Mohon tunggu...
Atiqah LuthfiyyahFatihah
Atiqah LuthfiyyahFatihah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

manusia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manusia dan Manajemen Emosi

25 Maret 2021   07:54 Diperbarui: 25 Maret 2021   19:25 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia adalah makhluk yang memiliki emosi, baik itu positif maupun negatif. Emosi ini dapat berupa perasaan intens kepada sesuatu maupun sebagai reaksi atas suatu kejadian. Simak contoh kasus dibawah ini:

Benjamin Carson adalah seorang kandidat presiden Amerika Serikat dan dokter bedah ternama. Dibalik kesuksesannya terdapat suatu cerita saat ia bersekolah, Carson adalah seorang berkulit hitam yang kerap kali mendapatkan penghinaan maupun perundungan. Hal tersebut mencapai puncak saat ia melakukan percobaan pembunuhan terhadap orang yang menghinanya, walaupun akhirnya tidak menimbulkan korban. Kasus tersebut mendapat sorotan dan menjadi headline berita nasional, mengangkat kembali isu rasisme yang ada. Carson tidak naik kelas, namun ibunya Sonya dan seorang guru sabar membimbingnya hingga Carson mendapatkan pendidikan yang baik dan menjadi dokter bedah pertama yang berhasil memisahkan bayi kembar.

Kasus tersebut merupakan contoh perilaku manusia yang didasarkan pada emosi mereka. Carson merasakan emosi-emosi negatif akibat perkataan orang-orang tentang warna kulitnya. Perasaan-perasaan negatif masih menjadi hal sulit untuk dikendalikan, dipendam pun akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu akan meledak. Luapan emosi setelah dipendam sekian lama seringkali memberikan dampak yang lebih buruk, utamanya untuk kesehatan mental. Seperti yang dikatakan psikolog Sigmund Freud:

“Unexpressed emotions will never die. They are buried alive and will come forth later in uglier ways.”

Carson adalah orang yang beruntung. Kesedihan dan kemarahan yang dipendamnya masih memberinya kesempatan untuk melangkah ke depan. Hal tersebut membuka mata ibu dan gurunya tentang kondisi emosional Carson, mereka lalu membimbing dan mendidiknya dengan baik hingga Carson memiliki masa depan yang lebih terjamin.

Namun, tidak semua kasus terjadi dengan pola yang sama. Ada kemungkinan-kemungkinan dimana kita harus bisa memanajemen emosi dengan baik, bahkan sebelum emosi itu membahayakan diri kita sendiri. Lantas bagaimana jika kita mengalami perundungan dan penghinaan seperti yang dialami Carson?

 Manusia selalu mengomentari, baik itu untuk membuat seseorang terkesan, untuk membandingkan, untuk menutupi kekurangan-kekurangan mereka, atau untuk menempatkan seseorang pada tempatnya atas penilaian mereka sendiri. Hal tersebut adalah natur dari manusia, tidak perlu dianggap serius apalagi jika mereka mengomentari sesuatu yang telah ada pada diri kita sejak lahir, seperti ciri fisik. Hal tersebut sama saja dengan tidak menerima diri apa adanya. Tapi tetap saja ada pengecualian, penerimaan diri dari komentar atas buruknya sikap atau kebiasaan bukanlah hal yang bisa disebut penerimaan diri. Jadikan mereka sebagai masukan.

Menanggapi komentar dengan biasa saja tidak semudah kedengarannya, terlebih jika kita mendapatnya secara terus menerus. Emosi-emosi negatif akan muncul, karena kita tahu hal yang mereka lakukan tidak seharusnya dan kita tidak menyukainya. Maka, terima dan rasakanlah emosi tersebut. Manusia memiliki kecenderungan untuk menolak emosi-emosi negatif seperti kemarahan dan kesedihan. Padahal setiap emosi ada untuk mengajarkan kita sesuatu, dan mereka tidak menyerah sampai maksud mereka tersampaikan. Ketimbang menolak emosi-emosi tersebut dan membuat bom waktu. Lebih baik untuk menerimanya, katakan saja:

“Saya marah dan sedih.”

Menerima saja tidak cukup, hal itu tidak akan membuat kita melangkah maju ke depan. Salurkan emosi itu, saat marah pergilah berolahraga, saat sedih menulislah. Lakukan sesuai dengan kesukaan dan keahlian yang kita miliki. Salurkan emosi untuk mendapatkan masa depan yang diimpikan. Begitulah cara terbaik untuk membalas orang-orang, tidak perlu dendam pada mereka. Orang-orang datang ditakdirkan untuk mengajarkan sesuatu pada kita, saat mereka bertingkah, tanyakan saja: Apa yang orang ini akan ajarkan pada saya?

Atiqah Luthfiyyah Fatihah, GB 12.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun