan dalam rumah tangga.
Agus Hermanto dalam kajiannnya menyebutkan bahwa konsep mu'syarah bi al-ma'rf dalam Al-Quran memberikan panduan bijak dalam membangun hubungan suami-istri yang setara dan saling mendukung. Suami yang ideal bukan hanya sebagai pemimpin, tetapi juga sebagai penjaga dan pembantu istrinya, Â sebagaimana istri juga berperan demikian. Â Kesabaran atas kekurangan pasangan menjadi kunci penting dalam membangun hubungan yang harmonis. Â Namun, Â realitas sosial seringkali jauh dari ideal tersebut. Â Seperti yang ditekankan Mansour Fakih, Â ketidakadilan gender perlu ditindaklanjuti dengan upaya menanamkan kultur bilateral, Â di mana anak laki-laki dan perempuan diperlakukan sama. Â Hal ini penting untuk mewujudkan keadilan gender yang sesungguhnya, Â sekaligus menyanggah pandangan yang menolak feminisme secara tanpa kritik. Â Perlu diingat bahwa feminisme, dalam inti ajarannya, Â berjuang untuk kesetaraan dan keadilan, Â bukan untuk menentang nilai-nilai agama. Â Oleh karena itu, Â pemahaman yang komprehensif dan inklusif terhadap ajaran agama dan prinsip-prinsip kesetaraan gender sangat dibutuhkan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan beradab.
Konsep pernikahan dalam Islam, sebagai penyempurnaan ajaran terdahulu (sdd al-zari'ah),  menawarkan kerangka ideal tentang hak dan kewajiban suami istri.  Meskipun model suami sebagai kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah tangga  merupakan konsep yang pernah dijalankan,  implementasinya di tengah umat Islam saat ini seringkali jauh dari ideal.  Ketidakkonsistenan dalam penerapan nilai-nilai kearifan dan keadilan dalam pernikahan menyebabkan munculnya berbagai permasalahan dan ketidaksetaraan. Oleh karena itu,  perlu adanya upaya untuk merevitalisasi pemahaman dan praktik pernikahan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan yang diajarkan Islam, agar konsep ideal tersebut dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata.
Dalam pandangannya Agus Hermanto berpendapat bahwa pandangan feminis tentang hak dan kewajiban suami-istri, yang sering kali diinterpretasikan ulang dari ayat-ayat Al-Quran dan hadits, bukanlah konsep yang sepenuhnya baru. Konsep serupa telah ada sebelum Islam. Â Islam datang membawa penyempurnaan dan keadilan, Â namun interpretasi kontekstual yang keliru dapat menimbulkan masalah. Â Memprovokasi kesetaraan peran laki-laki dan perempuan secara absolut, tanpa mempertimbangkan konteks dan potensi mudharatnya, Â merupakan pendekatan yang berbahaya. Â Jika kesetaraan peran tersebut diadopsi secara luas tanpa mempertimbangkan konsekuensi sosial dan budaya, Â dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan. Oleh karena itu, ijtihad dalam hal ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati, Â mempertimbangkan aspek kemaslahatan dan menghindari potensi mudharat yang dapat terjadi.
Pada tulisannya Agus Hermanto menegaskan reinterpretasi feminis terhadap hak dan kewajiban suami-istri dalam rumah tangga berangkat dari realitas sosial di mana banyak istri kini turut berkontribusi dalam mencari nafkah. Â Argumentasi mereka didasarkan pada prinsip keadilan, kesetaraan, dan kebaikan. Â Namun, Â reinterpretasi ini perlu dipahami sebagai tawaran kontekstual, Â bukan sebagai doktrin mutlak yang harus diadopsi secara universal. Â Konsep pernikahan dalam Islam, Â jika diterapkan dengan benar, sejatinya telah membawa kemaslahatan. Â Oleh karena itu, Â perlu adanya dialog dan pemahaman yang lebih mendalam untuk menemukan keseimbangan antara reinterpretasi kontekstual dan prinsip-prinsip fundamental ajaran Islam, sehingga tercipta model keluarga yang adil, harmonis, dan sejahtera.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI