Kota Gaza, sebuah kota yang terletak di wilayah Palestina, saat ini tengah menghadapi situasi yang sangat sulit. Serangan balasan dari Israel terus berlangsung, dan warga kota ini hidup dalam ketakutan yang tak kunjung usai.Â
Mereka terjebak dalam situasi yang menyulitkan, dengan pilihan yang sangat terbatas untuk melindungi diri mereka dan keluarga mereka.
Situasi ini dirasakan dengan sangat mendalam oleh Nadiya, seorang ibu yang tinggal bersama dua anaknya. Setiap serangan yang terjadi mengguncang hati dan pikiran mereka.Â
Nadiya merasakan detak jantungnya yang semakin kencang, dan tubuhnya gemetar setiap kali serangan udara terjadi. Suaminya, seorang dokter yang membantu organisasi bantuan internasional, sibuk menangani para korban luka di lapangan, sehingga Nadiya harus menghadapi ketakutan bersama kedua anaknya.
Pada suatu pagi, Nadiya terbangun oleh suara pintu dan jendela yang pecah akibat serangan. Serangan ini dimulai pada pukul 08.00 pagi dan berlanjut hingga tengah malam, tanpa henti.Â
Nadiya harus menjelaskan kepada anak sulungnya, yang masih berusia lima tahun, bahwaÂ
"mendengar suara ledakan beberapa saat lebih lambat dari ledakan yang sebenarnya terjadi" adalah tanda bahwa mereka masih aman.Â
Ini adalah cara terbaik yang bisa dia lakukan untuk menjaga ketenangan anaknya dalam situasi yang mencekam.
Namun, serangan-serangan ini tetap berdampak buruk pada keluarganya. Bayi laki-laki berusia tiga bulan mereka mengalami kejang-kejang dan menolak makan.Â
Selama beberapa hari terakhir, Nadiya menolak untuk meninggalkan rumah mereka. Rumah ini penuh dengan kenangan yang berharga baginya, dan dia merasa bahwa itu adalah satu-satunya tempat yang masih memberinya sedikit ketenangan.