Mohon tunggu...
Athiah Listyowati
Athiah Listyowati Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Fulltime Blogger & Public Officer

Interesting on human behavior, Islamic economic finance and books.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merindukan Transportasi Umum Ramah Wanita

28 Juni 2013   09:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:18 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan melihat judulnya saja mungkin  kompasianer sudah bisa membayangkan apa yang akan saya tulis berikut. Mungkin tentang betapa susahnya memperoleh kenyamanan di transportasi umum, mungkin juga tentang pelecehan, mungkin juga tentang sumpah serapah, mungkin juga tentang kriminalitas. Atau, mungkin lebih dari itu, trauma.

Selama kurang lebih 3 bulan ke belakang -hingga hari ini- saya resmi menjadi penumpang setia KRL Depok-Gondangdia, pagi dan malam. Harga rumah yang tidak terjangkau di lingkar dalam Jakarta, mendorong saya -dan mungkin sebagian dari pembaca- memilih tinggal di wilayah Depok, Bogor, Bekasi. Sejak saat itulah, KRL menjadi bagian dari keseharian saya.

Awal Maret, jadwal KRL Depok-Jakarta Kota berurut di antara pukul 6 kurang sepuluh hingga 6 lebih tiga puluh. Hingga entah kenapa -dengan dalih Gapeka- jadwal bergeser cukup jauh, KRL berurut di pukul 6 lebih 10 hingga 6 lebih 30. Sejak saat itu, KRL terasa lebih penuh dari biasanya. Lebih terasa sesak padat dari biasanya. Dan intinya, jadwalnya pun lebih tidak nyaman dari sebelumnya.

Perubahan jadwal yang tidak nyaman mungkin bisa kita bisa siasati, tapi sepertinya harapan untuk menyiasati kenyamanan menggunakan transportasi umum KRL dalam beberapa waktu terakhir akan sangat sulit. Terutama bagi penumpang wanita. KRL berangkat dari Bogor dalam keadaan hampir penuh. Sampai di Stasiun Depok dapat dipastikan tidak tersedia lagi tempat duduk. Gerbong khusus wanita hanya 2. Sisanya gerbong campuran. Kami, para wanita, terpaksa harus berdesakan dengan para lelaki. Yang notabene lebih kuat dari segi fisik. Kami, para wanita terhimpit di antara para lelaki.

Jika dibandingkan, memang jumlah penumpang laki-laki lebih banyak dari jumlah penumpang wanita. Tapi jelas, untuk menampung penumpang butuh lebih dari 2 gerbong. Mengapa gerbong khusus wanita begitu penting? Karena wanita lebih lemah. Wanita lebih rawan dijahati. Wanita tidak sekuat laki-laki. Dan wanita tidak nyaman berdesakan dengan laki-laki. Bisakah manajemen KRL menambah lagi gerbong khusus wanita?

Puncak dari ketidaknyamanan KRL selama tiga bulan terakhir adalah hari ini. Pagi ini saya menaiki kereta Bogor-Tanah Abang-Jatinegara. Sampai di Depok, kereta sudah penuh sesak. Saya dan suami tidak mendapat space kecuali sedikit, cukup untuk menampung tubuh kami saja. Bernapas pun susah. Di depan saya ada seorang bapak-bapak cukup berumur. Melihat saya yang wanita ini, beliau tidak bergeming sama sekali. Tetap bersikukuh mempertahankan teritorinya. Padahal saya lihat masih ada sedikit space untuk bapaknya bergeser dan memberi ruang bagi saya yang wanita untuk sedikit bernapas. Saya hanya membatin. Sampai akhirnya kereta semakin penuh dan bapak itu tetap tidak bergeming. Bahkan suami yang berusaha melindungi saya pun akhirnya terseret arus penumpang. Saya sudah tidak tahan. Akhirnya saya beranikan diri untuk memberi saran kepada bapak yang bandel itu, "Bapak, boleh bergeser sedikit ke yang bagian yang kosong itu", sambil mata saya mengarah ke space yang sebenarnya masih bisa bapak itu tempati. Saya tidak mungkin bergeser ke sana karena space tersebut tepat di samping kanan bapaknya, sedangkan saya ada di sebelah kiri bapaknya. MasyaAllah, bukannya minta maaf kalau sudah tidak bisa bergeser lagi, atau mengatakan sepatah kata untuk memberi tahu saya -jika memang keadaan beliau sudah tidak mungkin bergeser lagi- bapak itu hanya terdiam. Tanpa bergeser, tanpa bergeming sedikitpun. Seketika itu saya menitikkan air mata. Memohon kekuatan kepada Allah swt dan keikhlasan untuk memaafkan orang tersebut. Dalam usaha saya menegarkan diri, di belakang  terdengar suara dua orang wanita yang bertengkar karena salah satu merasa didorong oleh yang lain. Dan bukannya meminta maaf, wanita yang tidak sengaja mendorong malah mengatai wanita lain itu agar tidak usah naik kereta jika tidak mau didorong. Seperti inikah kereta membentuk mental kita?

well, saya memang sedang mengadu. Tetapi dalam aduan saya, saya berharap ada pihak yang kemudian melihat fenomena ini dan memberi solusi terbaik untuk semua konsumen KRL, serta mulai sadar diri. Saya tahu sebenarnya di luar sana masih banyak wanita yang mendapat ketidakramahan lebih dari saya. Mungkin mereka menganggap itu hal biasa dan mengikhlaskannya, mungkin juga memuaskannya dengan kemarahan saat penumpang lain membuat mereka terganggu. Tapi, apakah kita akan mempertahankan keadaan ini untuk selamanya?

Dengan membeli tiket KRL, memang tidak ada jaminan untuk saya akan mendapatkan tempat duduk di KRL. Saya sadar itu. Apalagi transpotasi umum seperti KRL, tentu tidak mudah untuk bisa memberi kenyamanan hingga ke titik itu. Harapan saya adalah, beri kami transportasi umum yang ramah wanita. Baik dari segi fasilitas maupun perilaku orang -orang di dalamnya (dari petugas hingga penumpangnya).

Jika saja semua penumpang laki-laki memberi kesempatan kepada para wanita untuk didahulukan, minimal di jam-jam sibuk. Memberi kesempatan kepada wanita agar tidak berdesak-desakkan dengan para pria yang jelas lebih kuat dari mereka. Minimal, itulah solusi yang saya harap bisa diterima oleh semua penumpang dan petugas. Bukan, bukan saya minta diberi tempat duduk kalian wahai para penumpang lelaki. Tetapi beri ruang untuk para wanita berada di lokasi yang aman (misal di bagian tengah gerbong, di antara kursi). Saya bukan siapa-siapa kalian. Memang saya tidak kenal kalian, dan kalian tidak kenal saya. Tetapi dalam keadaan seperti apapun, jika saya bisa membantu ibu hamil, ibu dan balita atau orang tua (lelaki maupun perempuan) saya usahakan untuk bisa membantu. Kenapa? Karena suatu saat mungkin saya hamil, suatu saat saya membawa anak kecil, suatu saat saya akan tua, dan saya akan mengalami kesulitan yang mereka alami di transportasi umum. Maka, seperti itu pula seharusnya kalian memandang kami, bahwa kalian punya ibu seorang wanita, punya saudara wanita, punya anak wanita dan punya istri seorang wanita, yang mungkin mengalami hal yang sama dengan para wanita lain yang terpaksa berdesakan di gerbong bersama kalian.

Untuk manajemen KRL, mohon dapat memperhatikan jadwal kereta dengan baik, melakukan sensus untuk mengetahui jumlah penumpang laki-laki dan perempuan. Apakah di jam sibuk masih proper hanya mengkhususkan dua gerbong untuk wanita? Apakah tidak sebaiknya gerbong wanita di tambah?

Dan untuk seluruh penumpang, saya tahu, sebenarnya kita semua masih kecewa dan belum puas dengan kondisi KRL saat ini. Tapi dengan saling mengerti dan memahami,saya rasa, ada sedikit ruang untuk saya -dan para wanita lain terutama- untuk menghirup ketegaran menunggu kondisi transportasi lebih baik. Saya merindukan transportasi umum ramah wanita. Pun jika transportasi umum ramah wanita itu pernah ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun