Sejarah Desa Awu-Awu diambil berdasarkan cerita Pangeran Awu Awu langit yang datanya diperoleh dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat Desa Awu-Awu dan studi literatur. Dimulai saat, Jaka Panuntun meninggalkan rumahnya, dan saat itu Tumenggung Wingko menculik Rara Wetan. Terjadi pertarungan antara Jaka Panuntun dan Tumenggung Wingko, yang membuat Jaka Panuntun tampaknya tewas dan tubuhnya dihanyutkan ke sungai. Namun, Pangeran Awu Awu Langit menemukan Jaka Panuntun dalam perjalanan dan memberikan pertolongan kepadanya. Setelah mendengar cerita dari Jaka Panuntun, Pangeran Awu Awu Langit memutuskan untuk menyerang Tumenggung Wingko. Dengan dibantu oleh ayam jago kesayangannya, "Klawu Bendo". Pangeran Awu Awu Langit berhasil memenangkan pertarungan dan setelah itu Rara Wetan pulang dan menikah dengan Pangeran Awu Awu Langit, dikenal juga sebagai Nyai Bagelen.
Mereka memiliki tiga anak: Bagus Gento, Rara Pitrah, dan Rara Taker. Nyai Bagelen memberi larangan bagi penduduk setempat, termasuk larangan memelihara sapi dan menanam kedelai hitam karena ada kejadian tragis dan menyebabkan anak-anaknya meninggal tertimbun padi dan kedelai hitam. Meskipun ada larangan, seiring waktu penduduk mulai melanggarnya. Nyai Bagelen kemudian melakukan tapa brata dan moksa untuk menyusul suami dan anaknya yang sudah meninggal. Dia dikejar oleh tentara Mataram, tetapi Tumenggung Awu Awu Langit telah menyerang mereka terlebih dahulu. Ketika prajurit Mataram datang ke Desa Awu-Awu, Tumenggung Awu Awu Langit terbang ke langit dan meninggalkan kain ikat kepalanya. Tempat moksanya dikenal sebagai Desa Awu-Awu atau Desa Awu-Awu Langit, di mana masih ada petilasan "Kedhaton" sebagai kenang-kenangan hingga saat ini.
Keberadaan Makam Syekh Abdul Jalal di Desa Awu-Awu menarik banyak perhatian dari masyarakat sejak 2 (dua) tahun belakangan berkat pemuda-pemudi setempat yang berkeinginan menjadikan makam tersebut sebagai wisata religi. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan generasi saat ini yang bisa mendasari sifat Ukuwah Islamiyah.
“Pemuda-pemudi yang pertama kali mengenalkan dengan istilah Desa Wisata Religi kepada generasi sekarang. Saat ini pengenalannya dulu, baru nanti ukuwah islmaiyahnya.” Bapak Kelik sebagai Ketua Pokdarwis.
Akhirnya, dengan adanya makam tersebut, Pemerintah setampat berkeinginan untuk menjadikan Desa Awu-Awu sebagai desa wisata. Namun, untuk memperoleh kedudukan sebagai desa wisata, berdasarkan kunjungan dari Dinas Pariwisata Desa Awu-Awu dinilai belum memenuhi persyaratan yang diberlakukan oleh Pemerintah Jawa Tengah. Sehingga, legalitas Desa Awu-Awu sebagai desa wisata belum tercantum dalam daftar pariwisata Jawa Tengah. Hal tersebut diketahui dari Ketua Pokdarwis yaitu Bapak Kelik yang mengatakan bahwa:
“Untuk legalitas desa wisata tersebut beberapa waktu lalu belum berwujud sertifikat, sekarang lebih berfokus pada pengembangan visi dan misi.”
Selain itu, menurut Ketua Pokdarwis tersebut Pemerintah Desa terus melakukan pengembangan untuk memenuhi kriteria desa wisata. Sebab, saat ini baru terdapat Surat Keterangan (SK) Dinas Pariwiasata yang mengesahkan Makam Syekh Abdul Jalal dan belum ada legalitas terkait organisasi pengelolanya. Padahal, legalitas bagi pengelola merupakan hal yang utama karena berkaitan dengan pembuktian bahwa usaha pariwisata yang dikelola tidak melanggar aturan hukum, sarana promosi usaha, syarat penunjang perkembangan usaha dan memudahkan dalam mendapatkan mitra usaha. Kesulitan dari tidak adanya legalitas tersebut terbukti dari pembangunan yang terkesan lambat karena tidak adanya dana, yang mana tiket masuk yang biasanya ada di tempat wisata belum dapat diberlakukan. Sehingga, dalam pembangunan toilet contohnya, Pemerintah desa mengumpulkan dan dari warga sekitar yang melakukan iuran meskipun sampai saat ini modal tersebut belum ada untungnya.
“Pembangunan toilet ini supaya tidak membuat trauma pengunjung yang ingin buang air kecil/besar. Toilet tersebut dibangunnya dari mengumpulkan dana tapi sekarang belum balik modal.”
Untuk mengusahakan adanya keuntungan yang dapat digunakan sebagai dana pemeliharaan, Pokdarwis menyediakan kotak infaq atau sumbangan yang dapat diisi seikhlasnya oleh para pengunjung. Menurut pihak setempat, Pemerintah Kabupaten telah memberikan bantuan dana, namun dari Dinas Pariwisata sendiri belum ada bantuan apapun dan hanya datang untuk melihat serta melakukan penilaian. Karena Desa Awu-Awu menjadi bagian dari Kabupaten Purwerejo, menurut Pasal 8 ayat (3) terdapat beberapa poin yang menyebabkan Wisata Religi Awu-Awu ini belum mendapat legalitas, seperti:
- Ketersediaan infrastruktur meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, pengolahan limbah, telepon dan sebagainya.
- Perkembangan jumlah pengunjung.
- Rencana mitigasi bencana
Hal-hal tersebut yang kemudian mempengaruhi penilaian dari Dinas Pariwisata, karena pada saat penilaian Wisata Awu-Awu tersebut belum memiliki fasilitas seperti toilet dan tanda-tanda bahaya bencana.
“Kemarin mau promosi tapi kata dinas pariwisata belum memenuhi kriteria jadi belum berani. Denah lokasi saja baru dibuat, tanda-tanda titik kumpul tsunami juga baru dibikin sama Pak Lurah setelah ada Dinas Pariwisata dan toilet juga baru di parkiran belakang.”
Selain itu, perkembangan jumlah pengunjung wisata tersebut sangat tidak stabil. Dapat dikatakan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah desa Awu-Awu baru berjalan setelah adanya kunjungan dari Dinas Pariwisata. Namun, Ketua Pokdarwis mengatakan bahwa pihaknya mendatangkan Dinas Pariwisata untuk meminta bantuan dan tidak hanya sekedar menilai.
“Sebenarnya kita mendatangkan Dinas Pariwisata kasarnya meminta bantuan, tetapi karena masih banyak kurangnya sampai saat ini belum ada respon dan hanya datang-datang saja. Tetapi seharusnya kalau masih jauh dari kriteria justru dibantu dan disupport.”
Saat ini, pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Awu-Awu belum menghasilkan dampak yang signifikan seperti membantu income warga sekitar dan meningkatkan ekonomi warga. Harapannya, wisata Makam Syekh Abdul Jalal ini dapat mencontoh Masjid Jogokariyan dalam berbagai halnya.
Namun, beberapa waktu lalu dengan usaha yang cukup rumit akhirnya Desa Awu-Awu sudah mendapatkan sertifikat legalits sebagai Desa Wisata Rintisan. Hal ini diketahui melalui Pak Heri selaku Ketua Bumdes (Badan Usaha Milik Desa). Dengan adanya legalitas ini diharapkan Desa Awu-Awu dapat berkembang dengan pesat dan dikenal oleh masyarakat luas baik dalam kota maupun luar kota.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI