Mohon tunggu...
Attalia Meta
Attalia Meta Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Airlangga Tahun 2023

Mahasiswa Universitas Airlangga jurusan Bahasa dan Sastra Jepang tahun 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perbandingan Tradisi Pertumbuhan Anak di Jepang dan Indonesia

17 April 2025   02:21 Diperbarui: 17 April 2025   02:21 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://japaniseme.com/omiyamairi/

Perbandingan Tradisi Pertumbuhan Anak di Jepang dan Indonesia 

Merayakan fase-fase kehidupan manusia merupakan tradisi yang hampir dimiliki oleh setiap negara, dengan cara dan makna yang berbeda-beda. Di Jepang, perayaan fase kehidupan tidak hanya berfungsi sebagai warisan budaya, tetapi juga mengandung nilai sosial dan spiritual yang mendalam bagi masyarakatnya. Tradisi-tradisi ini umumnya melibatkan keluarga, komunitas, hingga kuil Shinto, dan dianggap penting sebagai bentuk harapan serta doa untuk masa depan anak. Beberapa ritual yang berkaitan dengan masa pertumbuhan anak di Jepang dilaksanakan sejak bayi lahir hingga anak berusia tujuh tahun. Masyarakat Jepang meyakini bahwa fase-fase awal kehidupan tersebut sangat krusial dan perlu disambut dengan berbagai upacara simbolik.

Di Indonesia, terutama di masyarakat Jawa, kita juga mengenal berbagai bentuk tradisi dalam menyambut kelahiran dan pertumbuhan anak. Meskipun berbeda dalam pelaksanaan dan simbol-simbol yang digunakan, esensi dari upacara-upacara tersebut tetap sama: sebagai bentuk rasa syukur, doa untuk kesehatan, dan harapan akan masa depan yang baik bagi sang anak.

Tulisan ini akan membahas lima tradisi penting yang dijalankan oleh masyarakat Jepang, yaitu Oshichiya (お七夜), Omiyamairi (お宮参り), Okuizome (お食い初め), Hatsu Tanjou (初誕生), dan Shichi-Go-San (七五三).

Oshichiya (お七夜) adalah upacara yang dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Dalam tradisi ini, nama bayi dituliskan di atas selembar kertas khusus (命名書 meimeisho) dan diletakkan di tempat yang dapat dilihat oleh seluruh keluarga. Upacara ini merupakan bentuk syukur atas keselamatan ibu dan bayi setelah proses persalinan, serta menjadi momen resmi untuk memperkenalkan nama sang bayi kepada keluarga dan lingkungan sekitar.

Tradisi ini memiliki kemiripan dengan aqiqah dalam masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan Muslim Jawa. Dalam aqiqah, bayi diperkenalkan kepada keluarga dan masyarakat melalui prosesi penyembelihan hewan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan. Meski bentuk pelaksanaannya berbeda, kedua tradisi ini memiliki makna yang serupa: memperkenalkan sang bayi secara resmi dan memanjatkan doa serta harapan atas masa depan yang baik. 

https://japaniseme.com/omiyamairi/
https://japaniseme.com/omiyamairi/

Omiyamairi (お宮参り) merupakan kunjungan pertama bayi ke kuil Shinto yang biasanya dilakukan pada hari ke-31 setelah kelahiran untuk bayi laki-laki, dan hari ke-32 untuk bayi perempuan. Dalam tradisi ini, keluarga membawa bayi ke kuil untuk diperkenalkan kepada dewa pelindung (ujigami) dan memohon perlindungan serta berkah bagi pertumbuhan dan kesehatannya. Upacara ini menandai bahwa bayi telah siap diperkenalkan kepada dunia luar, sekaligus sebagai momen spiritual penting dalam kehidupan awal sang anak.

Tradisi ini memiliki kemiripan dengan tradisi tedak siten atau selapanan dalam budaya Jawa, yang dilaksanakan ketika bayi berusia 35 hari atau 40 hari. Dalam tradisi tersebut, keluarga juga mengadakan upacara syukuran dan doa agar bayi tumbuh sehat serta dijauhkan dari mara bahaya. Kedua tradisi ini menunjukkan adanya kesadaran spiritual yang tinggi terhadap pertumbuhan awal seorang anak, meski dilakukan dalam konteks budaya dan kepercayaan yang berbeda.

Okuizome (お食い初め) adalah upacara makan simbolis yang dilaksanakan saat bayi berusia 100 hari. Momen ini juga dikenal sebagai Momoka Iwai (百日祝い, ももかいわい) atau Kuizome no Hi (食い初めの日). Tradisi ini mencerminkan harapan keluarga agar sang anak tidak pernah kekurangan makanan sepanjang hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun