Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Money

Bisnis yang Makin Mengglobal

18 Juni 2011   22:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:23 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Oleh : Atep Afia Hidayat - Bisnis makin merambah segala bidang. Segala sesuatu seolah bisa dibisniskan, dicari nilai tambahnya, baik dalam wujud barang atau jasa. Iklim bisnis makin memanas, mencuat ke permukaan dengan makin melibatkan banyak orang. Siapapun bisa melakukan bisnis, tak perlu bakat atau pendidikan tertentu. Kalau dulu ada kesan, bahwa bisnis hanya bisa dilakukan oleh orang tertentu, yang berbakat dan dari ras tertentu. Kini batasan itu lenyap, dunia bisnis semakin global. Yang terpenting apakah seseorang itu memiliki “otak bisnis”. Ternyata pada dasarnya, “otak bisnis” itu dimiliki oleh setiap orang. Hanya orang-orang tertentu yang bisa mengembangkannya, sedangkan sebagian besar justru kurang memanfaatkannya. Jika tak mampu berbisnis, niscaya orang sulit bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama. Siapapun pasti melakukan bisnis, hanya skala yang berbeda, antara lain bergantung pada kapasitas sumber daya, peluang, dan kadar motivasi. Ada orang yang berbinis hanya dengan motivai untuk memperoleh “sesuap nasi”, mendapatkan “penghasilan layak”, hingga menjadi “konglomerat”. Ada yang motivasinya bertahan seumur hidup, ada juga yang senantiasa berubah. Umpamanya, ada seorang anak yang berbisnis dengan cara menjajakan rokok di tempat-tempat ramai, motivasinya tak lebih dari sekedar mencari “sesuap nasi” atau membantu keluarga. Karena dorongan tertentu, ketika si anak tumbuh dewasa, motivasinya itu bisa berkembang, umpamanya untuk meraih kekayaan. Tentu saja ia akan berupaya untuk menegmbangkan skala bisnisnya, misalnya dengan terlebih dahulu memupuk modal dan memeperluas jaringan usahanya. Namun banyak sekali yang skala bisnisnya tetap tak berubah, umpamanya selagi muda jualan cendol, ternyata setelah tua pun tetap saja “tukang cendol”. Banyak faktor yang menentukan perkembangan bisnis seseorang. Yang jelas, faktor itu bisa dikaji dan dipelajari. Dengan kata lain, bahwa orang-orang yang sukses dalam bisnis itu, terlebih dahulu memperlajari dan mencari pengalaman. Kemampuan berbisnis itu tidak tumbuh dalam waktu sehari dua hari, tetapi memerlukan waktu yang cukup panjang, tahunan, bahkan puluhan tahun. Ada juga sekolah bisnis yang memberikan berbagai gelar, seperti BBA, MBA dan DBA. Tetapi itu belum cukup. Hanya sebatas memberikan teori, praktek dan studi kasus. Termasuk pengkajian mengenai bisnis raksasa berikut orang dibelakangnya. Kiat, jurus dan strategi apa yang bisa diterapkan, hingga asset dan asset perusahaan bisa melambung. Jadi hanya mengetahui resep bisnis saja. Tak heran jika beberapa sekolah bisnis memberikan persyaratan, agar terlebih dahulu memiliki pengalaman bisnis, paling tidak 2 atau 3 tahun. Ya “pengalaman bisnis” itulah yang terpenting. Sekolah hanya sekedar menjembatani serta membuka peluang dan wawasan. Peluang bisnis memang ada di mana-mana, hanya apakah “tercium” atau tidak. Untuk itu memang diperlukan feeling dan intuisi bisnis, yang hanya diperoleh melalui pengalaman bisnis. Sektor bisnis kini telah menembus ruang dan waktu. Berkembang pesat seiring dengan makin canggihnya teknologi transportasi dan informasi. Bisnis merangkum semua komoditi, baik barang atau jasa. Bisnis tejadi di mana-mana di darat, laut, udara, bahkan di pelosok terpencil dan di perut bumi. Orang memang makin haus akan nilai tambah dan profit. Semeua negara berlomba-lomba untuk memproduksi barang dan jasa, lantas mengekspornya, hingga diperolehlah apa yang dinamakan devisa. Negara memang amat memerlukan ornag-orang yang pintar berbisnis. Maka tak heran, jika negara “pulau kecil” Singapura, ternyata dalam setiap tahunnya meraih keuntungan bisnis yang jauh lebih besar dari negara kita yang merupakan negara “kepulauan raksasa”. Penduduk Singapura hanya sekitar 5 juta, sedangkan negara kita 237 juta. Luas wilayah daratan Singapura tak lebih dari 700 kilometer persegi, sedangkan Negara kita lebih dari 1.900.000 kilometer persegi. Jadi peluang bisnis di negra kita sebenarnya jauh lebih terbuka. Persoalannya, “otak bisnis”-nya yang belum banyak. Hingga berbagai potensi bisnis makin terpendam, kalaupun sudah dikelola belum benar-benar efektif dan efisien. Kalau memperhatikan kondisi ekonomi lokal, umpamanya dengan memperhatikan situasi dan kondisi setiap desa, maka akan tampak, bahwa desa yang penduduknya pintar berbisnis akan jauh lebih makmur dan sejahtera dibanding desa lainnya. Taraf hidup dan kesejahteraan penduduknya jauh lebih tinggi, begitu pula keberadaan desanya mengalami pertumbuhan yang pesat, hingga cepat berubah menjadi desa kota. Bisnis di desa memang banyak ragamnya, mulai dari bisnis tradisional seperti pertanian, kerajinan atau industri kecil. Di desa-desa tertentu, sektor pertanian mendapat sentuhan inovasi. Penduduk tak lagi mengandalkan tanaman padi, jagung atau singkong, tetapi banyak yang beralih ke tanaman yang memiliki nilai jual tinggi, umpamanya bunga potong, jamur, baby corn, dan sebagainya. Tentu saja sebelumnya mendapatkan informasi bisnis, yang antara lain menyangkut teknologi budidaya, pasca panen dan pemasarannya. Kenapa petani hanya menanam komoditas tertentu sepanjang hayatnya, tak lain karena kurangnya informasi bisnis. Selain itu, juga pola pikirnya yang sudah “mentradisi”. Karena nenek moyangnya hanya menanam padi atau singkong, maka ia pun tak bisa berbah ke tanaman lain. Begitu pula pelaku bisnis bidang lainnya, bagaikan katak di dalam tempurung. Proses perubahan kearah kemajuan memang agak sukar, terutama di tengah masyarakat yang tingkat pendidikannya masih rendah. Di era perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, akses terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan pasar menjadi begitu mudah. Dalam menghadapi era globalisasi bisnis, sikap tanggap terhadap informasi bisnis mutlak diperlukan. Negara kita memang sudah mengekspor banyak komoditi, ratusan jenis. Namun masih bisa ditingkatkan menjadi ribuan jenis. Informasi menyangkut komoditi apa yang diperlukan oleh penduduk di negara tertentu harus diperoleh dan disebarkan dengan cepat. Bagaimana daya saing komoditi kita di pasaran internasional juga harus diperhatikan. Umpamanya Malaysia menjual minyak sawit, negara kita pun menjual komoditi serupa. Nah, untuk meraih keunggulan di pasaran internasional, tentu ada beberapa hal yang harus dibenahi, antara lain menyangkut keunggulan kompetitif dan komaratif. Selama ini, minyak sawit Malaysia memang selalu unggul, antara lain karena telah melampaui diversifikasi produksi. Yang dijual tidak hanya minyak sawit saja, tetapi juga produk olahannya. Dengan demikian, pengembangan produksi melalui berbagai penelitian amat diperlukan. Globalisasi sektor bisnis memang tak bisa dihindari. Paling tidak, amat diperlukan perubahan mendasar pada pola pikir dan sikap mental masyarakat. Terutama menyangkut upaya peningkatan motivasi untuk mencari nilai tambah, membaca dan mencari peluang, sekaligus memanfaatkan secara optimal. (Atep Afia) Sumber Gambar: http://businesskills.com/wp-content/themes/Merci/jdgallery/slides/2.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun