Mohon tunggu...
Aufa Rahadatul Aisy
Aufa Rahadatul Aisy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Upaya Taiwan dalam Usahanya untuk Mencapai Kemerdekaan Penuh dari China

18 April 2022   00:21 Diperbarui: 18 April 2022   00:40 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Meningkatnya ketegangan antara China dan Taiwan bukan lagi hal yang baru. Sudah sejak lama dua China ini memiliki konflik yang berkepanjangan. Taiwan menginginkan kedaulatan secara penuh dan tidak lagi terikat dengan China. China jelas menentang keinginan Taiwan. Bagi china, Taiwan memiliki arti yang penting. Taiwan merupakan wilayah yang dianggap strategis, sebab posisinya berada di antara Asia Timur dan Asia Tenggara. China khawatir jika Taiwan merdeka secara penuh, maka pengaruh paham demokrasi yang dibawa Amerika Serikat akan semakin meluas dan mengancam keberadaan paham komunis yang dibawa oleh China. Selain itu, merupakan suatu kelemahan bagi China jika China membiarkan Taiwan merdeka begitu saja. Akan menjadi pukulan telak bagi  China jika Taiwan berhasil melepaskan diri. Oleh sebab itu, penting bagi China untuk segera melakukan reunifikasi dengan Taiwan.

Demi menahan Taiwan dalam usahanya memerdekakan diri, China mengeluarkan kebijakan One China Policy dimana melalui kebijakan ini China bersikeras bahwa negara-negara tidak dapat mengakui Taiwan dan tidak dapat memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan. Kebijakan ini didasarkan pada konsensus 1992 Hongkong yang berisi pengakuan masing-masing terhadap prinsip One China oleh kedua belah pihak. Namun, antara Taiwan dan China memiliki pengertian yang berbeda terhadap konsensus tersebut. China memiliki pandangan bahwa China harus mengacu pada Republik Rakyat Cina sebagai satu-satunya yang mewakili China dalam dunia internasional. Sementara Taiwan terpecah menjadi dua pandangan, KMT berada pada posisi patuh dengan apa yang telah disetujui dalam konsensus 1992, namun DPP membantah adanya konsensus 1992 dan tetap berpegang teguh pada posisi dasar Resolusi Taiwan's Future yang menyatakan bahwa Taiwan adalah negara merdeka dan berdaulat. Akibatnya konsensus tersebut tidak berjalan dengan semestinya dan Taiwan tetap dengan usahanya memerdekakan diri.

Melalui kerja sama pertahanannya dengan Amerika Serikat, Taiwan terus memperkuat pertahanannya dan memperbarui setiap persenjataan serta alutsista yang dimilikinya. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi dan mengantisipasi peningkatan kekuatan militer China. Amerika Serikat menjadi negara yang secara rutin memasok dan menjual persenjataan ke Taiwan. Melalui landasan Taiwan Relation Act Amerika Serikat menerapkan strategi deterens untuk melawan perilaku unilateral People's Liberation Army (PLA atau angkatan bersenjata China) terhadap Taiwan. Taiwan Relation Act merupakan landasan yang digunakan oleh Amerika Serikat untuk mempermudah kerjasamanya dengan Taiwan dalam berbagai bidang termasuk bidang keamanan dan pertahanan. Dalam pasal 3 Taiwan Relation Act menyatakan bahwa Amerika Serikat memiliki hak untuk menjual persenjataan kepada Taiwan sebagai bentuk pertahanan diri sesuai jumlah yang dibutuhkan.  Lewat kerja sama ini, Taiwan telah berhasil membangun ini pertahanannya sendiri secara bertahap dan efektif. Taiwan bahkan telah menghabiskan 30% anggaran nasional untuk pertahanannya. 

Adanya penjualan persenjataan dari Amerika Serikat ini memiliki pengaruh yang besar terhadap peningkatan militer Taiwan. Penjualan persenjataan ini pertama kali terjadi pada tahun 1980 dimana pada saat itu pemerintah Amerika Serikat telah menyetujui penjualan persenjataan ke Taiwan dengan nilai $800 juta. Nilai ini semakin meningkat setiap pembeliannya. Pada periode tahun 20012004, Taiwan membeli artikel dan servis pertahanan dengan nilai mencapai $3,7 miliar, pada periode 20052008 meningkat menjadi senilai $3,9 miliar, dan tahun 2010 tepatnya ada pemerintahan Obama, Amerika Serikat menyetujui rencana penjualan senjata ke Taiwan sebesar $6,4 milyar. Pembelian ini terdiri dari 114 misil Patriot, 60 helikopter Black Hawk dan peralatan komunikasi untuk pesawat F16 pesanan Taiwan. Kerja sama pertahanan ini berlangsung dengan baik. Melalui kerja sama ini Taiwan mampu meningkatkan kapabilitas militernya dengan terus melakukan modernisasi pada setiap persenjataannya. 

Meski masih belum dapat dibandingkan dengan kekuatan militer China, bukan berarti Taiwan dapat diremehkan. Selain mengandalkan kerja samanya dengan Amerika Serikat, Taiwan juga memiliki keunggulannya sendiri dalam beberapa hal. Bidan teknologi yang diungguli oleh Taiwan juga memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan militernya. Melalui kemandirian industri pertahanannya yang cukup efektif, Taiwan memiliki 3 organisasi dibawah komando kementerian pertahanan dan kementerian ekonomi, yakni The Chung Institut Sains and Technology (CSIST), the Combine Service Force (CSF), dan Aerospace Industrial Development Cooperation (AIDC). The Chung Institute Sains and Technology (CSIST) berfokus pada penelitian mengenai aeronautika, rudal dan roket, elektronik, dan kimia. CSIST juga melakukan penelitian untuk pengembangan sistem, pemeliharaan sistem, jaminan kualitas, bahan R&D, pengembangan aeronautika, dan manufaktur rudal. Selama berdirinya CSIST telah memproduksi berbagai macam persenjataan, diantaranya Roket Kung Feng 6A, Hsiung Feng I dan Hsiung Feng II SAM, sistem kontrol tembakan artileri, sistem sonar paksa sistem peperangan elektronik angkatan laut dan angkatan laut dan pesawat latih Tzu Chiang, Tien Kung I dan Tien Kung II SAM dan Tien Chien AAM.

Taiwan secara mandiri terus berkembang dengan terus memproduksi berbagai macam alutsista yang telah memberikan kontribusi besar dalam upaya peningkatan pertahanan dan keamanan Taiwan. Tain juga telah berinvestasi demi meningkatkan sistem pertahanan udaranya, diantaranya pada pertahanan rudal balistik (BMD),  sistem anti-pesawat untuk memprediksi serangan udara dengan rudal jelajah, pesawat berawak dan UAV. Dengan demikian, Taiwan akan terus melakukan berbagai upaya demi mencapai keinginannya untuk merdeka dan berdaulat secara penuh. Taiwan akan terus meningkatkan kekuatan militernya untuk dapat melepaskan diri dari China. Hal-hal ini mampu mengubah situasi China menjadi insecurity dimana Taiwan terus menjauh dari kebijakan one China policy dan meningkatkan kekuatan militernya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun