Mohon tunggu...
Rengga Muslim
Rengga Muslim Mohon Tunggu...

History Educator | Announcer of 107.7 Madani FM | Duta Bahasa Jabar | Translator | Writer | Coffee Addicted | Follow me on twitter @rengga_muslim

Selanjutnya

Tutup

Drama

Review: Teater Henrik Ibsen Rumah Boneka: Maskulinitas dalam Sosok Nora

2 Mei 2012   02:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:51 1782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Saya mempunyai tugas yang tak kalah sakralnya dengan menjadi seorang ibu, tugas kepada diri saya sendiri.” -Tokoh Nora-
***
Awalnya gak niat bikin tulisan review tentang teater drama Rumah Boneka: Adaptasi dari sebuah drama lakon karya Hendrik Ibsen dramawan, aktor, penulis asal Norwegia yang beken pada abad 19 ini, yang baru saya tonton tadi sore dengan ke-dua teman saya di Taman Budaya Dago pada kamis 25 april 2012. Tapi saya jadi tergerak untuk memikirkannya kembali setelah menangkap beberapa pesan yang disampaikan dalam drama tersebut. Pertama kali denger judulnya dari temen saya si Upeh “Rumah Boneka” imajinasi gw langsung ke sebuah wahana rumah boneka yang ada di DUFAN “konyol banget” makanya awalnya gw nanya sama dia meyakinkan: Komedi?; Bukan! Bagus kok serius ceritanya; Bener *kata gw meyakinkan*; oke deh kalo ada waktu…. *saya emang bukan penikmat comedy apa lagi yang suka pukul-pukulan pake steroform* Sekitar sebulan yang lalu. Setelah nonton teater ini yang berdurasi cukup lama dari pementasan pada umumnya yaitu sekitar 2,5 jam ini cukup bikin saya agak pegel juga, *lirik Aish* walau kita datengnya agak telatan sih tepatnya pas di adegan saat nora dan temanya Linda berbincang tentang usahanya untuk menyembuhkan suaminya yang sakit.
***
Cerita ini terfokus pada seorang tokoh bernama Nora, dia adalah seorang ibu rumah tangga yang sangat menurut pada suaminya. Dulunya dia adalah seorang balerina namun dia memutuskan berhenti dan menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia dengan suaminya seorang bankir yang sukses Tomy. Singkat cerita konflik dimulai ketika Nora harus dihadapkan pada situasi dimana suaminya jatuh sakit dan membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi ke Singapur. Sebagai seorang wanita yang selalu mengikuti suaminya pada kondisi itu dia dihadapkan pada dilema dimana dia harus mengambil keputusan namun dia takut keputusannya salah. Akhirnya dia memutuskan untuk meminjam uang dengan bantuap perantara teman suaminya seorang bankir pula yang jabatannya berada di bawah suaminya di kantor tempatnya bekerja. Untuk meminjam uang. Dia diperbolehkan meminjam asal dengan syarat harus mendapat persetujuan dari ayah atau suaminya sebagai penanggung jawab, Nora terpaksa memalsukan tanda tangan karena tak ingin berdampak pada kesehatan ayahnya yang buruk dan dia juga tidak mau suaminya tahu dia harus meminjam ke bank, dia ingin suaminya tetap memperhatikan kondisi kesehatan dan fokus pada pengobatan.
Setelah suaminya sembuh nora menutup rapat rahasia ini, dan dengan cara menyicil dia membayar hutang-hutangnya dengan berbagai cara termasuk berdagang dan menjadi anggota MLM. Sebagai wanita nora selalu berusaha untuk tampil menjadi istri yang sempurna di depan suaminya dimana dia harus jadi wanita yang lebut, manja, dan periang seperti yang diinginkan suaminya. Klimaks ketika Togar meminta nora untuk membantunya menghalangi rencana suami nora untuk memecatnya karena alasan dia telah berbohong memalsukan tanda tangan untuk sebuah peminjaman uang yang sebenarnya diperuntkan untuk nora. Nora berada pada konflik batin dimana di satu sisi ia tidak mau suaminya tahu bahwa ia telah meminjam uang dan berbohong karena hal itu dapat mengancam posisi suaminya di kantor, namun ia juga selalu dihantui oleh togar yang selalu mengancamamnya membuka rahasia nora pada suaminya. Singkat cerita, saat menuju babak Akhir, suaminya mengetahui semua kebohongan nora setelah ia menerima surat dari Togar, ia bersikap menghakimi, dan menyalahkan istrinya, dia marah karena itu dapat mengganggu posisinya di kantor dan dapat merusak rencana pengangkatan jabatannya.

Namun suaminya berubah memaafkan dan bersikap melindungi Nora ketika togar mulai sadar akan sikapnya yang tidak benar terhadap nora. Setelah ia diIngatkan oleh mantan kekasihnya Linda yang merupakan sahabat Nora. Togar mengirimkan bukti peminjaman (yang isinya tanda tangan palsu Nora) pada Tomi (suami nora) dan ini membuat Tomi merasa tenang kembali setelah sebelumnya ia merasa terancam jika keberadaan surat itu akan berdampak pada hancurnya reputasinya dan membuat kariernya sebagai banker hancur. Tomi berubah sikap dan menjadi baik kembali pada nora; dia meyakinkan nora bahwa jalan yang di ambil nora dulu saat dirinya sakit merupakan hal yang wajar sebagai wujud cintanya walau itu sebuah cara yang salah/bodoh. Nora tidak merasa senang dengan perubahan sikap itu, dia berharap jika suaminya bisa bersikap membelanya justru sebelum dia menerima surat bukti hutang dari togar. Nora mulai mengadari bahwa dia selama delapan tahun menikah tak lebih selalu berada di bawah kendali suaminya; dia tak suka suaminya yang selalu menganggapnya bodoh dan tak bisa membuat sikap selain menjadi istri yang penurut, manis, cantik, dan manja. Nora memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya, dan menemukan kebebasannya sebagai manusia, dia merasa pernikahan tak lebih dari sebuah alam khayalan atau permainan yang membuatnya tak mengenali dirinya.
***

---------“Nora mulai mempertanyakan kembali tentang kebahagiaan diri sendiri setelah menikah. Nora merasa kebahagiaan menikah hanyalah khayalan saat ingin lepas dari dominasi ayahnya. Nora dihadapkan pada situasi sadar dan bawah sadar tentang eksistensi dirinya. Dengan kulitas drama yang memikat tema yang menggelitik dan penting, tak pelak rumah boneka selalu terasa aktual dan menantang untuk dipentaskan ke panggung” (Faiza Marzuki, 2012: Kata Sambutan)-----------------
***
Hal menarik dari pementasan ini adalah karena pemeran Nora memainkan hampir 95 % dari seluruh drama yang terbagi ke dalam tiga babak ini. Dari pementasan ini kita bisa melihat aktifitas harian seorang ibu rumah tangga yang dihadapkan pada berbagai situasi dan kondisi dimana dia harus bisa bersikap baik pada setiap orang yang masuk dalam hidupnya, sang pemeran Nora dia harus berpindah kondisi dari satu adegan ke adegan lain, mulai dari bagaimana dia berperan sebagai seorang sahabat yang mencoba untuk saling berbagi dengan temannya Linda yang sedang mencari pekerjaan, lalu bagaimana ia harus bersikap baik dan manis saat bertemu dengan frank sahabat lelakinya, lalu bagaimana dia masih sempat bermain dengan anak-anaknya pada hari yang sama setelah ia sibuk menghadapi suami dan teman-temannya, belum setelah itu di hari yang sama juga dia harus berhadapan dengan Togar yang membawanya pada konflik batin, dan yang menarik setelah itu Nora juga masih harus melayani suaminya dan bersikap seolah dia sedang tidak dalam masalah. Melihat ini saya jadi ingat ibu saya *bagaimana dia bisa selalu tersenyum dan juga berbagi canda dengan saya ditengah banyaknya tekanan dan juga berbagai permasalahan kesehariannya sebagai ibu rumah tangga mulai dari mengurus anak, suami, sampai nenek saya, belum bagaimana ibu saya yang sudah siap siaga menyikapi dan mengatur strategi dengan rencana kenaikan BBM (curcol ;p)*
Namun yang menarik saya untuk membuat sikap terhadap pementasan ini adalah tentang tema feminisme yang diangkat dalam pementasan ini. Hal yang membuat saya berpikir kembali adalah perubahan sikap Nora dari seorang wanita manja, polos, lalu kemudian menjadi seorang wanita yang sangat tegas dan memiliki sikap. Saya faham akan pesan yang coba disampai dari cerita ini tentang peranan wanita dalam rumah tangga, bahwa wanita harus diposisikan sejajar dengan pria, dan istri sebagai partner bukan barang/harta suami mereka mengkritik pengkerdilan nilai wanita yang hanya cukup berada pada posisinya yang selalu tersudutkan dan seolah terperangkap dalam peran-peran domestik di rumah dalam masyarakat; singkatnya *cukup kamu di rumah aja dandan cantik, masak, belanja, dan urus anak* dan tak perlu lah bikin keputusan, atau ikut-ikut bekerja. Namun, dari perubahan sikap nora yang menyuarakan pesan femenisitas di babak terakhir bahwa wanita harus bersikap, pada saat bersamaan saya melihat maskulinitas pada drama ini dan penokohan sosok Nora. Satu hal dasar yang tidak bisa kita tolak adalah bahwa drama ini ditulis oleh Henrik Ibsen seorang pria, dimana dia menyampaikan pesan feminisitas dari sudut pandang maskulinitas, dan pada akhirnya saat saya melihat Nora dan Suaminya berbincang mengenai keputusannya untuk berpisah, saya melihat secara esensial justru sebuah dialog antar pria, yang sama egoisnya.

Hal yang menarik untuk saya pertanyakan kembali dalam drama itu adalah, relevansi dengan peranan wanita Indonesia saat ini, dan kondisi feminisme yang juga banyak ragamnya. Suara feminisime yang kita tangkat dari drama itu adalah suara feminisme gelombang pertama dari abad 19 yang mewakili jamannya ketika feminisme merujuk pada usaha-usaha wanita yang secara ekstrim ingin meluruhkan benteng-benteng dominasi maskulitas dan budaya patriakal yang mengakar di masyarakat, tapi bagi saya pesan itu justru ketinggalan jaman di tengah kondisi bangsa dan dunia saat ini di abad 21, yang kembali meningkatkan ketinggian peranan seorang ibu rumah tangga, dan menjadi ibu rumah tangga bukanlah sebuah pelecehan atau perendahan nilai gender wanita namun merupakan sebuah tugas mulia dalam mencetak generasi manusia yang lebih baik. Karena memang seharusnya sorang anak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kasih sayang ibunya “Alangkah kerennya kalo setiap ibu masa depan adalah para sarjana, doktor, bahkan professor yang bisa mendidik anaknya untuk menjadi manusia-manusia yang hebat dengan ilmunya?” saya melihat keegoisan seorang lelaki dalam diri Nora yang mendadak memutuskan meninggalkan keluarga tanpa memikirkan anak-anaknya yang sangat membutuhkannya!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun