Mohon tunggu...
Kinar Set
Kinar Set Mohon Tunggu... Pustakawan - rajin dan setia

senang belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Waspadai Hammer Pemecah Bangsa

1 September 2022   09:20 Diperbarui: 1 September 2022   09:28 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Ada merek pakaian yang bernama hammer atau kalau di-indonesiakan artinya Palu. Pakaian merek hammer sangat sukses beberapa dekade lalu, disukai kaum remaja karena model dan warnanya.

Hammer dalam konteks alat kerajinan atau pertukangan adalah alat bantu merekatkan dua benda, biasaya kayu dengan kayu atau kayu dengan tembok. Dua buah kayu direkatkan oleh paku dan didorong oleh hammer akan membentuk sesuatu dan akan melekat.

Namun dalam konteks lain, semisal batu, hammer bagi batu adalah alat pemecah. Dari sebuah batu besar, hammer akan bekerja memecah menjadi batu-batu lebih kecil yang besarannya disesuaikan dengan kebutuhan. Mungkin kita pernah menyaksikan di jalan para tukang memacah batu memakai palu panjang. Point yang harus dicatat adalah : hammer itu alat.

Dalam konteks kebangsaan, kita juga akan bertemu dengan hammer-hammer di sekitar kita. Hammer itu bisa negative (pemecah) bangsa, ada yang positif (perekat) bangsa, tergantung konteks kita memakainya. Dan perjalanan kebangsaan kita mencapai 77 tahun ini membuat kita harus melampaui banyak hal. Mulai dari merebut kemerdekaan dengan darah dan air mata, mempertahankannya. Berbagai ujian seperti krisis moneter dan pandemic Covid 19 sudah kita lampaui.

Alat ini akhirnya ada yang benar-benar dipakai sebagai pemecah bangsa. Kita bisa lihat dalam politik. Isu agama dan ras dalam beberapa pemilu dipakai sebagai hammer ; alat pemecah bangsa. Saat Pilkada Jakarta, agama benar-benar dipakai sebagai alat untuk meraih suara dari masyarakat. Intinya agama menjadi barang jualan untuk dibeli dan kekuasaan dibeli atau diraih dengan cara apapun.

Dan memang benar sebagian masyarakat terpukau dan terjebak untuk membeli "barang" itu. Akibatnya, ujaran kebencian terdapat dimana mana dan waktu kapan saja. Saat itu kita bisa temui di media sosial, di berbagai televisi, juga kita jumpai di rumah-rumah ibadah. Dan memang akhirnya kekuasaan dapat diraih oleh pihak tertentu, namun dampaknya sangat tragis. Aroma kebencian dan saling curiga sangat kental diantara kelompok masyarakat, dan pada akhirnya masyarakat terbelah.

Kini, dua tahun menjelang Pilpres 2024, hammer atau alat yang digunakan sama tetapi dikemas dengan agak berbeda. Kali ini "hammer" nya adalah Islamofobia. Islamofobia adalah satu sikap yang takut atau curiga terhadap agama Islam dan penganutnya dalam hal ini kaum muslim.

Islamophobia yang paling nyata terlihat sesaat setelah penyerangan Menara kembar WTC di New York tahun 2001. Saat itu banyak non muslim di dunia alami Islamofobia yang akhirnya di tingkat global, Islamofobia ada sampai sekarang.

Bisa jadi Islamofobia dipakai oleh beberapa pihak untuk membelah bangsa demi meraih suara. Pihak itu itu menciptakan seolah ada warga Indonesia yang Islamofobia dan yang anti Islamofobia. Seperti Pilpres 2019 dan Pilkada Jakarta, isu agama dipakai untuk meraih suara, bisa jadi pada Pipres 2024 ini, isu Islamofobia dan anti islamophobia menjadi hammer pemecah bangsa.

Maukah kita terjebak dan terjerembab untuk kedua kalinya ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun